http://www.sinarharapan.co.id/berita/content/read/klarifikasi-berita-dari-pt-freeport-indonesia/
Kamis 02. of Desember 2010 13:11 Klarifikasi Berita dari PT Freeport Indonesia Redaksi Yth, Sehubungan dengan artikel berjudul "Siapa mengeruk kekayaan Papua?" di harian Sinar Harapan halaman 2, 29 November 2010, bersama ini kami hendak melakukan klarifikasi melalui surat pembaca Sinar Harapan. PT Freeport Indonesia telah dan terus berkomitmen memberikan kontribusinya kepada pemerintah Indonesia dan masyarakat di sekitar wilayah kerjanya. Selama April sampai Juni 2010, Freeport Indonesia telah melakukan kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar US$ 634 juta, atau sekitar Rp 5,7 triliun dengan kurs saat ini. Pembayaran ini terdiri dari Pajak Penghasilan Badan sebesar US$ 490 juta, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Daerah, serta pajak-pajak lainnya sebesar US$ 106 juta, dan royalti sebesar US$ 38 juta. Total pembayaran oleh Freeport Indonesia selama 2010 sampai Juni mencapai US$ 899 juta atau sekitar Rp 8,1 triliun dengan kurs saat ini. Sementara itu, total kewajiban keuangan sesuai dengan ketentuan Kontrak Karya 1991 yang telah dibayarkan Freeport Indonesia kepada Pemerintah Indonesia sejak 1992 sampai akhir 2009 adalah sebesar US$ 9,5 miliar. Jumlah penerimaan negara ini lebih besar dibandingkan dividen yang diterima Freeport McMoran Copper & Gold sebagai induk perusahaan PTFI, yaitu sebesar US$ 7,1 miliar setelah dipotong pajak. Kontribusi tidak langsung bagi Indonesia termasuk investasi prasarana di Papua seperti kota, instalasi pembangkit listrik, bandara udara, jalan, jembatan, sarana pembuangan limbah, dan sistem komunikasi modern. PTFI telah berinvestasi senilai kurang lebih US$ 6,7 miliar pada berbagai proyek. Berdasarkan studi 2009 oleh LPEM, Universitas Indonesia, kontribusi PTFI terhadap produk domestik bruto (PDB) negara Indonesia, Provinsi Papua, dan Kabupaten Mimika masing-masing sebesar 1,3%, 40%, dan 96% pada 2008. Hingga September 2010, PTFI memiliki lebih dari 11.000 karyawan dengan komposisi 31,54% tenaga kerja asal Papua. Sejak 1996, PTFI berkomitmen meningkatkan jumlah karyawan asal Papua dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun dan digandakan lagi pada 2006. PTFI juga berkomitmen untuk sekurangnya mempekerjakan dua kali lipat karyawan staf asal Papua. Dua komitmen ini telah melebihi target pada 2006. Salah satu dampak terpenting dari kehadiran PT Freeport Indonesia di Papua adalah tersedianya layanan kesehatan dan dukungan prakarsa kesehatan yang diselenggarakan melalui kemitraan dengan Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) dan Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika. Di samping kerja sama erat PTFI melalui LPMAK di tingkat kabupaten dengan Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPAD Kabupaten Mimika) dan Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, pada 2007, PT Freeport Indonesia bersama enam perusahaan lainnya mendirikan Indonesia Business Coalition on AIDS (IBCA). Atas berbagai program tersebut, PT Freeport Indonesia telah menerima penghargaan atas upayanya mendukung pemerintah dalam mencapai Millennium Development Goals (MDGs) untuk tujuan nomor 6, yaitu penanggulangan HIV/AIDS, malaria, tuberkulosis, dan penyebaran penyakit lainnya. Demikian tanggapan kami ini kami sampaikan. Besar harapan kami agar klarifikasi ini dapat dimuat di Sinar Harapan. Salam hormat, Ramdani Sirait Juru Bicara PT Freeport Indonesia. ++++ http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/dana-otsus-dikorupsi/620 Dana Otsus Dikorupsi Rabu, 27 Oktober 2010 | 12:18 Papua adalah sebuah ironi. Provinsi yang boleh dikata paling kaya ini sekaligus menyandang predikat provinsi termiskin. Papua berlimpah ruah sumber daya alam. Freeport, tambang emas dan tembaga terbesar di dunia ada di sini. Papua juga memiliki Tangguh, lapangan gas terbesar di dunia. Kekayaan hutan berikut biodiversitas dan plasma nutfahnya luar biasa. Namun mayoritas rakyatnya masih bergelut dengan kemiskinan akut. Dibanding provinsi lain, indeks Millenium Development Goals (MDGs) Papua juga berada di nomor buncit. Tingkat kemiskinan Papua mencapai di atas 40%, jauh melampaui rata-rata nasional sebesar 16%. Menurut data Badan Pusat Statistik, sekitar 80% penduduk asli Papua hidup dalam keterbelakangan dan sangat tertinggal dalam pendidikan. Rumah tangga miskin mencapai 83%. Demikian pula angka kematian ibu melahirkan di Papua adalah yang tertinggi di Indonesia, yakni 1.025 kematian per 100.000, atau tiga kali lipat dari rata-rata nasional. Pulau paling timur Indonesia ini juga tertinggi dalam prevalensi HIV/AIDS. Padahal, pada 2001 pemerintah telah meningkatkan status Papua sebagai daerah otonomi khusus (otsus). Sejak 2002 hingga 2009, pemerintah pusat telah menggelontorkan lebih dari Rp 20 triliun untuk dana Otsus Papua. Namun, dana-dana itu sebagian besar tidak digunakan untuk menyejahterakan rakyat, bahkan banyak yang dikorupsi. Hal itu terkonfirmasi dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Berdasarkan pemeriksaan anggaran Otsus periode 2004-2009 sebesar Rp 3,7 triliun, terdapat penyimpangan sebesar Rp 578 miliar atau 16%. Sekitar 70% dari temuan penyimpangan tersebut berupa pengeluaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak sesuai peruntukan. Seorang petinggi BPK menyebut penyimpangan ini sebagai kategori moral hazard. Sebagian penyimpangan dana itu terindikasi korupsi. Ada proyek-proyek fiktif, penggelembungan nilai proyek, belanja yang menyimpang dari peruntukan, atau pembelian aset yang tidak sesuai aturan. Bahkan, ada proyek yang direkayasa, yakni bupati mencairkan dana dulu untuk keperluan tidak jelas, baru laporan pertanggungjawabannya dikarang-karang. Selain itu, realisasi anggaran untuk pendidikan dan kesehatan juga jauh di bawah batas minimal seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua. Tak heran bila akibat amburadulnya pengelolaan anggaran tersebut, tak sedikit pejabat di wilayah Papua yang harus meringkuk di balik jeruji besi. Bila audit BPK sudah menyeluruh dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan, diduga bakal banyak lagi oknum pejabat di wilayah Papua yang terseret. Begitulah perilaku sejumlah oknum pemrov, pemkab, maupun pemkot di wilayah Papua. Ini juga acap terjadi di wilayah lain yang daerahnya masuk kategori miskin. Para pejabatnya berfoya-foya menggunakan dana yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyatnya. Mobil dinasnya mentereng, tak peduli masih banyak rakyatnya yang kelaparan dan terbelakang. Dana yang mestinya dipakai untuk membangun perekonomian, membangun jaringan infrastruktur, atau untuk kesejahteraan rakyat secara umum, akhirnya justru dihambur-hamburkan oleh aparatnya sendiri. Belanja aparatur negara mendominasi. Sepertinya tidak ada korelasi positif antara pengucuran dana otsus dan peningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Praktik tak terpuji seperti ini mesti dihentikan. Perlu ada mekanisme kontrol anggaran yang lebih ketat dan sistematis. Mekanisme check and balance di antara institusi harus berjalan dengan baik, yakni antara pemda, DPRD, komite pemantau, LSM, dan tokoh-tokoh lokal yang tergabung dalam Majelis Rakyat Papua. Setiap pemda harus memiliki akuntan andal, karena banyak daerah miskin yang ternyata tidak memiliki tenaga akuntan. Kontrol secara efektif dari lembaga-lembaga berwibawa seperti BPK, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan KPK harus lebih intensif untuk meminimalisasi korupsi anggaran. Pemerintah pusat tidak boleh lepas kontrol agar dana yang ditransfer ke Papua, juga daerah-daerah lain, tidak dibiarkan menjadi ajang korupsi aparat daerah. Rakyat Papua yang daerahnya kaya akan sumber daya alam, berhak menikmati anggaran pembangunan yang memadai. Hasil pajak dan royalti dari perusahaan-perusahaan besar dan multinasional yang mengeruk kekayaan Papua, wajib dikembalikan kepada rakyat Papua. Mengabaikan aspirasi ini hanya akan membakar nafsu rakyat Papua untuk merdeka, apalagi bila ada provokasi pihak asing di belakangnya. Kita semua tahu bahwa masalah NKRI belum sepenuhnya final di Papua. Fenomena ini masih bisa dilihat hingga kini, terutama pada tanggal 1 Desember, yang bagi sebagian orang Papua, merupakan hari kemerdekaan mereka. Bila ditelisik lebih saksama, keinginan merdeka itu memang terkait dengan begitu banyaknya ketimpangan di Papua. Tuntutan merdeka lebih merupakan ungkapan ketidakpuasan rakyat Papua terhadap adanya perlakuan yang tidak adil serta kondisi kehidupan yang tidak kunjung sejahtera. Karena itu, tindak lanjut serius terhadap indikasi korupsi dana otsus harus menjadi prioritas agar ironi yang melanda rakyat Papua bisa dieliminir. Peningkatan dana otsus dari tahun ke tahun harus berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan rakyat Papua. Semua pejabat, baik pusat maupun daerah, yang menyelewengkan dana rakyat tersebut harus diseret ke meja hijau. Tanpa ada ketegasan seperti itu jangan harap rakyat Papua bisa mencintai NKRI lahir batin. ++++ http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/02/26/brk,20060226-74521,id.html Freeport Dinilai Belum Sejahterakan Papua Minggu, 26 Februari 2006 | 15:22 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Freeport Indonesia dinilai belum memberikan banyak kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat Papua. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Siti Maimunah, mengatakan bahwa produk domestik bruto (PDB) Papua memang nomor tiga seluruh Indonesia tapi tingkat kesejahteraan Papua di posisi ke-29. "Jumlah terbesar hasil penambangan emas ada di Papua, tapi jumlah penduduk miskin terbanyak juga ada di Papua," ujarnya kepada Tempo hari ini. Maimunah juga membantah pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla bahwa kondisi ekonomi dan kesejahteraan di Freeport dan daerah sekitarnya sudah baik. Sebelumnya Kalla juga mengatakan Freeport telah memberikan manfaat bukan saja untuk Timika, tapi juga seluruh Papua lewat pajak, bagi hasil, dan program pengembangan komunitas. Timika sebagai kota utama Freeport, kata dia, memang baik karena menjadi kota utama kegiatan Freeport di mana karyawannya banyak beraktivitas. Namun, daerah lainnya yang termasuk wilayah kontrak karya seperti Yahukimo masih rendah kesejahteraannya. Jatam mencatat akumulasi penduduk Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan di atas 35 persen di kawasan konsesi Freeport. oktamandjaya wiguna +++++ [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/