http://messianic-indonesia.com

SOTERIOLOGI ISLAM DALAM TEMBANG GUBAHAN SUNAN KALIJAGA “ILIR ILIR”              
        
                                                
                                
                
                                
                                
                
                                
                                
                                        









Lagu Ilir Ilir pada zaman 
Kerajaan Jawa Islam sangat populer dinyanyikan sebagai tembang dholanan 
atau permainan anak-anak sebagaimana lagu-lagu Cublak-cublak suweng atau 
Gundhul-gundhul pacul
 dll. Demikian pula pada zaman keemasan era pemerintahan ORLA (Orde 
Lama) atau ORBA (Orde Baru), lagu-lagu tersebut terkadang menjadi daftar
 nyanyian wajib dalam lembaga-lembaga pendidikan umum di Jawa Tengah dan
 Jawa Timur. Di era Reformasi ini, kita sayup-sayup mendengar lagu yang 
sudah tidak dikenal di kalangan kanak-kanak tersebut mulai kembali 
digemakan baik dalam nuansa religius sebagaimana ditampilkan oleh grup 
musik Kiai Kanjeng yang digawangi seniman dan budayawan Emha 
Ainun Najib maupun dalam konsep aslinya yaitu dolanan yang mulai 
dipopulerkan oleh grup band bernama Rich Band. Lagu tersebut 
merupakan gubahan salah satu dari Wali Songo bernama Sunan Kalijaga 
tokoh penyebar Islam yang termasyur di wilayah jawa.




[Download Format PDF]
Sunan Kalijaga, nama aslinya bernama 
Raden Sahid, putera Adipati Tuban bernama Raden Sahur atau Arya 
Wilwatikta, masih keturunan Ranggalawe, Adipati Tuban yang pertama. 
Raden Sahid lahir Tahun 1450 M. Beliau sempat menjalani kehidupan di 
luar kadipaten karena menjalani hukuman sang ayah akibat sikap beliau 
yang tidak bisa melihat penindasan terjadi dimana-mana. Sempat menjalani
 kehidupan layaknya Robin Hood, yaitu perampok budiman bernama Brandal 
Lokajaya. Setelah lama menjalani kehidupan demikian, beliau bertemu 
dengan Sunan Bonang yang membuatnya akhirnya bertaubat dan berguru 
kepada Sunan Bonang dengan menempuh jalan Sufi[1].
Sunan Kalijaga sangat akrab di telinga 
rakyat. Ia dikenal pandai mendalang dan bermain gamelan. Sering kali ia 
menjadi dalang wayang kulit, karena ia yakin dengan pentas seni ini ia 
bisa berdakwah dengan leluasa. Dialah yang mengubah wayang dengan boneka
 (semacam wayang golek) menjadi wayang kulit (dengan kulit kambing). 
Beliau banyak menciptakan tembang seperti Rumekso in Wengi dan tembang Lir Ilir.
Bagi yang asing dengan lagu tersebut, saya akan kutipkan sbb:
Lir-Ilir, Lir-ilir, lir-ilir tandure wus sumilir.
 Tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar. Cah angon-cah angon 
penekno blimbing kuwi. Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro. 
Dodotiro-dodotiro kumitir bedhah ing pinggir. Dondomono jrumatono kanggo
 sebo mengko sore. Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane Yo
 surako... surak hiyo..
Sayup-sayup, Sayup-sayup bangun 
(dari tidur). Tanaman-tanaman sudah mulai bersemi, demikian menghijau 
bagaikan gairah pengantin baru. Anak-anak penggembala, tolong panjatkan 
pohon blimbing itu, walaupun licin tetap panjatlah untuk mencuci 
pakaian. Pakaian-pakaian yang koyak disisihkan. Jahitlah benahilah untuk
 menghadap nanti sore. Selagi sedang terang rembulannya. Selagi sedang 
banyak waktu luang. Mari bersorak-sorak ayo... 


HAKIKAT & MAKNA TEMBANG ILIR ILIR
Menurut M. Hariwijaya, “Lagu Ilir 
Ilir di atas memberi rasa optimis kepada seseorang yang sedang melakukan
 amal kebaikan amal itu berguna untuk bekal di hari akhir. Kesempatan 
hidup didunia ini harus dimanfaatkan untuk berbuat kebaikan, jangan 
hendak membunuh nanti akan berganti di bunuh karena semua ada balasannya”[2].
Lir ilir, judul dari tembang di atas. 
Bukan sekedar tembang dolanan biasa, tapi tembang di atas mengandung 
makna yang sangat mendalam. Tembang karya Kanjeng Sunan ini memberikan 
hakikat kehidupan dalam bentuk syair yang indah. Carrol McLaughlin, 
seorang profesor harpa dari Arizona University terkagum kagum dengan 
tembang ini, beliau sering memainkannya. Maya Hasan, seorang pemain 
Harpa dari Indonesia pernah mengatakan bahwa dia ingin mengerti filosofi
 dari lagu ini. Para pemain Harpa seperti Maya Hasan (Indonesia), Carrol
 McLaughlin (Kanada), Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau 
(Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah 
menterjemahkan lagu ini dalam musik Jazz pada konser musik Harp to Heart[3].
Apakah makna mendalam dari tembang ini? Mari kita coba mengupas maknanya:[4]
Lir-ilir, lir-ilir tembang ini 
diawalii dengan ilir-ilir yang artinya bangun-bangun atau bisa diartikan
 hiduplah (karena sejatinya tidur itu mati) bisa juga diartikan sebagai 
sadarlah.
Tetapi yang perlu dikaji lagi, apa yang 
perlu untuk dibangunkan? Apa yang perlu dihidupkan? hidupnya Apa ? Ruh? 
kesadaran ? Pikiran? terserah kita yang penting ada sesuatu yang 
dihidupkan, dan jangan lupa disini ada unsur angin, berarti cara 
menghidupkannya ada gerak..(kita fikirkan ini)..gerak menghasilkan 
udara. ini adalah ajakan untuk berdzikir. Dengan berdzikir, maka ada 
sesuatu yang dihidupkan.
Tandure wus sumilir, Tak ijo 
royo-royo tak senggo temanten anyar.Bait ini mengandung makna kalau  
sudah berdzikir maka disitu akan didapatkan manfaat yang dapat 
menghidupkan pohon yang hijau dan indah. Pohon di sini artinya adalah 
sesuatu yang memiliki banyak manfaat bagi kita.
 Pengantin baru ada 
yang mengartikan sebagai Raja-Raja Jawa yang baru memeluk agama Islam. 
Sedemikian maraknya perkembangan masyarakat untuk masuk ke agama Islam, 
namun taraf penyerapan dan implementasinya masih level pemula, layaknya 
penganten baru dalam jenjang kehidupan pernikahannya.
Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
 Mengapa kok “Cah angon” ? Bukan “Pak Jendral” , “Pak Presiden” atau 
yang lain? Mengapa dipilih “Cah angon” ? Cah angon maksudnya adalah 
seorang yang mampu membawa makmumnya, seorang yang mampu 
“menggembalakan” makmumnya dalam jalan yang benar. Lalu, kenapa 
“Blimbing” ? Ingat sekali lagi, bahwa blimbing berwarna hijau (ciri khas
 Islam) dan memiliki 5 sisi. Jadi blimbing itu adalah isyarat dari agama
 Islam, yang dicerminkan dari 5 sisi buah blimbing yang menggambarkan 
rukun Islam yang merupakan Dasar dari agama Islam. Kenapa “Penekno” ? 
ini adalah ajakan para wali kepada Raja-Raja tanah Jawa untuk mengambil 
Islam dan dan mengajak masyarakat untuk mengikuti jejak para Raja itu 
dalam melaksanakan Islam.
Lunyu lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro.
 Walaupun dengan bersusah payah, walupun penuh rintangan, tetaplah ambil
 untuk membersihkan pakaian kita. Yang dimaksud pakaian adalah taqwa. 
Pakaian taqwa ini yang harus dibersihkan.
Dodotiro dodotiro, kumitir bedah ing pinggir.
 Pakaian taqwa harus kita bersihkan, yang jelek jelek kita singkirkan, 
kita tinggalkan, perbaiki, rajutlah hingga menjadi pakain yang indah 
”sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa“.
Dondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore.
 Pesan dari para Wali bahwa suatu ketika kamu akan mati dan akan menemui
 Sang Maha Pencipta untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatanmu. 
Maka benahilah dan sempurnakanlah ke-Islamanmu agar kamu selamat pada 
hari pertanggungjawaban kelak.
Mumpung padhang rembulane, 
mumpung jembar kalangane. Para wali mengingatkan agar para penganut 
Islam melaksanakan hal tersebut ketika pintu hidayah masih terbuka 
lebar, ketika kesempatan itu masih ada di depan mata, ketika usia masih 
menempel pada hayat kita.
 Yo surako surak hiyo. Sambutlah seruan ini dengan sorak sorai “mari kita 
terapkan syariat Islam” sebagai tanda kebahagiaan.
Dari uraian di atas kita melihat 
bagaimana Sunan Kalijaga secara jenius menerjemahkan ajaran Islam dalam 
rangkaian syair dan tembang pendek yang memiliki makna mendalam mengenai
 perlunya seseorang memperhatikan hidup mereka selama di dunia ini. 
Jangan hanya berorientasi pada keduniawian melainkan berorientasikan 
pada kehidupan dalam alam kekekalan. Sunan Kalijaga mengingatkan manusia
 akan akhir kehidupan dan membawa pertanggungjawaban pribadi kepada 
Tuhan. Konsep tersebut dibungkus dengan kalimat, kanggo sebho mengko sore.
 Sore adalah putaran waktu yang menandai habisnya siang hari sebagai 
simbol aktifitas. Malam adalah waktu beristirahat yang menggambarkan 
kematian. Sunan Kalijaga menawarkan Islam sebagai jalan dan bekal untuk 
menghadapi kematian dan pertanggungjawaban akhir. Konsep tersebut 
dibungkus dalam kalimat, Cah angon cah angon penekno blimbing kuwi.
 Buah blimbing itu berbentuk bintang lima sudut. Ini berbicara mengenai 
keislaman dengan Rukun Imannya yaitu Sahadat, Sholat, Zakat, Shaum, 
Haji.
 
TEMPAT & PERANAN PERBUATAN BAIK DALAM ISLAM
Konsep kematian dengan membawa bekal 
yaitu amalan baik sebagai bentuk pertanggungjawaban akhir manusia, 
digemakan pula oleh penyanyi balada (yang sangat saya idolakan) yaitu 
Ebiet G. Ade. Dalam salah satu lagunya berjudul Ayah Aku Mohon Maaf, 
dalam salah satu baitnya berbunyi: “Meskipun aku tak dapat 
menungguimu saat terakhir. Namun aku tak kecewa mendengar engkau 
berangkat dengan senyum manis dan ikhlas. Aku yakin kau cukup bawa bekal dan 
aku bangga jadi anakmu”. Dan dalam salah satu judul lagunya ada untaian kalimat 
akhir, “...mengumpulkan bekal untuk perjalanan abadi”.
Perbuatan baik dan amalan menempati 
peran penting (selain Sahadat, Sholat, Zakat, Haji, Puasa) dalam Islam 
sebagai bekal yang menentukan keselamatan seseorang yang harus dibawa 
dan dipertanggungjawabkan saat mereka mengalami kematian kelak.
Dikatakan dalam Qs 4:122 sbb: “Orang-orang
 yang beriman dan mengerjakan amalan saleh, kelak akan Kami masukkan ke 
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di 
dalamnya selama-lamanya. Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan
 siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah ?”
Pada hari penghakiman, keputusan masuk 
surga atau neraka pun didasarkan atas penimbangan amal (bukan 
penimbangan ketakwaan) sebagaimana dikatakan:
Qs 23: 102-103: “Barangsiapa yang 
berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat
 keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka 
itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam
 neraka Jahannam”
Qs 84:7-12: “Adapun orang yang 
diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan
 pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang 
sama-sama beriman) dengan gembira. 10. Adapun orang-orang yang diberikan
 kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: "Celakalah aku." Dan 
dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”
Mengenai penimbangan amal ini dikatakan dalam Hadits Riwayat Ahmad Tirmidzi, 
Ibnu Abid Dunya sbb: “Dirintangi
 manusia pada hari kiamat dengan tiga rintangan. Dua rintangan adalah 
perdebetana dan perbantahan, satu rintangan adalah pembagian catatan 
amalnya. Barangsiapa yang menerima catatan amalnya di tangan kanannya, 
maka dihisab dengan hisab yang gampang, dan masuklah ia ke dalam surga. 
Barangsiapa diberikan catatan amalnya di tangan kirinya masuklah ia ke 
dalam neraka”
Bahkan mayat yang akan dikubur ditemani 
tiga hal yaitu keluarga, harta benda dan amal perbuatannya sebagaimana 
dikatakan dalam Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim sbb: “Pemberangkatan
 mayat itu diiringi oleh tiga hal, yaitu: keluargannya, harta bendanya 
dan amal perbuatannya. Yang dua akan pulang kembali dan satunya akan 
tetap tinggal. Yang pulang adalah keluarga dan harta bendannya, 
sedangkan yang tetap tinggal ialah amalannya”.
Jika keselamatan seseorang ditentukan 
oleh amalan baikknya selama di dunia ini, maka butuh SEBERAPA BANYAK 
perbuatan baik selama hidup kita ini agar timbangan kebaikkan kita 
memasukkan ke Surga? Adakah KEPASTIAN di dada kita bahwa perbuatan baik 
kita bakal membuat timbangan kita berat ke kanan dan memasukkan kita ke 
Sorga? Oleh karenanya seorang Muslim yang baik akan senantiasa berdoa 
demikian: “Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan 
kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan 
peliharalah kami dari siksa neraka" (Qs 2:201). DEPAG RI memberikan
 komentar terhadap doa mohon keselamatan tersebut demikian: Inilah doa 
yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.
Ketakwaan dan perbuatan baik menjadi penentu keselamatan seorang Muslim. Dalam 
Qs 19:71-72 dikatakan sbb: “Dan
 tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal 
itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. 
Kemudian Kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan 
membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut”
Ustadz ‘Ashim bin Musthafa, Lc dalam artikelnya menuliskan: “Yang
 perlu diketahui, Ulama ahli tafsir berbeda pendapat mengenai pengertian
 kata al-wurûd (mendatangi neraka) dalam ayat tersebut. Sebagian Ulama 
menyatakan, maksudnya neraka dihadirkan di hadapan segenap makhluk, 
sehingga semua orang akan merasa ketakutan. Setelah itu, Allâh Ta'ala 
menyelamatkan kaum muttaqîn (orang-orang yang bertakwa). Atau menurut 
penafsiran yang lain, semua makhluk akan memasukinya. Akan tetapi bagi 
kaum Mukminin meskipun mereka memasukinya, neraka akan menjadi dingin 
dan keselamatan bagi mereka. Di samping itu, terdapat penafsiran lain 
yang memaknai kata al-wurûd dengan mendekati neraka. Dan ada pula yang 
menafsirkan bahwa maksudnya adalah panas badan yang dialami kaum 
Mukminin saat menderita sakit panas. Syaikh ‘Abdul 
Muhsin menyatakan bahwa penafsiran paling populer mengenai ayat di atas 
ada dua pendapat. Pertama, semua orang akan memasuki neraka, akan tetapi
 kaum Mukminin tidak mengalami bahaya. Kedua, semua orang akan melewati 
shirâth (jembatan) sesuai dengan kadar amal shalehnya. Jembatan ini 
terbentang di atas permukaan neraka Jahannam. Jadi, orang yang 
melewatinya dikatakan telah mendatangi neraka. Penafsiran ini dinukil 
Ibnu Katsîr rahimahullâh dari Ibnu Mas’ûd radhiallâhu'anhu. Dari
 dua pendapat ini, Imam Ibnul Abil ‘Izzi rahimahullâh (wafat tahun 792 
H) memandang bahwa pendapat kedua itulah yang paling kuat dan râjih” [5]
 
KONSEP SOTERIOLOGI KRISTEN
Bagaimana Kekristenan melandaskan ajaran
 mengenai keselamatan dan kehidupan kekal? Berulang kali dan dalam 
berbagai kesempatan Yesus menegaskan nilai soteriologis menerima 
diri-Nya sebagai Mesias dan Anak Tuhan akan berdampak dalam kekekalan 
sbb:
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya 
barangsiapa mendengar perkataan-Ku dan percaya kepada Dia yang mengutus 
Aku, ia mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia 
sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup. Aku berkata kepadamu: 
Sesungguhnya saatnya akan tiba dan sudah tiba, bahwa orang-orang mati 
akan mendengar suara Anak Tuhan, dan mereka yang mendengarnya, akan 
hidup. Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri, 
demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri” 
(Yohanes 5:24-26)
 
“Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan
 dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa,
 kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14:6)
 
“Inilah hidup yang kekal itu, yaitu 
bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Tuhan yang benar, dan 
mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus” (Yohanes 17:3)
 
Berulang kali pula rasul-rasul Yesus 
menegaskan ulang dalam setiap pemberitaan Injil bahwa di dalam keimanan 
pada Yesus sebagai Mesias dan Anak Tuhan ada keselamatan dan kehidupan 
kekal sbb:
 
Petrus dan Yohanes menyatakan demikian: “Dan
 keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, 
sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan 
kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan."(Kisah Rasul 4:12)
 
Paul dan Silas menyatakan kepada kepala penjara Filipi demikian: “Ia
 mengantar mereka ke luar, sambil berkata: "Tuan-tuan, apakah yang harus
 aku perbuat, supaya aku selamat?" Jawab mereka: "Percayalah kepada 
Junjungan Agung Yesus Sang Mesias dan engkau akan selamat, engkau dan 
seisi rumahmu” (Kisah Rasul 16:30-31)
 
Dalam surat-surat pastoralianya, Rasul Paul menegaskan sbb:
 
“Sebab jika kamu mengaku dengan 
mulutmu, bahwa Yesus adalah Junjungan Agung Yang Ilahi, dan percaya 
dalam hatimu, bahwa Tuhan telah membangkitkan Dia dari antara orang 
mati, maka kamu akan diselamatkan” (Roma 10:9-10)
 
“Tetapi Tuhan yang kaya dengan 
rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada 
kita, telah menghidupkan kita bersama-sama dengan Kristus, sekalipun 
kita telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu
 diselamatkan -- dan di dalam Mesias Yesus Dia telah membangkitkan kita 
juga dan memberikan tempat bersama-sama dengan Dia di sorga, supaya pada
 masa yang akan datang Ia menunjukkan kepada kita kekayaan kasih 
karunia-Nya yang melimpah-limpah sesuai dengan kebaikan-Nya terhadap 
kita dalam Mesias Yesus. Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan 
oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Tuhan, itu bukan 
hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef 2:4-8)
 
NILAI & KEDUDUKAN PERBUATAN BAIK DALAM KEKRISTENAN
 
Lalu bagaimana kedudukan perbuatan baik 
dengan jika kita telah menerima keselamatan di dalam Yesus? Apakah 
manusia cukup hanya beriman saja dan tidak perlu berbuat baik saja?
 
Rasul Yakobus (Ya’aqov) memberikan jawaban hubungan antara iman dengan 
perbuatan sbb: “Apakah
 gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai
 iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu 
menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai 
pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu
 berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai 
kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi 
tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu 
tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 
2:14-17). Fungsi perbuatan adalah MENYEMPURNAKAN dan MEMBUKTIKAN bahwa 
seseorang memiliki iman sebagaimana dikatakan: “Tetapi
 mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", 
aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa 
perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari 
perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18) dan “Kamu lihat, bahwa iman 
bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu 
iman menjadi sempurna” (Yak 2:22).
 
Rasul Paul mengatakan dalam suratnya 
bahwa Kitab Suci dapat melengkapi kita dengan pedoman-pedoman berbuat 
baik. Muara akhir pembacaan dan pemahaman atas Kitab Suci adalah berbuat
 baik sebagaimana dikatakan: “Segala tulisan yang diilhamkan Tuhan 
memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk 
memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan 
demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap 
perbuatan baik” (2 Tim 3:16-17). Perbuatan baik adalah PENGALAMALAN seseorang 
akan perintah-perintah Tuhan.
 
 
NILAI & UPAH PERBUATAN BAIK
 
Rasul Paul mengatakan sbb: “Jangan 
sesat! Tuhan tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang 
ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur 
dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi 
barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh 
itu. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang 
waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah” (Gal 6:7-9). Dalam 
suratnya yang lain Rasul Paul mengingatkan sbb: “Camkanlah
 ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang 
yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing 
memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau 
karena paksaan, sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan 
sukacita. Dan Tuhan sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada 
kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan 
malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan” (2 Kor 9:6-8)
 
Dua kutipan surat di atas memberikan 
penegasan pada kita bahwa seberapa banyak yang kita perbuat entah 
menolong orang atau memberikan tsedaqah kita dalam bentuk harta kepada 
yang memerlukannya, akan berdampak dalam kehidupan kita. Seberapa banyak
 kita berbuat, demikianlah yang akan kita terima dalam kehidupan ini. 
Oleh karenanya, janganlah jemu dalam berbuat kebajikan agar kita 
memperoleh kebajikan dan kemurahan Tuhan dalam kehidupan di dunia ini.
 
Saya sering melihat dan menggemari salah
 satu tayangan di televisi swasta yang berjudul “Minta Tolong”. Tayangan
 ini menyiarkan bagaimana respon orang-orang kaya ketika seseorang 
meminta tolong sesuatu darinya sangat jauh berbeda dengan orang-orang 
miskin. Justru yang selalu memiliki kepekaan sosial dalam menolong 
adalah orang-orang yang marjinal secara ekonomi dan sosial sehingga 
mereka akhirnnya menerima upah dan berkat dari penyelenggara program 
siaran tersebut. Demikian pula jika kita tekiun dan rela dalam berbuat 
kebaikan tanpa mengharap upah dan pahala, maka Tuhan akan menyediakan 
upah dan pahala berupa kebaikkan yang akan mencukupi kebutuhan dalam 
kehidupan kita.
 
Perbuatan baik bukan hanya memiliki 
nilai di dunia ini namun dalam kekekalan. Maksud saya, perbuatan baik 
bukan prasyarat untuk masuk dalam kekekalan karena sebagai pengikut 
Mesias kita telah menerima kekekalan dan kehidupan melalui iman kita 
kepada Yesus Sang Mesias, namun demikian perbuatan baik kita di dunia 
kita akan memiliki nilai yang dibawa dan menentukan kita sebagai apa dan
 bagaimana dalam kekekalan sebagaimana dikatakan:
 
“Ia akan membalas setiap orang 
menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun 
berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi 
murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang 
tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rm 2:6-8).
 
“Sebab kita semua harus menghadap 
takhta pengadilan (Mesias) supaya setiap orang memperoleh apa yang patut
 diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik 
ataupun jahat” (2 Korintus 5:10).
 
“Lalu aku mendengar seperti suara 
himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru 
guruh yang hebat, katanya: "Halelu-Yah! Karena YHWH, Tuhan kita, Yang 
Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan 
bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba 
telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia. Dan kepadanya 
dikaruniakan supaya memakai kain lenan halus yang berkilau-kilauan dan 
yang putih bersih!" (Lenan halus itu adalah perbuatan-perbuatan yang 
benar dari orang-orang kudus). Lalu ia berkata kepadaku: "Tuliskanlah: 
Berbahagialah mereka yang diundang ke perjamuan kawin Anak Domba." 
Katanya lagi kepadaku: "Perkataan ini adalah benar, perkataan-perkataan 
dari Tuhan” (Why 19:6-9)
 
PENUTUP
Dengan kajian dan interpretasi terhadap 
tembang Ilir-ilir karya Sunan Kalijaga, kita tidak hanya berhenti sampai
 pada pemahaman dalam dataran konseptual bahwa soteriologi Islam 
dilandaskan pada ketakwaan dan perbuatan baik namun menjadi cermin bagi 
umat Kristen sebagai orang yang telah menerima kehidupan kekal sebagai 
jaminan atas keimanannya terhadap Yesus Sang Mesias sebagai Putra Tuhan,
 untuk menjaga dan memelihara keselamatan yang telah diterima dengan 
senantiasa rajin berbuat baik sebagaimana dikatakan dalam Titus 2:14 
sbb: “yang telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan 
kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu 
umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik” dan dikatakan pula dalam 
2 Timotius 3:16-17 sbb: “Segala
 tulisan yang diilhamkan Tuhan memang bermanfaat untuk mengajar, untuk 
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik 
orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Tuhan
 diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
Kehidupan yang Tuhan percayakan kepada 
kita hendaknya diisi dengan kerja dan karya serta ibadah dengan 
dilandasi rasa syukur dan kerelaan akan kehendak Tuhan. Ada salah satu 
lagu Jawa Kristen yang dinyanyikan oleh Philip Hadi yang mengekspresikan
 spirit yang sama dengan tembang Ilir Ilir karya Sunan Kalijaga
 namun dengan tekanan pada kehidupan yang penuh pengharapan dan 
kewaspadaan. Judul lagu tersebut Tangiyo. Berikut syairnya:
Uwis awan ayo konco padha tangi
Digatekke uripe ana ing ngendhi
Pratandhane wis cetha
Donyane arep sirna
Mulane kanca padha tangiya
Oh tangio, oh tangiyo
Gusti Yesus meh rawuh oh tangiyo
Mula padha elinga
Uripe diprayitna
Mulane konco padha tangia
Marilah kita menanti Sang Juruslamat, 
Ratu Adil dan Hakim dunia tersebut dengan kehidupan yang sadar, waspada 
dan senantiasa berbuat baik, sehingga ketika Dia datang, kita kedapatan 
tidak bercacat dan bercela sebagaimana dikatakan: “Sebab itu, 
saudara-saudaraku yang kekasih, sambil menantikan semuanya ini, kamu 
harus berusaha, supaya kamu kedapatan tak bercacat dan tak bernoda di 
hadapan-Nya, dalam perdamaian dengan Dia” (1 Ptr 3:14).
 
Teguh Hindarto, MTh.

[1] M. Hariwijaya, Sunan Kalijaga: Waliyullah Tanah Jawi, Yogyakarta: Vision 
03, 2006, hal 5
[2] Ibid., hal 37
[3] Keluarga Sakinah, Arti Lir Ilir Tembang Sunan Kalijaga, 
http://pak-professor.com/ks/index.php?option=com_content&task=view&id=122&Itemid=47
[4] Ibid.,
[5] Majalah As-Sunnah Edisi 09/Thn. XIII/Dzulhijjah 1430H/Desember 2010 M 
http://majalah-assunnah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=110




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke