Apa komentar Anda ?

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/02/01/200145/68/11/Wacana-Pemikiran-Alternatif-Gubernur-Diangkat-Presiden

Wacana Pemikiran Alternatif, Gubernur Diangkat Presiden 
Selasa, 01 Februari 2011 00:00 WIB      
Dalam tulisan Farouk Muhammad, anggota Dewan Perwakilan Daerah, di harian umum 
Media Indonesia edisi 18 Januari 2011, dengan judul 'Gubernur Dipilih Rakyat 
atau DPRD' terlihat pesimistis ketika proses penentuan kepala daerah tingkat 
gubernur diserahkan kepada mekanisme pemilu kada. Asumsi pertama yang dibangun 
adalah pemilu kada dibangun dengan harga mahal berupa komodifikasi suara 
rakyat. Praktik politik uang, jual beli suara, selalu menyertai ikhtiar 
(demokrasi) merebut kedaulatan rakyat. Sebagai contoh, pemilihan 244 kepala dan 
wakil kepala daerah untuk 2010 telah menghabiskan biaya sekitar Rp3,5 triliun. 
Data Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan, sejak 2005 terdapat 40 kepala 
daerah, baik gubernur, wali kota, maupun bupati, yang menjadi terpidana kasus 
korupsi. 

Dalam pemilu kada siapa saja boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah, 
termasuk kalangan artis dan kerabat keluarga elite lokal, meski dengan 
kemampuan memimpin terbatas. Pada zaman Orde Baru calon kepala daerah mesti 
mengerti manajemen kepemimpinan serta birokrasi perencanaan dan keuangan 
melalui persyaratan mengikuti Sespa atau Sespanas. Sekarang dengan modal uang 
ditambah modal ikatan kroni elite/dinasti lokal, mereka bisa menjadi kepala 
daerah. 

Adapun asumsi kedua adalah partai politik dinilai mengalami kegagalan dalam 
mendiferensiasikan ideologinya pada tataran empiris karena orientasinya lebih 
pada aktivitas memburu rente (rent seeking activity) ketimbang pembinaan 
(stewardship) politik terhadap kader. Akibatnya partai menjadi arena kontestasi 
modal dan moral hazard politikus untuk mengakumulasi kekuasaan di luar prosedur 
demokrasi. Seorang bupati yang telah dua kali menjabat dan karena dilarang 
menjabat ketiga kalinya, bisa mencalonkan diri lagi untuk jabatan wali kota, 
bahkan gubernur, seperti para bupati di Kalimantan Selatan yang ramai-ramai 
mencalonkan diri jadi gubernur. 

Asumsi-asumsi yang dibangun Farouk Muhammad tidak salah. Sebab, saat ini yang 
berkembang pada tataran praktis, pemilu kada tingkat gubernur dinilai 
memerlukan cost politic yang sangat besar. Besarnya angka cost politic itu juga 
yang kerap dikeluhkan para gubernur dan kerap membuat sejumlah gubernur 
tersandung ranah hukum. 

Demokrasi mundur 

Di sisi lain, kemunculan usulan agar pemilihan gubernur dikembalikan melalui 
mekanisme di DPRD tidak berjalan mulus. Asumsi ini terbangun bahwa 
mengembalikan pemilihan gubernur melalui mekanisme pemilihan di DPRD merupakan 
langkah mundur proses demokratisasi di Indonesia. Salah satu ruh tuntutan 
bergulirnya reformasi politik yang berlangsung sejak tahun 1998 lalu adalah 
memberikan hak kepada rakyat Indonesia untuk bisa menentukan (memilih) 
pemimpinnya secara langsung, dari pemimpin tingkat pusat hingga tingkat 
kabupaten/kota. Artinya, dengan mengembalikan pemilihan gubernur melalui 
mekanisme pemilihan oleh DPRD merupakan salah satu tindakan yang dapat melukai 
hati rakyat. 

Ruh dari proses demokratisasi yang terjadi di Indonesia adalah menegakkan 
prinsip demokrasi 'dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,' atau 
melaksanakan sistem presidensial yang mengharuskan pemimpin dipilih langsung 
oleh rakyat. Sementara pemilihan gubernur oleh DPRD merupakan bagian dari 
sistem parlementer. Sehingga beberapa pengamat hukum tata negara menilai, jika 
usulan tersebut dilaksanakan, terjadi ketidakkonsistenan dalam penganutan 
sistem pemerintahan. Satu menggunakan sistem presidensial, sedangkan satunya 
lagi menggunakan sistem parlementer. 

Jalan tengah 

Sangat tidak kondusif jika polemik pemilihan gubernur dibiarkan terus terjadi. 
Karena itu, patut ditelurkan 'politik jalan tengah' untuk menghentikan polemik 
tersebut. Pada kesempatan ini, penulis mengajukan usulan jalan tengah, yakni 
gubernur dipilih dan ditetapkan oleh presiden. Sementara untuk tingkat 
kabupaten/kota tetap dilakukan pemilu kada secara langsung. Secara 
konstitusional gubernur merupakan perwakilan pemerintah pusat yang berada di 
daerah. Sebagai perwakilan pemerintah pusat, peran utama gubernur adalah 
mengamankan dan mengimplementasi program-program pemerintah pusat di daerah. 
Patut kita sadari bahwa negara yang kita cintai ini menganut sistem negara 
kesatuan bukan menganut sistem negara federasi, seperti Malaysia atau Amerika 
Serikat. Di dalam negara kesatuan, gubernur memiliki peran yang cukup besar 
dalam mengamankan kedaulatan wilayah agar tetap berada dalam bingkai Negara 
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

Jika kita refleksi sejenak terhadap proses pemilu kada langsung tingkat 
gubernur yang telah terjadi beberapa tahun terakhir ini, proses transformasi 
demokrasi berjalan tidak sempurna. Meski secara prosedural demokrasi berjalan 
dengan baik, nilai-nilai demokrasi masih berjalan tersendat-sendat, atau bahkan 
tidak berkembang. Kasus-kasus money politic yang terjadi membuktikan bahwa 
demokrasi yang terjadi hanya bersifat transaksional. Mengutip pernyataan 
Profesor Dr Anwar Arifin, demokrasi yang berjalan di Indonesia saat ini adalah 
demokrasi transaksional. Dalam demokrasi transaksional, segala sesuatu diukur 
dengan cara bisnis yakni bertransaksi. 

Esensi demokrasi, yakni muncul partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak 
politiknya sehingga tercipta civil society, belum terlihat. Yang tampak adalah 
pemilu kada membuat rakyat semakin memiliki sifat pragmatisme. Ada uang, ada 
suara. 

Untuk meraih suara dukungan dari masyarakat, setiap kandidat diharuskan 
mengeluarkan uang untuk dapat membeli suara rakyat. Tak mengherankan jika para 
gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia 
mengeluhkan bahwa proses demokratisasi yang terjadi melalui mekanisme pemilu 
kada langsung membutuhkan cost politic yang sangat besar. Setiap calon gubernur 
atau calon wakil gubernur diharuskan memiliki economic capital jika ingin 
mendapatkan social capital dan politic capital. 

Demokrasi transaksional juga akan terjadi jika jabatan gubernur melalui 
mekanisme pemilihan oleh DPRD. Calon gubernur dan calon wakil gubernur akan 
dijadikan 'sapi perah' para anggota DPRD jika ingin memenangi kontestasi 
pemilihan gubernur. Tanpa economic capital yang besar, Anda dipastikan tidak 
akan mendapatkan politic capital atau social capital untuk menjabat sebagai 
gubernur. 

Pemilihan gubernur diserahkan oleh presiden juga untuk meminimalisasi 
friksi-friksi di dalam sebuah wilayah tingkat provinsi. Pengalaman di sejumlah 
daerah, kerap munculnya sikap 'ketidakpatuhan' sejumlah bupati/wali kota kepada 
gubernur dilatarbelakangi perbedaan partai politik. Laporan ketidakharmonisan 
antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sering menghiasi 
sejumlah media massa. Kondisi ini tentu akan menghambat proses pembangunan di 
tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Karena berada langsung di bawah presiden, 
laporan pertanggungjawaban utama gubernur adalah kepada presiden. 

Meski demikian, dalam usulan ini, DPRD provinsi masih diberi kewenangan untuk 
berpartisipasi dalam menentukan nama gubernur. Namun, kewenangannya hanya 
sebatas usulan dan rekomendasi kepada pemerintah pusat (presiden). Mirip 
seperti penentuan posisi Kepala Kepolisian RI (Kapolri) atau Kepala Kejaksaan 
RI (Jaksa Agung) untuk tingkat pemerintah pusat. DPR melakukan fit and proper 
test terhadap calon-calon yang diajukan presiden. 

Namun, dalam konteks penentuan gubernur, DPRD sebatas memiliki kewenangan untuk 
melakukan fit and proper test calon-calon gubernur dan untuk menentukan tiga 
nama yang akan diusulkan kepada presiden, kemudian presiden memilih tiga nama 
tersebut untuk ditetapkan dan dilantik sebagai gubernur definitif. Langkah ini 
ditempuh untuk memperkecil angka politik uang (demokrasi transaksional) yang 
terjadi jika pemilihan gubernur diserahkan sepenuhnya oleh DPRD. 

Agar jalan tengah ini bisa berjalan lancar, langkah hukumnya adalah Menteri 
Dalam Negeri dan DPR mencantumkan pasal khusus tentang pemilihan gubernur, yang 
berisi bahwa gubernur dan wakil gubernur dipilih oleh presiden atas 
usulan/rekomendasi hasil fit and proper test yang dilakukan DPRD. (*) 

Oleh HM Harry Mulya Zein 
Alumnus Program Doktor Universitas Padjadjaran Bandung; kini Sekretaris Daerah 
Kota Tangerang 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke