Refleki : APBN prioritaskan SDA di daerah miskin lantas bagaimana SDM? SDA 
habis dikeruk, SDM tinggal di tempat,  berarti tetap miskin karena 
keterbelakangan pemicu kemelaratan dan sebaliknya.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/content_96/read/apbn-perlu-prioritaskan-daerah-miskin/


Kamis 24. of Pebruari 2011 12:46 
APBN Perlu Prioritaskan Daerah Miskin 


     
Jakarta - Indonesia tidak pernah berani untuk meningkatkan produksi sumber daya 
alamnya dalam jumlah yang besar, sehingga negara ini menjadi lemah pada 
sektor-sektor yang seharusnya kuat.

Alokasi APBN diperlakukan sama untuk semua daerah. Padahal, daerah miskin perlu 
dapat prioritas lebih besar agar bisa bersama-sama mendorong tingkat produksi. 
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengemukakan hal ini saat 
berkunjung ke kantor redaksi Sinar Harapan, di Jl Raden Saleh, Jakarta Pusat, 
Rabu (23/2). Menurutnya, alokasi APBN di Indonesia sangat tidak adil dan sangat 
sentralistik. "Seharusnya difokuskan ke daerah yang dalam keadaan miskin," 
ujarnya. 


Ia menambahkan, anggar­an negara yang dimiliki cukup besar untuk peningkatan 
produksi SDA-nya, seperti di sektor perikanan, pertanian, dan energi. Fadel 
mencontohkan dalam sektor perikanan. Dalam sektor ini Indonesia mestinya bisa 
menjadi produsen hasil laut terbesar di dunia. Namun, selama ini tak pernah 
berani melakukan perubahan untuk menaikkan produksi sumber daya alam secara 
signifikan.


Menurutnya, produksi sumber daya alam, baik pertanian, perkebunan, maupun 
kelautan dan perikanan, dapat digenjot dengan melakukan perubahan signifikan 
pada program kerja. Namun, selama ini hal itu masih belum dilakukan akibatnya 
adanya ketidakberanian menaikkan produksi secara signifikan. "Permasalahan kita 
ini adalah tidak pernah berani menaikkan produksi dalam jumlah besar," katanya. 


Ia mencontohkan, ketika ia menargetkan kenaikan produksi ikan mencapai 30 
persen, banyak orang tidak percaya. Pada kenyataannya, setiap tahun kenaikan 
produksi ikan nasional mengalami kenaikan rata-rata 10 persen. Namun, Ia yakin, 
kenaikan itu akan menjadi besar perlahan-lahan apabila dilakukan dengan 
meng­ubah cara kerja dan anggaran. 


Di bidang rumput laut, saat ini Indonesia telah menjadi produsen rumput laut 
terbesar di dunia dengan produksi sebesar 3 juta ton per tahun. Sayangnya, 
produksi masih diekspor dalam bentuk produk mentah, karena kapasitas industri 
untuk memberikan nilai tambah rumput laut belum memadai.
Hal ironis terjadi pada produksi garam nasional. Sampai saat ini, Indonesia 
masih mengimpor garam dari sejumlah negara untuk memenuhi kebutuhan dalam 
negeri yang mencapai 3 juta ton per tahun. Berdasarkan data Kementerian 
Perdagangan, pada 2010 lalu realisasi impor garam industri sebesar 2,1 juta 
ton, atau naik dari tahun sebelumnya sebesar 1,7 juta ton.  


Hal itu terjadi akibat produksi garam nasional yang sangat renda akibat petani 
enggan berproduksi. Ke­eng­ganan itu berawal dari harga yang dipatok terlalu 
rendah, sehingga petani tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Sebagai contoh, di 
Nusa Tenggara Timur, garam hanya dihargai Rp 325 per kg, sementara ongkos 
produksi mereka mencapai Rp 300 per kg. Artinya, mereka hanya diberi keuntungan 
Rp 25 per kg.


Harusnya, harga garam di­se­suaikan menjadi Rp 600 per kg, sehingga petani 
garam pun dapat menikmati keuntungan yang cukup. "Padahal laut kita begitu 
besar. Harusnya kita malu mengimpor garam dalam jumlah besar," ujar Fadel.


Pertanyakan Impor
Pada kesempatan berbeda, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie 
mempertanyakan alasan pemerintah melakukan impor beras saat di kalangan petani 
masih surplus beras saat ini. Oleh karena itu, pemerintah harusnya terbuka 
mengenai berapa stok beras Bulog saat ini dan berapa kekurangan yang harus 
dipenuhi. Ia mengatakan, jika stok beras di kalangan petani masih mencukupi, 
pemerintah berkewajiban membeli guna mencukupi stok Bulog dari petani lokal. 
"Kita beli aja dari petani karena hal itu bisa membantu meningkatkan 
kesejahteraan petani," katanya. Aburizal juga berharap pemerintah menaikkan 
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah di tingkat petani dalam rangka menaikkan 
Nilai Tukar Petani (NTP). 


Menteri Pertanian Suswono kepada SH, saat ditemui di Bogor belum lama ini, 
menyatakan, target surplus 10 juta akan mampu dicapai dalam tiga tahun 
mendatang. Pencapaian surplus beras 10 juta akan dilakukan dengan intensifikasi 
dan ekstensifikasi pertanian.


"Jika iklim normal dan tidak ada gangguan lain, maka surplus beras akan dapat 
dilakukan dalam tiga tahun mendatang," kata Mentan. Jika surplus 10 juta ton, 
logikanya Bulog tidak akan mengimpor beras lagi.  Saat ini Indonesia sudah 
surplus 4,1 juta ton.

Prioritas Kaum Miskin
Menyikapi situasi ini, pemerintah dalam rapat yang dipimpin Menko Perekonomian 
Hatta Rajasa di Bappenas tadi malam, memutuskan untuk memprioritaskan enam 
program pro rakyat.  Keputusan ini merupakan tindak lanjut arahan/instruksi 
Presiden SBY terkait retreat yang dilaksanakan di Istana Bogor pada tanggal 
21-22 Februari lalu. Keenam program pro rakyat tersebut terdiri dari: pengadaan 
rumah sangat murah, pengadaan transportasi publik yang murah untuk rakyat, 
penyediaan air bersih, penyediaan listrik yang murah dan terjangkau untuk 
rakyat, penyediaan prasarana untuk para nelayan, dan keberpihakan terhadap 
masyarakat pinggiran kota.


Sementara itu, tema besar yang harus terealisasi adalah surplus beras 5-10 
tahun ke depan, penyediaan transportasi untuk mengatasi kemacetan, dan membuka 
lapangan pekerjaan. (mila novita/sigit wibowo/inno jemabut/effatha tamburian)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke