Milisers yang baik,

Dibawah ini adalah lampiran 'surat terbuka' dari salah satu penulis kolumnis 
kompasiana.com bernama Della Anna. Surat terbuka ini saya dapat dari 
kompasiana.com, yang isinya merespons pernyataan anggota DPR - PD bernama 
Marzuki Alies (MA) sebagai pernyataan spektakuler dan bersifat "kontrofersial", 
dalam hal 'Ketenagakerjaan' sebagai tenaga asing sektor rumah tangga di Luar 
negeri. 


Juga, saya lampirkaan beberapa komentar atas "surat terbuka" tsb dan karya 
tulisan dari salah satu TKI-HK bernama Ani Ramadhanie, yang  pula dalam 
tulisannya merespons sikap politik dan pernyataan MA - sang  anggota DPR tapi 
pula cukup aktip menulis di kompasiana.com

"Surat Terbuka" dari Della Anna dan tulisan Ani Ramadhanie dibawah ini adalah 
dari sekian banyak reaksi yang ada di kompasiana.com, berawal pada reaksi 
pemberitaan di situs Detik.com, 26 februari 2011, berjudul: Marzuki Alie: "TKW 
PRT buat Citra Indonesia Buruk."
Info selanjutnya silahkan click: 
http://us.detiknews.com/read/2011/02/26/135623/1579983/10/marzuki-alie-tkw-prt-buat-citra-indonesia-buruk


Info lainnya, silahkan click: 
ID Marzuki Ali bisa click:http://id.wikipedia.org/wiki/Marzuki_Alie
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/02/27/jangan-sampai-wartawan-detikcom-versus-kompasianers-seputar-pemberitaan-modis-bersama-marzuki-alie/


Mudah2an postingan ini bermanfaat bagi mereka yang peduli dan menghargai jasa 
besar kaum pekerja PRT di luar negeri sebagai salah satu penyumbang devisa 
terpenting buat Indonesia, ini mengingat lebih dari 60% devisa Indonesia 
sekitar 
6,6 miliar dollar AS tahun 2010 berasal dari sekitar 700 ribu TKW-PRT. Selain 
itu,  bagi TKI yang akan berangkat masih pula dikenakan pungutan 15 dollar AS 
per orang.

Salam Sejahtera

MiRa - Moderator milis sastra-pembebasan

***
 
Surat Terbuka Della untuk Pak Marzuki AlieOPINI | 02 March 2011 | 18:11 
________________________________

Kepada Yth,

Pak Marzuki Alie ditempat.-

 
Pak Marzuki yang budiman, sebelum saya memulai surat saya ini. Saya harapkan 
kiranya pak Marzuki ada dalam situasi sehat wal’ afiat dan juga lancar dalam 
tugas-tugas, amin.

Sayang sekali yaa pak saya tidak bisa mengikuti acara MODIS dengan Kompas dan 
Kompasiana serta teman-teman Kompasioners lainnya pada tanggal 26 februari 2011 
yang lalu. Sebab kalau saya bisa datang, wah alangkah senangnya bisa 
bercengkerama meramaikan suasana. Dan sekaligus bertemu dengan pak Marzuki 
Alie. 
Surat ini saya sengaja tulis secara terbuka saja untuk pak Marzuki Alie yang 
budiman ditempat. Sehingga isinya akan transparan bagi kita semua selaku 
penghuni Kompasiana. Sebab saya pikir topik surat saya berkenaan dengan  suatu 
masalah yang ada kaitannya dengan tugas pak Marzuki Alie sebagai wakil rakyat 
pada lembaga pemerintahan.

Pak Marzuki benar, bahwa untuk mengikuti kemauan 237juta jiwa  rakyat Indonesia 
itu sangat impossible, sebab itu alangkah baiknya semua keinginan tersaring 
dalam perwakilan-perwakilan rakyat. Baik didaerah dan pusat. Nah, kebetulan 
sekali nih pak Marzuki. Oleh karena pak Marzuki Alie kini sudah menjadi bagian 
dari Netizen Kompasiana maka saya melihat jalur ini adalah jalan yang tepat 
untuk saya pergunakan menyampaikan ide dan pendapat juga bercengkerama dengan 
bapak dalam bentuk tulisan yang terbuka. Saya pergunakan sebagai wahana 
penyampaian aspirasi rakyat media Netizen.

Della langsung saja yaa pak to the point pada topik permasalahan.

Terkejut Della membaca sebuah pemberitaan Marzuki Alie : TKW PRT Buat Citra 
Indonesia Buruk  , sebab menurut pemikiran saya dengan menghentikan pengiriman 
TKW terutama untuk  bagian PRT bukanlah solusi. Kita tidak menuju kepada 
substansi yang sebenarnya yang merupakan permasalahan mengapa tenaga kerja kita 
terutama PRT sangat rendah mutunya. Menurut Della substansi sebenarnya yang 
harus menjadi inti perhatian kita dari beberapakali tragedi yang  terjadi 
sebenarnya “bukan”  terletak pada tenaga kerja. Melainkan kepada birokrasi yang 
mengelola pengiriman TKW ke luar negeri. Inilah dilema atau katakan pokok  yang 
harus kita tinjau secara akurat. Sebab menurut saya kita harus konsekwen untuk 
menetapkan apakah TKW/PRT ini memang benar-benar tidak bermutu, sementara kita 
tidak pernah serius mengatasi permasalahan intern dalam birokrasi 
PJTKI/Penyalur 
Jasa TKI. Sudah bukan merupakan rahasia umum lagi kalau PJTKI dalam prakteknya 
sering menyimpang. Baik secara finansial/adminsitratif dan juga secara hukum.

Pak Marzuki yang budiman, kalau kita sudah bisa membereskan kepurukan dalam 
tubuh PJTKI dan meluruskan  penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pada 
Departemen Tenaga Kerja, maka niscaya pak kita bisa menyelamatkan TKW kita 
khususnya mereka yang berkecimpung dalam pekerjaan sebagai PRT. Saya pernah 
mengupas tentang masalah ini bahwa usaha Menakertrans untuk memperbaiki kondisi 
TKW  dengan memperbaiki kontrak kerja TKW, meneliti peta rumah majikan, jumlah 
pengguna dan berapa besar hasil pendapatan majikan. Bukan merupakan rencana 
yang 
tepat  Menakertrans mengatasi dilema selama ini pada TKW kita. Usaha 
Menakertrans menurut saya sangat tidak transparan. Oleh karena bukan segi itu 
yang harus diperbaiki, tetapi lebih kearah segi “si-pemberi kerja” dalam hal 
ini 
pihak PJTKI sebagai pihak pertama, dan baru setelah itu pihak kedua sebagai 
pemberi kerja  -majikan. Namun, majikan bisa kita seleksi sejak dari mula oleh 
pihak PJTKI, karena memang kewajiban pihak pemberi pekerjaan untuk menawarkan 
paket kerja kepada para tenaga  kerja.

Ohh yaa pak Marzuki, satu hal yang harus kita ingat. Pemasukkan pendapatan 
sebagai pendapatan devisa luar negeri dalam sektor jasa adalah yang sangat 
penting untuk APBN kita bukan. Nah, bisa kita bayangkan kalau pendapatan dari 
sektor jasa ini akhirnya dihapuskan atau ditiadakan. Kecuali memang  pihak 
pemerintah sudah siap 100% untuk mempersiapkan lapangan kerja baru bagi para 
TKW 
sektor PRT. Juga kita tidak boleh lengah bahwasanya tingkat pengangguran 
dinegara kita masih menempati peringkat yang  sangat tinggi, baik ditingkat 
daerah dan pusat. Hal ini disebabkan lapangan pekerjaan yang tersedia ”belum” 
bisa disesuaikan dengan kondisi pendidikan - skill dari para pencari pekerja 
yang notabene masih sekitar 60 - 75% dari golongan menengah - bawah.

Jadi pak Marzuki Alie yang budiman ditempat. Penghentian sementara TKW sektor 
PRT adalah tidak tepat pak. Saya kira Menakertrans kita itu harus lebih luas 
lagi wawasan beliau  dalam menimbang sebuah masalah berkaitan dengan pemasukkan 
sumber pendapatan negara. Dan demikian beliau harus pula menguasai lapangan 
perekonomian kita. Kalau Menakertrans hanya melihat dalam satu sisi saja, bahwa 
ekspor tenaga kerja dalam bidang atau sektor jasa PRT adalah hal yang memalukan 
dan membawa segi buruk bagi citra bangsa dan negara Indonesia  tanpa melakukan 
perbaikan birokrasi pada PJTKI dan Departemen Tenaga Kerja,  wah pak Marzuki, 
saya sendiri menilai Menakerstrans tidak menguasai bidangnya dengan baik. Bukan 
dengan cara itu kita memecahkan sebuah problema bangsa. Justru kita 
pertama-tama 
harus menilik tatanan birokrasi yang secara tekhnis merupakan pos pertama 
seorang TKI lolos dalam proses pengiriman ke luar negeri.

Ini adalah pemikiran saya dalam memberi reaksi pernyataan pak Marzuki Alie pada 
sebuah pemberitaan. Della tidak mengatakan bahwa yang pak Marzuki  Alie 
sampaikan didepan para hadirin MODIS itu salah,  sebab Della sendiri tidak 
hadir 
kok. Tetapi apa yang Della baca pada pemberitaan detiksNews, kiranya bisa 
dilihat sebagai bagaimana usaha kita menyelamatkan satu sektor dalam bidang  
jasa sebagai sumber pendapatan negara yang paling penting. Manusia para TKW 
hanya bertujuan mencari pekerjaan untuk mengatasi situasi dan kondisi ekonomi 
keluarga dan dirinya. Dan hal ini tentunya logis kalau dilakukan dengan 
berbagai 
cara termasuk cara ilegal.  Nah, bagaimana kita sebagai pemerintah 
mengantisipasi cara-cara ilegal ini yaitu dengan menata birokrasi penerima 
tenaga kerja dengan baik. Membersihkan mereka dari KKN dan 
penyimpangan-penyimpangan yang memang tidak mudah, karena moral dan mental. 
Tetapi dengan mengorbankan masa depan pencari kerja TKW dalam bidang jasa 
sektor 
PRT adalah tidak tepat sama sekali bila kita mendadak menghentikannya, tanpa 
melihat permasalahn secara terkait.

Meningkatnya kebutuhan hidup, situasi perekonomian dan  ditunjang lagi dengan 
masalah kependudukan lainnya adalah masalah bangsa dan negara. Sebab itu 
sebagai 
lembaga pemerintah kita memang dituntut lebih supel dan ekonomis serta 
konduktif. Semuanya untuk kesejahteraan rakyat kita sendiri.

Demikianlah surat terbuka Della untuk pak Marzuki Alie yang budiman, tidak ada 
kata yang paling tepat bila saya menyampaikan, terimakasih banyak untuk bapak 
atas perhatiannya.  Della berdoa agar pak Marzuki ditengah-tengah kesibukan 
tugas-tugas selaku ketua DPR RI diberikan oleh Allah SWT kesehatan, kekuatan 
dan 
juga ketabahan, amin.

 
Salam hormat,
@Della Anna
-da02032011venlo-

***
Komentar berdasarkan tanggal: 

Indra
2 March 2011 18:30:27

Sepakat @mbak della. TKI dan TKW penyumbang devisa yg cukup besar. Yg perlu 
dibenahi dari pihak penyelenggara dalam hal ini PJTKI dan agen agen tenaga 
kerja 
lainnya. Perlunya juga rekonsolidasi antara pihak penyelenggara dengan negara 
tujuan berikut majikan. Perlunya pula pengarahan dan kontrol yg ketat pada agen 
agen tenaga kerja, untuk selanjutnya dapat mengeksport tenaga kerja yg lebih 
terdidik dan lebih terampil. Jaminan hukum terhadap para TKI juga perlu 
dimaksimalkan agar tidak ada lagi TKI yg diperlakukan kurang pantas. Salam

#

Della Anna
3 March 2011 00:15:38
0

Terimakasih banyak temanku @Indra

Benar teman, justru yg harus dibenahi adalah penyelenggara penyalur tenaga 
kerja=PJTKI.

Tidak salah seseorang mencari pekerjaan  sebagai PRT meskipun dia minim 
pengetahuan. Keadaan ekonomilah yg memaksa seseorg menjalani ini semua. Nah, 
kalau PJTKI sejak dari semula sdh menyeleksi dgn benar, tdk menerima begitu 
saja 
dan melakukan test. Pasti lah tdkakan terjadi pelecehan dan tragedi.

Selama ini PJTKI itu kan hanya memeras tenaga kerja, mereka tdk melihat hal2 
lain sebagai persyaratan dan keamanan, mereka hanya melihat uang.

Biarpun TKW /PRT di STOP, tapi kalau birokrasi PJTKI makin marak saja KKN nya, 
maka percuma deh.

Kasihan sekali mereka ini saudara2 kita, yg ingin mencari makan dan bekerja. 
Terdampar di negeri org utk kembali sulit, apalagi mendptkan pekerjaan, 
sementara itu uang mereka sdh habis samasekali. Apakah pemerintah care? 
Sepertinmya tidak. Hanya menyudutkan saja.

Terimakasih banyak @Indra, salam selalu
#

Della Anna
3 March 2011 15:46:36

Uraian teman @Presley, benar.

Heran kan kalau pemerintah mudah saja  mengambil jalan tengah menyetop 
“sementara” pengiriman TKI-PRT. Di stop sementara atau selamanya seharusnya 
pemerintah sdh bisa melihat bahwa policy ini membawa kerugian yg sangat besar 
dalam pendapatan pemasukan devisa dari LN

Sepertinya Menakertrans itu berbicara se-enaknya dia, tdk pernah berpikir 
panjang, of memang para pejabat kita sekarang seperti itu. Wah payah deh.
Pantasan saja KKN nya gak pernah habis2 nya, pantasan saja cara kerja mereka 
amburadul. Sayang sekali

Ini baru masalah TKI mereka sudah seperti itu, bagaimana lagi kalau masalahnya 
kita akan diserang perang dari negara lain!, panik gak karuan2 mungkin.

Terimakasih teman @Presley, salam hangat selalu

#

Ninalevi Levi
3 March 2011 00:48:13

Sekarang ini memang rasanya kurang tepat sekaligus menstop TKW, walaupun jika 
bisa memilih saya setuju stop TKW. Sebenarnya pak MA benar TKW memalukan 
Indonesia, dimana pria di Indonesia, sampai para  wanitanya harus banting 
tulang 
ke negara lain, untuk pria hal yang memalukan, hidupnya tergantung dari 
keringat 
wanita,akhirnya pria-pria Indonesia harganya juga rendah masih bagus ternyata 
walaupun sedikit masih ada pak MA yang berpikir secara pria.Jika ada TKW yang 
niatnya untuk merubah saya setuju untuk sedikit waktu bukan untuk sampai 
berkali-kali atau puluhan tahun terpisah dari keluarga, sebenarnya jika belum 
rumah tangga tanpa meninggalkan anak dan suami masih bisa di katakan cukup baik 
walaupun tetap wanita adalah wanita, dimana lebih tinggi memiliki 
resikonya,jika 
itu seorang ibu walaupun tujuan untuk membantu rumah tangga namun perlu diingat 
tujuan perkawinan itu sendiri, apakah hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup 
dengan uang, suami yang berjauhan dengan istrinya ,anak-anak yang besar tanpa 
kasih sayang ibu dan kehadiran ibu di ganti dengan uang, itu bukan hal yang 
baik 
untuk generasi mendatang. wanita adalah ibu dari kehidupan, ibu yang  memasak 
dengan tangannya akan mendoakan anaknya sukses dan sehat, sebagai istri 
menyiapkan makanan suami dengan rasa cinta dan doa akan kesuksesan suami dan 
keluarganya, hal yang tak bisa di gantikan dengan uang. Jika TKI itu pergi 
dengan keluarganya satu hal namun jika sendiri bukan hal terbaik, terutama bagi 
yang berkeluarga,jika masih single satu hal , untuk menjadi TKI/TKW tentunya 
dengan target merubah kehidupan,merubah kehidupan bukan merubah rumah dari 
sederhana jadi cukup mewah, mempunyai kendaraan, ataulainnya yang sifatnya 
sementara dimana tak akan pernah puas, tiap tahun ada dan berganti model, hasil 
TKI ini menjadi modal untuk masa depan, contohnya TKI yang menjadi dosen, TKI 
yang membuka usaha ,TKI yang bisa mengelolah pertanian tradisional menjadi 
bertehnologi. Untuk saya perkataan Pak MA kali ini harusnya menyetil semua 
pihak 
yang namanya pria Indonesia, dimana pria di Indonesia tak bisa melindungi dan 
memberi kehidupan bagi wanita  Indonesia,sampai sebagian besar TKW harus 
bekerja 
di luar Indonesia, dimana secara resiko termasuk tinggi.Hal umum pria mencari 
nafkah kemana-mana untuk anak dan istri, di negara majupun sama tak ada wanita 
yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga kecuali jika memang single parent, 
yang ada wanita membantu suami, padahal cukup banyak TKW prt ini yang memenuhi 
seluruh kebutuhan rumah tangganya, dan suami ikut serta menghabiskan 
penghasilan 
istri dari hasil TKW prt di luar Indonesia, masih baik jika hasil TKW prt ini 
untuk pendidikkan anak-anak ataupun membeli lahan pertanian,buka usaha,dll 
sehingga istrinya tak perlu TKW lagi, kenyataan di lapangan lebih besar yang 
sebenarnya hasil TKW ini habis begitu saja, hanya untuk konsumtif.

#

Della Anna
3 March 2011 16:03:02
0

Uaraian yang bagus sekali dari teman @Ninalevi-levi,

Memang dear, kalau kita menganalisa permasalahan TK kita, maka banyak sekali 
benang2 yg semrawut  kesana sini, semua saling berkaitan bahkan ruwet.

Seyogyanya memang demikian, seorang ibu- sebaiknya mengurus rumah tangga atau 
tidak meninggalkan keluarganya sejauh ini, boleh bekerja tetapi tdk keluar dari 
lingkaran keluarga sejauh ini.

Tetapi itulah dear @Nina, masalah kependudukan di NKRI ini demikian 
complecated. 
Kesejahteraan sosial dalam kehidupan masyarakat utk gol. menengah dan bawah 
demikian merosot tajam dan memilukan. Kita jangan melihat kehidupan mewah para 
selebritis dan mereka dengan pendpt. tinggi. Sebab bagaimanapun tingkat 
kemiskinan di negeri ini masih menduduki rangking no. 1

Inilah kendala. Kalau sampai seorang wanita apalagi ibu dari anak2 meninggalkan 
rumah dan suami + anak2nya bekerja dijauh tempat, itu berarti ALARM, bahwa 
pendapatan utk menghidupi keluarga tdk mencukupi.

Lalu kita bertanya loh kemana tuh para suami mereka? malas sekali !.

Ternyata para suami dari gol. menengah bawah ini pun  mengalami masalah yg 
sama, 
tingkat pendidikan mereka tdk memenuhi persyaratan dari pekerjaan yg mereka 
ingin kerjakan. Jadilah pengangguran dalam situasi sdh bekeluarga. Mau jadi 
pembantu ? akh laki2 jadi pembantu rumah tangga. Untuk mau mencakul disawah 
saja 
mereka tidak diterima. jadi tukang pukul di toko2 mungkin diterima, atau ngojek 
atau lain2nya. Tetapi tetap saja pendpt tdk mencukupi. Semua harga sembako 
mahal. apalagi biaya pendidikan. Slogan bahwa biaya pendidikan itu GRATIS 
hanyalah BULSHIT dari pemerintah. Bagaimanapun anak2 didik harus membeli buku2.

Akhirnya diambil komitment, biarlah istri mengalah mencari nafkah dan suami 
mengawasi anak2 dan mencari nafkah sebisanya disekitar rumah.

Yg menjadi masalah kita juga adalah banyak TKW-PRT yang asalnya dari pekerja 
PROSTITUSI, karena ingin mendapatkan gaji yg cukup besar daripada dia praktek 
didaerahnya, akhirnya mereka menjalankan hal ini. Hal hasil beginilah. Lari 
dari 
majikan  dan meneruskan kembali pekerjaan PROSTITUSI dinegara lain.

Banyak cerita tentang hal ini, Juga mengapa PRT yg di ekspor itu kok tdk 
mengerti pekerjaan dsb.

Saya kira segi2 tekhnis seperti;

- bahasa
- pengalaman menggunakan barang2 elektronik yg canggih atau barang2 modern, 
masih kurang.

Akhirnya terjadi kesalah pahaman antara pihak majikan dan pekerja. Maka tak 
heran kalau TKW-PRT semua babak belur tubuhnya.

Saya heran, mengapa majikan di Arab Saudi tega menyiksa TKW-PRT dari Indonesia 
sampai demikian, tetapi kepada TKW-PRT dari Malaysia, dari Philipina TIDAK !

Nah, inilah yg harus kita telaah.
Satu hal yg jelas orang2 Philipina dan Malaysia itu bisa berbahasa Inggeris, 
nah 
PRT kita ?

Jadi saya kira Menakertrans, harus melihat kendala yg sangat berkaitan satu dgn 
lain ini dgn cermat, terutama menata sistim di PJTKI dan Depnaker. Sebab 
disanalah sebenarnya oknum2 yg sering meloloskan TKW yg tidak  berkualitas.

Senang bercengkerama dengan teman @Ninalevi, salam hangat selalu dan banyak 
terimakasih yaa @Nina

Della Anna
3 March 2011 15:46:36


Uraian teman @Presley, benar.

Heran kan kalau pemerintah mudah saja mengambil jalan tengah menyetop 
“sementara” pengiriman TKI-PRT. Di stop sementara atau selamanya seharusnya 
pemerintah sdh bisa melihat bahwa policy ini membawa kerugian yg sangat besar 
dalam pendapatan pemasukan devisa dari LN

Sepertinya Menakertrans itu berbicara se-enaknya dia, tdk pernah berpikir 
panjang, of memang para pejabat kita sekarang seperti itu. Wah payah deh.
Pantasan saja KKN nya gak pernah habis2 nya, pantasan saja cara kerja mereka 
amburadul. Sayang sekali

Ini baru masalah TKI mereka sudah seperti itu, bagaimana lagi kalau masalahnya 
kita akan diserang perang dari negara lain!, panik gak karuan2 mungkin.

Terimakasih teman @Presley, salam hangat  selalu

#

Ninalevi Levi
3 March 2011 00:48:13
1

Sekarang ini memang rasanya kurang tepat sekaligus menstop TKW, walaupun jika 
bisa memilih saya setuju stop TKW. Sebenarnya pak MA benar TKW memalukan 
Indonesia, dimana pria di Indonesia, sampai para wanitanya harus banting tulang 
ke negara lain, untuk pria hal yang memalukan, hidupnya tergantung dari 
keringat 
wanita,akhirnya pria-pria Indonesia harganya juga rendah masih bagus ternyata 
walaupun sedikit masih ada pak MA yang berpikir secara pria.Jika ada TKW yang 
niatnya untuk merubah saya setuju untuk sedikit waktu bukan untuk sampai 
berkali-kali atau puluhan tahun terpisah dari keluarga, sebenarnya jika belum 
rumah tangga tanpa meninggalkan anak dan suami masih bisa di katakan cukup baik 
walaupun tetap wanita adalah wanita, dimana lebih tinggi memiliki 
resikonya,jika 
itu seorang ibu walaupun tujuan untuk membantu rumah tangga namun perlu diingat 
tujuan perkawinan itu sendiri,  apakah hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup 
dengan uang, suami yang berjauhan dengan istrinya ,anak-anak yang besar tanpa 
kasih sayang ibu dan kehadiran ibu di ganti dengan uang, itu bukan hal yang 
baik 
untuk generasi mendatang. wanita adalah ibu dari kehidupan, ibu yang memasak 
dengan tangannya akan mendoakan anaknya sukses dan sehat, sebagai istri 
menyiapkan makanan suami dengan rasa cinta dan doa akan kesuksesan suami dan 
keluarganya, hal yang tak bisa di gantikan dengan uang. Jika TKI itu pergi 
dengan keluarganya satu hal namun jika sendiri bukan hal terbaik, terutama bagi 
yang berkeluarga,jika masih single satu hal , untuk menjadi TKI/TKW tentunya 
dengan target merubah kehidupan,merubah kehidupan bukan merubah rumah dari 
sederhana jadi cukup mewah, mempunyai kendaraan, ataulainnya yang sifatnya 
sementara dimana tak akan pernah puas, tiap tahun ada dan berganti model, hasil 
TKI ini menjadi modal untuk masa depan, contohnya TKI yang menjadi dosen,  TKI 
yang membuka usaha ,TKI yang bisa mengelolah pertanian tradisional menjadi 
bertehnologi. Untuk saya perkataan Pak MA kali ini harusnya menyetil semua 
pihak 
yang namanya pria Indonesia, dimana pria di Indonesia tak bisa melindungi dan 
memberi kehidupan bagi wanita Indonesia,sampai sebagian besar TKW harus bekerja 
di luar Indonesia, dimana secara resiko termasuk tinggi.Hal umum pria mencari 
nafkah kemana-mana untuk anak dan istri, di negara majupun sama tak ada wanita 
yang memenuhi seluruh kebutuhan rumah tangga kecuali jika memang single parent, 
yang ada wanita membantu suami, padahal cukup banyak TKW prt ini yang memenuhi 
seluruh kebutuhan rumah tangganya, dan suami ikut serta menghabiskan 
penghasilan 
istri dari hasil TKW prt di luar Indonesia, masih baik jika hasil TKW prt ini 
untuk pendidikkan anak-anak ataupun membeli lahan pertanian,buka usaha,dll 
sehingga istrinya tak perlu TKW lagi, kenyataan di lapangan lebih besar yang 
sebenarnya hasil TKW  ini habis begitu saja, hanya untuk konsumtif.


#pektakuler dan bersifat "kontrofersial" dari , dalam hal  'Ketenagakerjaan' 
sebagai tenaga asing sektor rumah tangga di Luar  negeri. 


Della Anna
3 March 2011 16:03:02
0

Uaraian yang bagus sekali dari teman @Ninalevi-levi,

Memang dear, kalau kita menganalisa permasalahan TK kita, maka banyak sekali 
benang2 yg semrawut kesana sini, semua saling berkaitan bahkan ruwet.

Seyogyanya memang demikian, seorang ibu- sebaiknya mengurus rumah tangga atau 
tidak meninggalkan keluarganya sejauh ini, boleh bekerja tetapi tdk keluar dari 
lingkaran keluarga sejauh ini.

Tetapi itulah dear @Nina, masalah kependudukan di NKRI ini demikian 
complecated. 
Kesejahteraan sosial dalam kehidupan masyarakat utk gol. menengah dan bawah 
demikian merosot tajam dan memilukan. Kita jangan melihat kehidupan mewah para 
selebritis dan mereka dengan pendpt. tinggi. Sebab bagaimanapun tingkat 
kemiskinan di negeri ini masih menduduki rangking no. 1

Inilah kendala. Kalau sampai seorang wanita apalagi ibu dari anak2  
meninggalkan 
rumah dan suami + anak2nya bekerja dijauh tempat, itu berarti ALARM, bahwa 
pendapatan utk menghidupi keluarga tdk mencukupi.

Lalu kita bertanya loh kemana tuh para suami mereka? malas sekali !.

Ternyata para suami dari gol. menengah bawah ini pun mengalami masalah yg sama, 
tingkat pendidikan mereka tdk memenuhi persyaratan dari pekerjaan yg mereka 
ingin kerjakan. Jadilah pengangguran dalam situasi sdh bekeluarga. Mau jadi 
pembantu ? akh laki2 jadi pembantu rumah tangga. Untuk mau mencakul disawah 
saja 
mereka tidak diterima. jadi tukang pukul di toko2 mungkin diterima, atau ngojek 
atau lain2nya. Tetapi tetap saja pendpt tdk mencukupi. Semua harga sembako 
mahal. apalagi biaya pendidikan. Slogan bahwa biaya pendidikan itu GRATIS 
hanyalah BULSHIT dari pemerintah. Bagaimanapun anak2 didik harus membeli buku2.

Akhirnya diambil komitment, biarlah istri mengalah mencari nafkah dan suami 
mengawasi anak2 dan mencari nafkah  sebisanya disekitar rumah.

Yg menjadi masalah kita juga adalah banyak TKW-PRT yang asalnya dari pekerja 
PROSTITUSI, karena ingin mendapatkan gaji yg cukup besar daripada dia praktek 
didaerahnya, akhirnya mereka menjalankan hal ini. Hal hasil beginilah. Lari 
dari 
majikan dan meneruskan kembali pekerjaan PROSTITUSI dinegara lain.

Banyak cerita tentang hal ini, Juga mengapa PRT yg di ekspor itu kok tdk 
mengerti pekerjaan dsb.

Saya kira segi2 tekhnis seperti;

- bahasa
- pengalaman menggunakan barang2 elektronik yg canggih atau barang2 modern, 
masih kurang.

Akhirnya terjadi kesalah pahaman antara pihak majikan dan pekerja. Maka tak 
heran kalau TKW-PRT semua babak belur tubuhnya.

Saya heran, mengapa majikan di Arab Saudi tega menyiksa TKW-PRT dari Indonesia 
sampai demikian, tetapi kepada TKW-PRT dari Malaysia, dari Philipina TIDAK !

Nah, inilah yg harus kita telaah.
Satu hal yg jelas orang2 Philipina dan  Malaysia itu bisa berbahasa Inggeris, 
nah PRT kita ?

Jadi saya kira Menakertrans, harus melihat kendala yg sangat berkaitan satu dgn 
lain ini dgn cermat, terutama menata sistim di PJTKI dan Depnaker. Sebab 
disanalah sebenarnya oknum2 yg sering meloloskan TKW yg tidak berkualitas.

Senang bercengkerama dengan teman @Ninalevi, salam hangat selalu dan banyak 
terimakasih yaa @Nina

***
http://sosbud.kompasiana.com/2011/03/02/salam-dari-bapak-marzuki-alie-khusus-buat-pekerja-rumah-tangga-di-hong-kong/


Sosbud
Ani Ramadhanie Hati seperti gelombang air laut, pasang surut kadang terbawa 
arus... 

Salam dari Bapak Marzuki Alie Khusus Buat Pekerja Rumah Tangga di Hong KongREP 
| 
02 March 2011 | 00:43   

________________________________
 
 
googledotcom
Mungkin tulisan ini sudah tergolong basi, tetapi di tengah rutinitas saya yang 
sangat padat, saya hanya ingin berbagi. Sungguh sesak rasa di dada saya ketika 
malam Minggu kemaren saya baca di Detik.com yang menurunkan berita bahwa 
menurut 
Bpk. Marzuki Alie, Pekerja Rumah Tangga- Tenaga Kerja Wanita membuat citra 
Indonesia buruk di luar negeri. Emosi saya langsung memuncak sedangkan air mata 
jatuh tak tertahankan lagi ketika ada beberapa kalimat yang mengucur deras dan 
terkesan “vulgar” dalam bagaimana menyampaikannya. Siapa yang tidak tahu dengan 
Bpk. Marzuki Alie? Selain seorang petinggi Negara, tentu saya tahunya beliau 
adalah seorang Kompasianer yang sempat “Naik Daun” gara-gara artikel yang 
ditulis oleh seorang Kompasianer juga sempat heboh dan terbaca lebih dari 
30.000 
pembaca di Kompasiana. Beberapa kali saya ulangi untuk membaca berita tersebut, 
tetapi dada  saya seakan semakin sesak saja. Kecewa. Itulah reaksi saya ketika 
itu. Bagaimana mungkin seorang petinggi negara kok ngomongnya sembrono seperti 
itu? Dan tentu, peristiwa “ Tulisan Heboh” yang juga membawa Marzuki Alie 
menjadi seorang Kompasianer juga mengekor di kepala saya. Kalau dulu saja 
sembrono bilang seperti itu, kenapa sekarang tidak mungkin?

Tidak tahan rasanya, malam itu saya langsung kirim inbox via Facebook ke- Babeh 
(helmibudiprasetio) yang Sabtu siang juga mengikuti acara modis bersama 
kompasiana. Setelah saya bertanya ini-itu, akhirnya saya mendapatkan jawaban 
dari apa yang pengen saya tahu. Tetapi rasa ingin tahu saya belum puas sampai 
di 
situ. Akhirnya saya telfon seorang sahabat kompasianer yang juga sama mengikuti 
acara Modis bareng Kompasiana, Om Dian Kelana. Setelah saya tanyakan langsung 
kepada Om Dian, sebenarnya apa yang diperbincangkan oleh Bpk . Marzuki Alie 
pada 
saat acara sedang berlangsung? Dan setelahnya, saya  mendapatkan jawaban yang 
bisa membuat hati untuk menurunkan emosi yang sempat memuncak. Tidak dipungkiri 
karena saya adalah seorang TKW.


Menjamurnya dunia tekhnologi, apalagi penggunaan internet yang digunakan oleh 
para TKW di Hong Kong, membuat kabar dari share link ke link, inbox ke inbox, 
dari group-group tertutup yang dibuat khusus oleh beberapa kawan organisasi di 
Hong Kong semakin heboh saja. Berbagai opini, persepsepsi bahkan kecaman sempat 
mewarnainya.

Hingga pada Minggu pagi, saya melihat seorang sahabat POSTING sebuah status di 
Facebooknya, yang intinya mengakbarkan klarifikasi langsung yang baru saja 
disampaikan langsung oleh Bpk.Marzuki Alie khusus kepada para TKW di Hong Kong. 
Yang juga berlanjut oleh perbincangan yang dirangkum menjadi note di bawah ini:

Assalamu’alaikum wr.wb.

Kawan semua.

Sungguh tiada menduga, pagi ini, pk. 9.00 Waktu HK, ada telepon masuk dari Mbak 
Wulan, kru RRI Pusat. Beliau  bermaksud menyambungkan saya dengan Bpk. Marzuki 
Ali, Ketua DPR RI yang sudah on air dengan Mbak Anis Hidayah, Direktur Migrant 
Care, atas rekomendasi Bpk. Bambang S.Soedjadi.

Intinya, siaran langsung ini adalah upaya klarifikasi dari banyak pihak, 
termasuk Bpk. Marzuki Ali sendiri, terkait berita panas yang bersumber dari 
pernyataan beliau. Tentu semua sudah tahu, kan?

Terus terang, waktu baca di Kompas, dan media- online lainnya, rasanya seperti 
tersengat medan listrik. Tapi begitu baca statement-statement dari banyak teman 
lain, saya nggak seperti biasanya menggebu-gebu untuk menanggapi. Kawan-kawan 
lain sudah mewakili apa yang saya rasakan.

Dari pembicaraan tak lebih dari lima menit tadi, saya sempat mengungkapkan 
ketidaknyamanan saya sedikit, karena saya yakin, Mbak Anis sudah sangat 
mewakili 
kami.

Kalau bapaknya saja tidak tahu cara bagaimana menjunjung kehormatan 
anak-anaknya 
di mata dunia, lalu bagaimana bangsa lain  akan menghormati kita, begitu saya 
menyampaikan. Saya juga meminta agar Pak Marzuki dan pejabat-pejabat lainnya 
menyelami kondisi BMI sebelum mengeluarkan pernyataan atau sejenisnya.

“Buruknya skill dan kondisi pekerja migran Indonesia, ada sebabnya, Pak. Ada 
akibat tentu ada sebabnya. Dan Itu yang harus Bapak pahami,” kira-kira begitu 
tadi saya ngomongnya. Langsung dijawab Pak Marzuki,  selama ini beliau juga 
selalu mengikuti kabar para TKI LN termasuk yang di Hong Kong yang suka 
nge-dance dan sebagainya. Beliau memuji kondisi BMI Hong Kong yang lebih maju 
dari yang di negara penempatan lainnya. Menanggapi koment beliau itu, saya 
sampaikan bahwa kita bisa begini karena ada dukungan, jaminan  perlindungan 
hukum dari pemerintah Hong Kong.

Saya masih akan meneruskan bahwa kondisi bagus pekeja rumah tangga di Hong Kong 
bukan hasil usaha pemerintah Indonesia. Malah kebijakan pemerintah kita 
menyalahi/ bertentangan dengan aturan  hukum Hong Kong. Biaya penempatan, 
pelanggran majikan, agen dan PJTKI yang dibiarkan, atau malah didukung. Dan 
banyak sekali yang ingin saya sampaikan.

Tapi karena waktu sudah habis, terpaksa hal itu hanya sampai di tenggorokan.

Dalam kesempatan itu, berulang kali Pak Marzuki mengharapkan, apa yang 
dikatakannya dalam acara yang  disaksikan oleh banyak orang itu, jangan 
dipelintir sepotong-potong, karena akan menimbulkan salah paham.

Beliau juga menegaskan, sama sekali tidak bermaksud melecehkan pekerja rumah 
tangga migran Indonesia.

Salam beliau untuk pekerja rumah tangga Indonesia di Hong Kong.

Salam

Susie Utomo ( Ketua FLP-HK 2010-2011)

Lebih jauh dalam menanggapi hal ini, saya pribadi tidak ingin membahas 
perseteruan antara Detik.com dengan Bpk.Marzuki Alie. Ataupun klarifikasi 
langsung Bpk.Marzuki Alie yang ditujukan kepada TKW DI Hong Kong. Tetapi, saya 
hanya ingin menyampaikan uneg-uneg di hati  ( daripada di simpan dan jadi 
bisulan hehe :) )

Pergi jauh dari rumah, sanak keluarga dan tanpa ditanyapun, menjadi TKW adalah 
bukan menjadi sebuah keinginan untuk kami. Jika memang disuruh memilih, sudah 
tentu kami akan memilih untuk tetap tinggal di tanah air tanpa harus mengungsi 
di sebuah peraduan yang asing bagi kami. Tetapi apakah kami akan diam saja 
melihat anak-anak kami butuh makan? Sedangkan penciptaan lapangan kerja di 
tanah 
air masih sangat terbatas? Apakah kami akan duduk diam saja di rumah ketika 
anak-anak kami membutuhkan Sekolah? Sedangkan biaya Sekolah saja mahalnya 
melambung sampai langit ke-tujuh.

jika solusinya adalah penghentian pengiriman tenaga kerja, maka harus 
dipikirkan 
pula untuk penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan stabilitas 
ekonomi yang lebih kondusif sehingga para calon TKW itu berpikir ulang untuk 
berangkat ke luar negeri. Jika pengiriman tenaga profesional yang lebih 
diutamakan, maka mau  tidak mau, peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia 
harus diperbaiki. Gimana mau jadi tenaga profesional, lha wong mau sekolah saja 
mahalnya minta ampun?

Masalah TKW adalah masalah yang sangat rumit. Dan mungkin kalau saya boleh 
membandingkan, rumitnya sama saja dengan pembongkaran kasus-kasus korupsi tanah 
air yang sampai sekarang masih sangat sulit untuk dimusnahkan. Atau memang 
sengaja tidak akan dimusnahkan? Perlu adanya niat, keseriusan,  serta kesatuan 
misi dari Pemerintah pusat untuk mencari solusinya, bukan hanya gensinya Pak?

Catatan sederhana dari sebuah kekecewaan dan harapan

Ani-Tsuen Wan

HK02032011


http://sastrapembebasan.wordpress.com/
http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   


      

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke