Refleksi : Otonomisasi  khusus atau tidak khusus adalah politik akal bulus pada 
daerah, supaya ada wakil-wakilnya yang  taat dan rajin menjilat keatas dan 
menginjak-injak kebawah, Jilat p.. penguasa lebih tinggi dan tertinggi dan 
rakyat daerah diinjak-injak hak mereka. Salah satu maksud utama dari politik 
demikian ialah supaya upeti lancar jalannya ke pusat kekuasaan dan kantong 
penguasa.

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=97979:gagalnya-otonomi-daerah&catid=78:umum&Itemid=131


      Gagalnya Otonomi Daerah        
      Oleh : Tahan Manullang, SH



      Departemen Dalam Negeri akhirnya membuka hasil evaluasi yang 
sungguh-sungguh mengejutkan. Dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota hasil 
pemekaran selama 1999-2009, hanya dua kota yang memperoleh skor di atas 60 dari 
nilai tertinggi 100.

      Itulah Kota Banjar Baru di Kalimantan Selatan dan Kota Cimahi di Jawa 
Barat. Sisanya mendapat skor merah untuk indikator kesejahteraan masyarakat, 
pemerintahan yang baik, pelayanan publik, dan daya saing. Sejumlah kota dan 
kabupaten bahkan memperoleh angka nol untuk keempat indikator itu. 

      Apa yang salah dengan itu semua? Kalau mau dicari-cari, banyak betul 
kesalahannya. Harus diakui, pemekaran wilayah adalah histeria politis atas 
semangat otonomi yang tidak dipersiapkan dan dipahami secara baik. Sejumlah 
persyaratan, semisal demografi dan geografi serta potensi daya saing dan 
kapasitas birokrasi, dilabrak nafsu politis segelintir elite daerah. Celakanya, 
nafsu politik elite itu diselubungi secara rapi juga oleh primordialisme suku, 
agama, dan daerah. Primordialisme itu semakin menggelapkan mata sehingga 
pemekaran dianggap hak politik yang tidak bisa dihalangi siapa pun dan dengan 
alasan apa pun. 

      Sebenarnya konsep otonomi daerah sebenarnya lebih mirip sistem dalam 
Negara Federal, dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem Federal, konsep 
kekuasaan asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di daerah atau 
bagian, sedangkan dalam sistem Negara Kesatuan (unitary), kekuasaan asli atau 
kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat pengalihan kekuasaan 
pemerintah dari pusat kedaerah padahal dalam Negara Kesatuan idealnya semua 
kebijakan terdapat di tangan Pemerintahan Pusat.

      Rawan 

      Dari hal tersebut utamanya paska reformasi dan awal dibentuknya 
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bahkan sampai munculnya Undang Undang Nomor 
12 Tahun 2008 memunculkan banyak asumsi oleh beberapa kalangan bahwa otonomi 
daerah dirasa sangat "rawan" untuk diterapkan. Dimana celah untuk munculnya 
raja-raja baru yang korup didaerah akan semakin lebar, bahkan kemungkinan 
munculnya disintegrasi akan semakin lebar pula. Banyak pihak-pihak yang 
berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan didaerah semakin besar sehingga 
sangat mungkin untuk lahirnya praktek-praktek korupsi ataupun penyelewengan 
terhadap wewenang di daerah tanpa adanya pengawasan dari pusat karena rumah 
tangga daerah telah diatur secara otonom oleh daerah. 

      Namun sebenarnya asumsi tersebut sungguh telah gugur untuk 
dipermasalahkan karena walaupun dalam Negara Indonesia, jika dilihat dari 
bentuknya yang menganut Negara Kesatuan mengindikasikan bahwa kekuasaan asli 
atau kekuasaan sisa itu berada di pusat (sentralistic), namun pada taraf 
berjalannya pemerintahan diperlukan sebuah sistem yang dapat mengakomodir 
pemerintahan di daerah yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan 
daerah dan asas yang paling tepat dan memang telah berkembang di Indonesia 
sampai saat ini adalah desentralisasi yang diejawantahkan dalam bahasa "otonomi 
daerah", dan asas-asas lain yang mendukung seperti dekonsentrasi, dan 
medebewind (tugas pembantuan). 

      Selain itu pada hakekatnya kecenderungan bangsa Indonesia memilih bentuk 
Negara Kesatuan pada saat awal berdirinya Negara Indonesia adalah didorong oleh 
kekhawatiran politik devide et impera (politik pecah belah) yang selalu 
dipergunakan oleh kolonial Belanda untuk memecah belah Negara Indonesia, 
meskipun secara kultural geografis bentuk Negara Serikat memungkinkan. Unsur 
kebhinekaan yang ada akhirnya ditampung dengan baik dalam bentuk Negara 
Kesatuan dengan sistem desentralisasi. 

      Pada prinsipnya, kebijakan otonomi daerah dilakukan dengan 
mendesentralisasikan kewenangan-kewenangan yang selama ini tersentralisasi di 
tangan pemerintah pusat. Dalam proses desentralisasi itu, kekuasaan pemerintah 
pusat dialihkan dari tingkat pusat ke Pemerintahan Daerah sebagaimana mestinya, 
sehingga terwujud pergeseran kekuasaan dari pusat kedaerah kabupaten dan kota 
di seluruh Indonesia. Jika dalam kondisi semula arus kekuasaan pemerintahan 
bergerak dari daerah ke tingkat pusat, maka diidealkan bahwa sejak 
diterapkannya kebijakan otonomi daerah itu, arus dinamika kekuasaan akan 
bergerak sebaliknya, yaitu dari pusat ke daerah.

      Jika melihat pengalaman masa lalu, bahwa sejak pertama Negara Indonesia 
berdiri sampai bergulirnya reformasi, sudah ada kebijakan desentralisasi namun 
pada kenyataannya belum berjalan maksimal ada kemungkinan terjadinya hal 
tersebut karena corak pemerintahan yang dibangun oleh penguasa saat itu lebih 
sentralistik selain itu belum ada pemahaman yang jelas mengenai konsep 
desentralisasi yang sebenarnya. Sehingga menimbulkan berbagai masalah dalam 
hubungan pusat dan daerah. Ada kesan Otonomi daerah "dikebiri" dari waktu ke 
waktu, sehingga menimbulkan keyakinan baru bagi masyarakat didaerah bahwa pusat 
bukan hanya mengeksploitir mereka, tetapi juga mengambil hak mereka untuk 
mendapat pelayanan yang baik oleh sebuah pemerintahan yang baik. 

      Kondisi ini berlangsung sangat lama, sehingga menimbulkan berbagai 
ketidakpuasan. Semangat pemerintah dalam pemberian otonomi dari waktu ke waktu 
terus berubah, dari otonomi dengan nuansa demokratis ke otonomi yang bercirikan 
liberal, dilanjutkan ke "Otonomi seluas-luasnya", selanjutnya kepada "Otonomi 
yang nyata dan bertanggung jawab" dan terakhir dalam Undang-Undang Pemerintah 
Daerah yang baru, digunakan konsep "Otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab" 
sampai munculnya undang-undang Pemerintahan Daerah yang baru Undang-Undang (UU) 
No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta perubahannya UU No. 12 Tahun 
2008 yang diharapkan dapat menjanjikan otonomi yang seluas-luasnya untuk 
mengurus rumah tangganya sendiri atau otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. 

      Namun dari sekian banyak peraturan tentang pemerintah daerah yang ada 
sudah lebih setengah abad dalam praktiknya tetap merupakan kata-kata yang indah 
belaka tanpa wujud yang nyata. Lama kelamaan hal ini menimbulkan rasa tidak 
puas di daerah terutama daerah yang kaya dengan sumber daya alam, namun tetap 
miskin. Inilah yang kemudian bergejolak dalam perkembangan otonomi daerah 
belakangan ini. Namun sangat disayangkan bahwa otonomi daerah ternyata bukannya 
dimanfaatkan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun lebih diarahkan guna 
mensejahterakan sekelompok orang dengan memanfaatkan kekayaan daerah. Sebagai 
konsekuensinya maka nasib daerah tetap saja tidak berubah, bahkan kini 
kegagalan otonomi daerah kian menjadi-jadi seiring dengan maraknya berbagai 
perilaku korup kepala daerah.***

      Penulis adalah Direktur Alpiran Sumut
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to