Orang Indonesia itu udah ga peduli sama sekali dgn orang lain, yg penting diri 
sendiri. Makanya, kalo ada yg dipancung, sebodo amat.





________________________________
From: sunny <am...@tele2.se>
To: undisclosed-recipi...@yahoo.com
Sent: Mon, June 20, 2011 8:00:53 AM
Subject: [proletar] Yang Pidato dan yang Dipenggal

   
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/06/20/150126/Yang-Pidato-dan-yang-Dipenggal

Berita Utama
20 Juni 2011
Yang Pidato dan yang Dipenggal
a.. Oleh Wahyu Susilo

BARU saja publik Indonesia dihibur oleh pidato Presiden SBY yang menyejukkan 
pada Sidang Ke-100 Konferensi Perburuhan Internasional di Jenewa. Dalam pidato 
itu, SBY mengklaim Indonesia telah memiliki standar perlindungan perburuhan, 
termasuk perlindungan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) migran, yang maksimal.

Klaim itu didasari keberadaan institusi dan regulasi yang dianggap telah 
berjalan dengan baik. Tentu saja jika klaim itu sesuai dengan kenyataan bisa 
menjadi pertanda kondisi perburuhan dan PRT migran Indonesia telah membaik. 
Namun apakah klaim itu mempunyai basis kebenaran di lapangan?

Kalangan aktivis buruh dan PRT migran menyikapi secara kritis substansi pidato 
SBY yang penuh percaya diri. Kalangan aktivis buruh menyesalkan bahwa pidato 
itu 
sama sekali tidak menyinggung soal nasib kaum buruh yang makin terpuruk ketika 
negara takluk pada rezim labour market flexibility. Dalam rezim itu, buruh 
makin 
kehilangan hak-hak normatif melalui sistem kerja kontrak dan outsourching. 
Ruang 
gerak buruh dalam serikat buruh makin direpresi oleh ancaman union-busting 
(pemberangusan serikat) dan kriminalisasi aktivitas serikat buruh.

Sementara itu, kalangan aktivis PRT dan buruh migran menilai pidato SBY 
mengenai 
perbaikan kondisi buruh migran dan PRT jauh panggang dari api. Dalam perjalanan 
pembahasan dan perumusan draf Konvensi ILO untuk Kerja Layak Pekerja Rumah 
Tangga, sikap resmi Pemerintah Indonesia tidak tegas, bahkan cenderung tidak 
mendukung instrumen ILO dalam bentuk konvensi. Dalam Sidang Ke-99 ILO, 
Pemerintah Indonesia mengambil sikap oposisi terhadap usulan konvensi dan hanya 
mengusulkan rekomendasi yang bersifat tidak mengikat.

Bahkan pasca-Sidang Ke-99 ILO, tidak ada perubahan sikap yang berarti dari 
Pemerintah Indonesia. Sikap itu makin tercermin dari penundaan pembahasan RUU 
tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di DPR. Bahkan RUU yang sebelumnya 
masuk legislasi prioritas diturunkan derajat sebagai RUU yang bukan prioritas.

Sangat Diragukan

Dalam soal buruh migran, termasuk PRT migran, kebenaran klaim tentang 
keberadaan 
institusi dan instrumen perlindungan buruh migran sangat diragukan. UU Nomor 39 
Tahun 2004 tidak hanya gagal menjadi payung perlindungan buruh migran, tetapi 
juga menghasilkan disharmoni kelembagaan perlindungan buruh migran. Kehadiran 
BNP2TKI sebagai mandat kelembagaan UU Nomor 39 Tahun 2004 tidak memberikan 
korelasi positif terhadap kualitas perlindungan buruh migran. Namun malah 
menghasilkan penelantaran buruh migran, karena institusi baru itu lebih sibuk 
mempersoalkan eksistensi kelembagaan dan berkonflik dengan Kementerian Tenaga 
Kerja dan Transmigrasi.
Secara kuantitas, kehadiran institusi yang mengatasnamakan perlindungan buruh 
migran memang meningkat drastis. 


Namun dalam operasional malah menimbulkan silang sengkarut koordinasi. Berdasar 
studi International Organization of Migration, ada 18 kementerian dan lembaga 
negara yang memiliki portofolio perlindungan buruh migran. Namun kinerja 
lembaga-lembaga itu tak memiliki dampak signifikan dalam peningkatan kualitas 
perlindungan buruh migran. Kehadiran mereka bahkan hanya menghabis-habiskan 
anggaran.

Ketidakjujuran lain dalam pidato SBY diperlihatkan dengan menyembunyikan 
kerentanan-kerentanan yang dihadapi buruh migran. SBY melupakan betapa tinggi 
jumlah buruh migran tak berdokumen asal Inddonesia yang bekerja di Malaysia. 
SBY 
juga sama sekali tidak menyinggung masalah kekerasan terhadap PRT migran yang 
sering terjadi di Malaysia dan Saudi Arabia.

Hal lain yang makin membuktikan pidato SBY hanya merupakan pencitraan dan poles 
diri di muka internasional adalah pengabaian terhadap realitas ancaman hukuman 
mati yang dialami buruh migran Indonesia. Setidaknya ada 345 warga negara 
Indonesia di Malaysia dan 23 warga negara Indonesia di Saudi Arabia menghadapi 
ancaman hukuman mati. Sebagian besar di antara mereka adalah buruh migran dan 
PRT migran.
Seharusnya dalam forum tersebut, SBY bisa menyerukan moratorium pelaksanaan 
hukuman mati terhadap buruh migran. Namun Presiden malah menyembunyikan fakta 
tersebut.

Realitas Kerentanan

Eksekusi mati terhadap Ruyati, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi 
Arabia, 18 Juni 2011, memperlihatkan realitas kerentanan buruh migran Indonesia 
tak bisa ditutup-tutupi dengan deretan kata-kata indah dalam pidato Presiden. 
Pelaksanaan eksekusi mati dengan pemenggalan kepala Ruyati merupakan 
antiklimaks 
dari euforia membanggakan kehadiran SBY sebagai satu-satunya Presiden RI yang 
pernah berpidato di ILO. Apa yang terjadi dan dialami Ruyati juga telah 
memenggal harapan sesaat masyarakat Indonesia terhadap perbaikan kondisi buruh 
migran Indonesia.

Memperbaiki kondisi buruh migran Indonesia tidak hanya terpaku pada 
penggalan-penggalan pidato Presiden atau pejabat lain. Namun harus mewujud 
berupa tindakan-tindakan nyata yang berbasis realitas pengalaman penderitaan 
dan 
kerentanan buruh migran.

Menyediakan instrumen perlindungan berupa ratifikasi Konvensi ILO untuk 
Perlindungan PRT dan Konvensi PNN untuk Perlindungan Buruh Migran serta 
mengadopsinya dalam perundang-undangan nasional adalah keharusan. Namun itu 
juga 
harus dibarengi perubahan paradigma kebijakan yang selama ini hanya berbasis 
pada pengambilan keuntungan semata-mata.

Langkah konkret lain adalah pelibatan secara penuh dan tanpa basa-basi seluruh 
unsur pemangku kepentinggan dalam segala upaya memperbaiki mekanisme 
perlindungan. Selama ini pemerintah hanya menggandeng pengusaha (PJTKI) dan 
mengecilkan peran komunitas buruh migran, serikat buruh migran, dan elemen 
masyarakat sipil yang selama ini peduli terhadap pengawasan pelaksanaan 
penempatan buruh migran. Menyatukan langkah antara perencanaan, manajemen 
migrasi, dan diplomasi luar negeri adalah mutlak untuk menyediakan payung 
perlindungan bagi buruh migran Indonesia. (51)

- Wahyu Susilo, alumnus Fakultas Sastra UNS Solo dan analis kebijakan Migrant 
CARE

[Non-text portions of this message have been removed]


 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke