Goblok bin tolol! Inilah mental rusak  membela penguasa tukang copet,  sudah 
dikasi uang yang korupsi adalah penguasamu beragama Islam. 

From: PAREWA 
Sent: Friday, September 16, 2011 2:15 PM
To: proletar@yahoogroups.com 
Subject: Bls: [proletar] Ke Mana Uang Rawagede?

  
jadi 400 lebih nyawa orang rawagede telah melayang sia2 ditangan kekejaman 
belanda nasarani. Duh kejamnya.

--- Pada Sab, 17/9/11, Sunny <mailto:ambon%40tele2.se> menulis:

Dari: Sunny <mailto:ambon%40tele2.se>
Judul: [proletar] Ke Mana Uang Rawagede?
Kepada: mailto:Undisclosed-Recipient%40yahoo.com
Tanggal: Sabtu, 17 September, 2011, 12:59 AM

 

http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/ke-mana-uang-rawagede

Ke Mana Uang Rawagede?

Diterbitkan : 13 September 2011 - 3:03pm | Oleh Michel Maas (Foto: Michel Maas) 

Kementrian Kerja Sama Pembangunan Belanda mengalokasikan 850.000 euro untuk 
Rawagede. Namun sampai sekarang, tidak ada buktinya. Ke mana dana itu 
disalurkan?

Awal 2009 Bert Koenders, yang waktu itu menjabat Menteri Kerja Sama 
Pembangunan, mengalokasikan 850.000 euro untuk Balongsari, kelurahan yang 
menaungi desa Rawagede. 

Dana ini tidak boleh disebut ganti rugi atau kompensasi dari pembunuhan massal 
yang dilakukan tentara Belanda pada 1947di Rawagede. Karena jika dana itu 
disebut ganti rugi atau kompensasi, berarti Belanda mengakui kesalahan mereka, 
hal yang ditolak negara kincir angin ini selama hampir 64 tahun. Jadi, sebutlah 
ini bagian dari dana kerja sama pembangunan, dan tidak hanya untuk Rawagede, 
namun juga untuk wilayah sekitarnya.

Tak ada bukti

Dari 850.000 euro itu rencananya akan dibangun sebuah sekolah dan pasar di 
Rawagede. Dan rumah sakit di Balongsari juga akan diperbesar.

Dua setengah tahun kemudian, masih belum ada rencana yang terwujud. Di pinggir 
desa terhampar sawah seluas satu hektar, menunggu untuk dibangun SMK. 
Rancangannya, menurut otoritas setempat, sudah selesai. Mereka tinggal menunggu 
dana turun.

Jika dana turun, sekolah akan langsung dibangun, kata Sukarman, ketua yayasan 
lokal yang sebelumnya pernah membangun sekolah di Rawagede. Sekolah yang 
dibagun yayasannya berdiri di seberang sawah, dan sekarang punya delapan ratus 
siswa. “Sekolah itu kami bangun dalam waktu tiga bulan. Bank Dunia memberikan 
uang kepada yayasan kami, dan semua langsung kami urus.”

Mendagri

Nyatanya, prosesnya sangat berbeda dengan uang Belanda. Dana Belanda bukan 
untuk Rawagede. Bahkan bukan untuk Karawang, kabupaten yang menaungi Rawagede. 
Dana kerja sama pembangunan tersebut diberikan ke Kementrian Dalam Negeri di 
Jakarta. Merekalah yang akan memutuskan siapa yang boleh membangun sekolah, dan 
kapan.

Belanda punya MOU, semacam perjanjian, dengan Kemendagri Indonesia. Sebagian 
kecil dana akan ditransfer bulan Desember mendatang. Otoritas setempat sama 
sekali belum dihubungi Jakarta dan sama sekali tidak jelas apakah dan kapan 
proyek ini akan dimulai.

Kedutaan Besar Belanda di Jakarta membela diri. Birokrasi yang berbelit-belit 
ini harus ditempuh atas alasan “ketelitian”. Proyek ini harus 
“berkesinambungan” dan karena itulah sejak awal harus didiskusikan dengan semua 
pihak dengan seksama. Dan “ketelitian butuh waktu,” kata wakil duta besar 
Belanda Annemieke Ruigrok. Menurutnya “kementrian dalam negeri sibuk 
menyelesaikan rincian terakhir.” Apa artinya, tidak jelas.

Yang jelas, tidak ada “perundingan” terjadi. Walau rencana pemerintah setempat 
sudah selesai sejak dua tahun lalu, kementrian sama sekali belum menghubungi 
mereka.

Hivos

Tidak semua dana dari menteri Koenders ada di Jakarta. 254.500 euro disalurkan 
ke yayasan Belanda Hivos, yang mempergunakan dana tersebut untuk kredit mikro 
di Rawagede. Ratusan orang di desa, dan ratusan lain di desa sekitar, 
memanfaatkan pinjaman tersebut. Total 106.533 euro telah dikeluarkan. Dari 
keseluruhan dana Koenders, cuma itulah yang benar-benar sampai ke rakyat.

Hivos mendirikan koperasi yang sekarang memiliki 1247 anggota. Mereka juga 
mengalokasikan sekitar 50.000 euro untuk toko organik yang dikelola koperasi 
tersebut. Tokonya belum ada, ketua koperasi Riyadi mengakui. Sampai sekarang 
koperasi hanya berbisnis tabung gas. Selain itu 50.000 euro yang mereka terima 
juga digunakan untuk “biaya operasional” koperasi dan gaji karyawan.

Harry van Bommel

Radio Nederland menanyakan masalah ini kepada Harry van Bommel, anggota 
parlemen Belanda dari partai sosialis SP, yang berkunjung ke Rawagede tahun 
2009, bersama Menteri Luar Negeri Belanda ketika itu, Maxime Verhagen.

"Dana sudah disediakan. Bahwa dana itu belum dipakai, merupakan masalah. 
Masalah ini pertama dirasakan masyarakat setempat, karena mereka dijanjikan 
pelbagai fasilitas, yang hingga sekarang belum ada. Pemerintah Belanda harus 
menghubungi pihak kedubes Belanda di Jakarta, atau di tingkat bilateral, 
menghubungi kementerian luar negeri Indonesia, untuk menanyakan seberapa cepat 
masalah ini bisa diatasi."

[Non-text portions of this message have been removed]

[Non-text portions of this message have been removed]





[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to