Saya mengucapkan terimakasih kepada bung Rednos, yang berani meneruskan sorotan saya mengenai pemakaian Jas dan Dasi, sehingga sekarang sedang menjadi pembahasan yang seru, berbobot dan mulai menuju pada puncak kebenarannya. Saya harapkan diskusi ini dilanjutkan sampai pada kesimpulan bulat mayoritasnya. Bahkan alangkah serunya jika dikembangkan ke milis-milis Advent yang lainnya, sehingga menjadi pembahasan Advent seluruh Indonesia. Berikutnya, jika sudah mencapai kesimpulan bulat, buatkan proposal untuk diajukan sebagai usulan resmi ke General Conference. Supaya obrolan kita ini nggak seperti debu yang diterbangkan angin, lalu hilang tak tentu rimbanya. Sekalipun tokh belum tentu juga digubris oleh mereka yang di pusat. Tapi sebagai jemaat kita sudah berpartisipasi berpikir.
Yang hendak saya jadikan dasaran diskusi selanjutnya adalah: Ajaran Alkitab adalah ajaran moral bukan ajaran budaya. Alkitab tidak pernah mereferensikan budaya Yahudi untuk dijadikan patrun budaya agama. YESUS malah mengecam adat istiadat Yahudi yang dimasukkan ke dalam tradisi gereja. Jika budaya Yahudi saja tidak dibenarkan memasuki keagamaan, lebih-lebih budaya Amerika? Asal-usul dasi adalah dari bangsa Yahudi untuk mengelap keringat. Masak lap keringat untuk dihadapkan ke TUHAN? – sekedar intermezo aja. Indonesia ini iklimnya panas, masak pas untuk pemakaian Jas, jika udara panas saja harus diusir dengan Air Condition? – menjadi filosofi yang lucu ‘kan? Berikutnya, mungkin yang menjadi filosofi pada mulanya adalah: “menghadap orang yang kita hormati harus dengan pakaian yang rapi.” – Jelas ini suatu pendapat yang pincang yang didasarkan pada satu sudut pandang saja. Mari kita uji: Rapi. Rapi menurut siapa? Menurut seniman panggung? Menurut artis? Apa hubungannya rapi dengan keindahan, kemewahan, ketampanan atau kecantikan? Apa hubungannya rapi dengan Jas dan Dasi? Apa hubungannya rapi dengan “merepotkan diri?” – harus ngutang sana ngutang sini untuk membeli sepatu, jas dan dasi? Ini problem keluarga miskin yang mempunyai anak-anak remaja lho. Mereka sudah dibebani dari sekolahan, masih dibebani lagi dari TUHAN-nya?! Sebagai GEREJA, rapi hati atau rapi pakaiannya? – bukan kantor ‘kan?! Kalau seorang petani lugu yang nggak pandai bersolek, datang ke gereja dengan baju tambalan dan sandal jepit, masak itu kurang ajar, jika terhadap pendeta saja membungkuk-bungkuk penuh takut dan hormat? – Tidak semua orang merasa cocok memakai sepatu lho. Banyak juga yang malah minder kalau memakai sepatu. Dan ini bukan melulu orang-orang desa yang lugu-lugu saja, melainkan orang-orang kota yang biasa berdagang di pasar juga dihinggapi minder dengan sepatu. Malah nggak nyaman. Apa hubungannya menghormati orang dengan pakaian? Mohon dipertegas; merupakan aturan TUHAN atau aturan manusia? Benarkah Amerika pioner kesopan-santunan, dan negeri kita pioner ketidaksopanan? Apakah ada sih orang yang nggak ngerti menghormati orang lain, sehingga masalah demikian ini harus diajarkan lagi? Sudahlah, kembalikan gereja menjadi gereja yang sepenuh-penuhnya. Jangan dicampur-adukkan dengan hal-hal yang tidak gerejani. Berikutnya lagi; tantangan bagi orang-orang muda yang hendak menikah; Siapa yang berani menikah dengan pakaian Batik? Tidak menggunakan Jas, Dasi dan Gaun pengantin kebarat-baratan yang seperti biasanya? Tidak menggunakan mobil sedan yang dihiasi bunga-bungaan? Jika ada yang berani, jika ada Polisi yang menangkap anda karena pelanggaran budaya tersebut, biarlah saya yang dihukum. Jika tidak ada Polisi yang sesinting itu, mengapa anda mesti ikut-ikutan, ikut-ikutan, dan ikut-ikutan sesuatu yang belum anda pahami dengan baik seluk-beluknya? Jadi, kelihatannya, karena Jas dan Dasi menimbulkan masalah yang tidak perlu, maka penanganan yang paling tepat adalah dengan membuangnya sama sekali dari kebiasaan gereja kita. Supaya waktu kita tidak habis untuk pro dan kontra masalah ini saja. Tentu saja ini perlu dibuatkan aturan dari pusat yang sifatnya: Melarang pemakaian Jas dan Dasi dalam gereja. Tujuannya, supaya setan tidak mencuatkan masalah ini lagi dikemudian hari. Sama seperti dokter membasmi virus, ya dibersihkan secara tuntas. Sebab 1 virus saja sudah bisa berkembang biak lagi. Nah, inilah sumbangsih saya.