Serial Tulisan Kitab Masuk Angin KMA : Komunikasi Empati Ala Kompatiologi ditulis oleh: Adhi Purwono
di-posting pertama kali di: http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/590 http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/18105 http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11618 Maksudnya adalah orang bisa saja berkomunikasi empati tanpa harus mempelajari atau terikat dengan ilmu/gerakan kompatiologi. Komunikasi empati ala kompatiologi itu sendiri mempunyai sebuah ciri khas. Yaitu efek samping berupa proses dekonstruksi yang dialami oleh para praktisinya. Mengapa bisa ada proses dekonstruksi? Karena memang dalam kompatiologi dititik-beratkan pada metoda-metoda yang dapat membuat seseorang mempunyai kemampuan pemetaan (kemampuan merasakan, kemampuan membaca memori) yang mandiri. Empati ala kompatiologi lebih ditekankan pada kemandiriannya (tidak tergantung dengan apapun). Pemetaan secara mandiri disini maksudnya adalah sanggup MEMETAKAN TANPA USAHA. Tanpa usaha berarti tanpa konsep, tanpa metoda, tanpa bimbingan, tanpa acuan nilai, dsb. Tanpa usaha juga berarti terjadi begitu saja dengan ALAMI. Jadi berkomunikasi empati ala kompatiologi diharapkan dapat membuat kita secara alami berempati ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain (bahkan dengan hal yang lain, misalnya benda mati, suasana ruangan, diri sendiri, dsb). Oleh karena itu metoda-metoda yang digunakan untuk mempraktikkan komunikasi empati ala kompatiologi adalah metoda-metoda yang menekankan pada terjadinya kontak langsung dengan diri-sendiri sekaligus dengan realitas. Sehingga salah satu titik-berat metodanya adalah pada permainan tebak-menebak. Mengapa dipilih permainan tebakan ini? Karena kegiatan menebak itu menyiratkan kegiatan tanpa ikatan aturan tertentu, tanpa acuan konsep tertentu, bahkan bisa tanpa pemikiran (karena hanya menebak toh?) atau tanpa berlogika, dsb. Sehingga melalui usaha menebak, seseorang diharapkan bisa melepas segala atribut pikiran/konsep/aturan yang biasanya terlibat dalam menganalisa/menilai peristiwa di sekitar kehidupannya. Namun bukan berarti dalam menebak pikiran harus kosong. Menebak tetaplah melibatkan kegiatan berpikir untuk melakukan interpretasi sehingga dapat mengungkapkan hasil tebakannya secara verbal kepada orang lain. Nah, dalam menerima arus informasi nonverbal dan menginterpretasikannyalah kita mau tidak mau harus melepaskan segala penilaian kita terdahulu (yang berupa konsep, hasil pemikiran, acuan nilai/aturan, dll) tentang obyek/subyek yang sedang kita tebak. Karena jika kita telah mempunyai penilaian tertentu/konsep tertentu, bukankah membuat kegiatan menebak tidak menjadi menebak lagi, melainkan menjadi kegiatan menilai atau menganalisis? Namun bukan berarti kegiatan menebak menjadi asal tebak. Tentu saja si pelaku permainan menebak ingin agar tebakannya menjadi tepat bukan? Jadi si pelaku ini terpaksa tidak bisa menggunakan analisisnya karena informasi secara verbal hampir tidak ada, dan satu-satunya jalan supaya tebakannya tidak menjadi asal tebak/judi/berbohong adalah berusaha mendapatkan aliran informasi yang nonverbal. Dan satu-satunya yang paling dapat diandalkan dalam hal ini adalah mendapatkan aliran informasi dari perasaannya sendiri atau intuisinya sendiri. Nah inilah yang kita sebut sebagai KONTAK LANGSUNG DENGAN DIRI SENDIRI SEKALIGUS DENGAN REALITAS. Tentu dalam hal permainan menebak ini (dalam kitab ini sering saya sebut sebagai praktik dekons), pembimbing (pendekons) bertugas untuk mendorong si pemainnya untuk berani menebak. Berani melepaskan ketakutan disalahkan dari tebakannya. Pembimbing selalu menekankan tidak ada benar-salah dalam tebakan. Asal tidak berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis, maka yang membuat perbedaan sebenarnya hanyalah cara menginterpretasi dari hasil tebakan (dari informasi non-verbal yang didapat). Yang sesungguhnya bila hasil interpretasi itu diuraikan kembali, maka akan terlihat uraian-uraian tersebut selalu mendekati obyek/subyek tebakan dari berbagai sisi/sudut pandang. Misalnya, dalam permainan menebak isi novel. Jika hasil tebakannya terlihat melenceng jauh, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi (anggap saja pembimbing telah melihat pemain tidak berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis). Pertama, pemain belum terbiasa menginterpretasi informasi non-verbal yang didapatnya, sehingga interpretasi tebakannya terlalu menjurus/spesifik (misalnya langsung menebak nama tokoh, nama negara, umur si tokoh, dsb). Pembimbing akan menyarankan interpretasi dimulai dari hal yang paling umum dulu. Misalnya, sifat keseluruhan tulisan, genrenya, suasananya, jalan cerita apa saja yang telah dirasakan oleh pemain, gambaran apa yang didapat dari aura buku novel tersebut, berhubungan dengan politik atau tidak, dsb. Kemudian dari hasil interpretasi itu bisa saja dirangkai dan dianalisis arah/kumpulan tebakan/interpretasi ini ke arah yang mana/lebih spesifik. Ketika pemain sudah bisa membedakan mana yang sedang berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis duluan, dan mana yang merupakan informasi non-verbal, kemudian bisa menginterpretasikannya tanpa langsung menjurus ke arah spesifik (atau tanpa asal tebak), maka pemain sudah mulai bisa untuk berhubungan langsung dengan dirinya (perasaan) dan dengan realitas tanpa melakukan acuan penilaian. Yang kedua, mungkin saja memang interpretasinya malah telah tepat hanya saja mengungkapkannya dari sudut pandang yang lain. Misalnya saja dalam novel tersebut yang tertebak (terinterpretasi) adalah profil penulisnya, atau gambar sampul depannya, atau sudut pandang yang lain yang kelihatannya tidak berkaitan tetapi ketika dirunut-runut masih ada kaitannya juga (misalnya menginterpretasi dengan mengatakan ada kekejaman yang tidak manusiawi ketika menebak buku biografi tokoh kontroversial tertentu, walaupun buku itu hanya membahas hal yang baik-baik saja). Perlu diingat metoda-metoda ini SELALU dilakukan di tempat umum/keramaian dan diusahakan mendekati kegiatan sehari-hari, misalnya dalam menebak rasa teh, dengan alasan orang sering minum teh, menebak buku, dengan alasan orang sering baca buku, menebak musik, dengan alasan orang sering dengar musik, dsb. Tujuannya agar si pemainnya terbiasa dengan lingkungan yang penuh dengan gangguan (noise) sehingga diharapkan metoda ini bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Nah biasanya, ketika pemain telah mendapatkan pengalaman terhubung langsung dengan dirinya dan realitas, apalagi metoda ini dilakukan di tempat umum dan mirip dengan kegiatan sehari-hari, maka lama-kelamaan si pemain akan merasa sukar membedakan mana yang sedang menebak dan mana yang sedang berkomunikasi dengan orang lain/apapun. Karena ketika si pemain melakukan komunikasi, hampir otomatis dia akan melakukan tebakan (kemudian melakukan interpretasi) seperti yang telah dikenalinya di metoda kompatiologi tersebut. Akibatnya, lama-kelamaan si pemain menyadari mana yang merupakan hasil dari kegiatan menebak (membaca memori/berempati) dan mana yang masih berasal dari analisis/konsep/nilai warisan. Kesadaran ini tidak hanya terjadi ketika berkomunikasi dengan orang lain, KETIKA BERKOMUNIKASI DENGAN DIRINYALAH, si pemain menyadari bahwa banyak hal tentang dirinya ternyata telah salah sangka/berisi topeng-topeng dirinya/terdapat pertahanan dirinya. Kesadaran ini didapat dari hasil kegiatan menebak/membaca dirinya sendiri dan hubungannya dengan realitas. Yang sering-kali akhirnya di dalam dirinya terjadi bentrok antara nilai warisan yang telah dianutnya dengan hasil tebakan/membaca/memetakan dirinya. Setelah bentrokan ini selesai/seimbang lagi, maka si pemain akan menjadi lebih jelas dalam hal pemetaan antara dirinya dengan lingkungan sosial/realitasnya. Inilah yang kita sebut sebagai mengalami proses dekonstruksi. Setelah mengalami dekonstruksi/bentrok dengan nilai warisan, maka tinggal melakukan rekonstruksi ulang dimana si pemain merekonstruksi nilai-nilainya berdasarkan hasil pemetaan mandirinya (atau dengan kata lain berdasarkan dirinya sendiri). Nilai hasil rekonstruksi ini bisa juga berupa citra diri (yang baru maupun tetap memilih yang lama). Namun citra diri ini baginya tidak perlu lagi dipertahankan mati-matian seperti dahulu, karena dia sekarang telah memiliki kemampuan memetakan secara mandiri. Kemampuan memetakan ini JAUH LEBIH BERHARGA dibandingkan dengan mempertahankan suatu citra diri tertentu. Karena dapat selalu memetakan secara mandiri berarti dapat selalu menyesuaikan diri (survival dan adaptasi). Dan kemampuan memetakan secara mandiri ini berasal dari kemampuan membaca memori (berempati) yang diperkenalkan melalui permainan menebak yang terdapat pada metoda kompatiologi. Perlu diketahui metoda kompatiologi tidak terikat pada permainan menebak saja. Bisa saja diciptakan permainan lain yang dapat membantu si pemain untuk berhubungan dengan dirinya dan realitas. Atau malah cukup bersua dengan orang yang telah ahli berkompatiologi sehingga bisa melihat sendiri kemandirian pemetaan orang tersebut (sekaligus empatinya) dan diharapkan dapat tertular/ditularkan ke dirinya melalui komunikasi yang sangat egaliter (tanpa batas/sekat, melihat bahwa tak begitu perlu pertahanan atas citra diri dalam berkomunikasi dengan orang lain). Yang nantinya pengalaman komunikasi egaliter tersebut dapat menyadarkan dirinya akan ketidakmampuan/ketidakmandirian dalam pemetaannya sendiri sehingga kesadaran ini mengakibatkan dirinya mengalami bentrok/proses dekons dengan nilai-nilai warisannya/ketidakmandirian pemetaannya. Di sisi lain, sebagai pendekons/pembimbingpun khususnya dalam hal ini pada diri saya saat ini, juga mendapatkan manfaat yang berharga. Selain membantu orang lain dan menyebarkan ilmu/gerakan kompatiologi, saya juga mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan kalangan berbagai tingkatan SECARA EGALITER yang belum tentu saya dapat dengan cara berkomunikasi biasa (masih sedikit komunikasi yang terjadi dewasa ini dilakukan secara egaliter tanpa memandang tingkatan status dan umur). Sehingga pengalaman ini membantu saya dalam mengenali variasi kehidupan orang lain yang sangat memperkaya wawasan diri saya dan dapat membuka pilihan-pilihan yang sebelumnya belum pernah terpikirkan sama-sekali. Jadi dalam hal ini kita sebagai para praktisi kompatiologi juga sudah merencanakan bagi yang berminat untuk didekons dan bagi yang telah didekons untuk tahap berikutnya (setelah didekons tentu saja) ikut pula menjadi pendekons tandem bersama saya, Vincent, mbak Istiani, dkk, supaya bisa melihat sendiri proses dekonstruksi dan proses membuka diri terhadap orang lain dan realitas, pada seseorang yang sedang didekons. Sehingga kita bisa sama-sama melihat apa yang membuat kita seringkali salah pengertian/konflik dalam saling berkomunikasi dengan orang lain akibat umur/status/jabatan/kekayaan/ilmu, dsb. Ketika yang didekons mulai membuka dirinya untuk ikut bermain (permainan tebakan contohnya), maka disaat itu pula kita mulai bisa mencicipi nikmatnya berkomunikasi dengan egaliter dengan orang yang lagi didekons tersebut. Karena orang yang didekons biasanya sudah mulai melepaskan pertahanan citra dirinya saat sedang melakukan komunikasi dengan diri kita. Satu hal lagi. Metoda-metoda kompatiologi yang berefek-samping dekonstruksi ini BUKANLAH METODA LATIHAN. Namun merupakan metoda untuk MEMPERKENALKAN KEPADA MEKANISME DI OTAK AKAN INTERPRETASI DARI INFORMASI NON-VERBAL. Jadi kita tidak mengikatkan/melatihkan pada sistem/konsep/cara interpretasi tertentu melainkan hanya mengenalkan/mengajak seseorang untuk mulai menerima informasi non-verbal dan mencari cara menginterpretasikannya di mekanisme otaknya sendiri. Jika seseorang telah mengenali hal ini (interpretasi di mekanisme otaknya), maka untuk selanjutnya hal ini akan berjalan seterusnya secara otomatis, tidak perlu dilatih kembali Hanya perlu diawasi oleh pembimbing/pendekons mengenai perubahan/pengaruh ke lingkungan sosialnya agar tidak menjadi terlalu ekstrim (akibat kebebasan/kemandirian pemetaannya). Analoginya mirip dengan menginstalasi program (dalam hal ini mekanisme interpretasi dalam penerimaan informasi non-verbal ke otak, BUKAN konsep/sistem/cara interpretasinya), tentu instalasi hanya cukup sekali, dan hanya perlu diulangi jika diperlukan/terjadi kerusakan/perubahan yang besar/ekstrim. Salam, Adhi Purwono Ciledug, 17 Oktober 2006 CDMA : 021-6881 2660 (praktik dekons) Email/YM : [EMAIL PROTECTED] (informasi lebih lanjut) Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com posting : psikologi_net@yahoogroups.com berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED] ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED] keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED] ---------------------------------------- sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di http://psikologi.net ---------------------------------------- Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/