Dilema: Pragmatis VS Teoritis Ditulis oleh: Vincent Liong Tempat, Hari & Tanggal: Jakarta, Rabu, 2 Januari 2008
Kenapa saya selalu susah membela diri dalam diskusi yang ditujukan untuk melegalkan teror kepada pihak saya dengan alas an ilmiah, moral, dlsb ala teoritisi? ======= Jawab: Ilmu yang saya kembangkan (kompatiologi) sifatnya pragmatis, bukan teoritis. Ciri khas ilmu prakmatis adalah segala sesuatu diukur berdasarkan kebergunaannya di dunia nyata / fisikal. Contoh ilmu pragmatis: ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu elektro, ilmu tekhnik, dlsb. Dalam ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu elektro, ilmu tekhnik, dlsb tidak ada istilahnya konseling, ceramah, pengajaran dogma, dlsb yang dianggap ilmiah, sebab object berupa mesin tsb tidak bisa diajak berpikir dan berfilsafat. Sesuatu bisa dikatakan ilmiah dan empiris ala pragmatis bilamana memiliki kerangka kerja tekhnis mekanistik yang pasti / cukup konsisten sebab-akibatnya. Tidak pernah bisa seseorang memaksa seorang ahli ilmu fisika, ilmu biologi, ilmu elektro, ilmu tekhnik, dlsb untuk menguji suatu rumus, asumsi, dlsb yang ilmiah empiris ala pragmatis dengan cara membandingkan dengan teori-teori para filsuf ala ilmu filsafat, lalu bila tidak sesuai maka dikatakan tidak ilmiah. Sebaliknya seorang pragmatis tidak akan bisa dan tidak etis pula memaksa seorang teoritisi untuk membuktikan kebenaran ilmiahnya dengan kerangka pembuktian ala orang pragmatis yang harus melalui eksperimen fisikal / di dunia nyata. Kalau ilmu teoritis pemikiran adalah ilmunya, tetapi prakmatis samasekali harus mengabaikan suatu asumsi yang sifatnya pemikiran, suatu pemikiran akan terbukti ilmiah dan empiris ala pragmatis setelah melalui eksperimen laboratorium yang sifatnya fisikal bukan melalui permainan logika dan perbandingan teori ala teoritisi. Seperti pada kompatiologi melalui kerangka prosedur eksperimen dekon-kompatiologi bisa ditemukan apakah mekanisme tsb berguna, bila berguna maka ilmiah dan empiris ala pragmatis. Salah satu point yang paling penting dari ilmiah dan empiris ala pragmatis yang membedakannya dengan ala teoritisi adalah; bahwa seseorang yang tidak perlu pintar di pemikirannya harus mampu membuktikan kebenaran produk ilmiah empiris ala pragmatis tsb. Misalnya: Seorang yang cukup mengerti membaca dan menulis harus bisa menggunakan kalkulator untuk menghitung, tanpa perlu mempelajari pemikiran dan teori-teori berkaitan dengan kalkulator tsb. Dalam dekonstruksi-kompatiologi seseorang yang pernah mengikuti dekon-kompatiologi 1-2x saja tanpa perlu membaca buku-buku berkaitan dengan kompatiologi, standartnya sudah bisa merancang rumus minuman dekon-kompatiologi tanpa bimbingan pengajar (pendekon independent) meskipun tetap di bawah pengawasan pendekon independent agar tidak terjadi salah prosedur. Hal ini tentunya berbeda dengan ilmu psikologi yang mensyaratkan seseorang harus lulus S1, S2 profesi baru boleh praktek sebagai psikolog. Semoga sebagai peneliti di ranah yang berbeda (pragmatis VS teoritis) kita tidak saling melanggar batas masing-masing di kemudian hari. Ttd, Vincent Liong Rabu, 2 Januari 2008 Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com