LEBIH PANJANG, YANG BARU, SEMUANYA

Suatu saat nabi Muhammad didatangi oleh istri seorang sahabat yang baru saja
meninggal dunia. Istri sahabat tadi menceritakan penggalan-penggalan kalimat
yang diucapkan oleh suaminya menjelang sakaratul maut. Suaminya menjelang
sakaratul maut itu mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak lengkap dan sukar
dimengerti oleh yang mendengarnya. Ia mengucapkan : "Seandainya lebih
panjang.., seandainya lebih panjang.." Kemudian terdiam. Tak lama kemudian
suaminya berucap lagi : "Seandainya yang baru.., seandainya yang baru.." 
Kemudian terdiam lagi. Tak lama berucap lagi : "Seandainya semuanya..,
seandainya semuanya..". Tak lama setelah berucap itu suaminya meninggal.
Sang istri yang resah dengan kalimat-kalimat yang tidak dimengertinya itu
datang dan mengadu kepada nabi Muhammad. Mendengar cerita dari istri sahabat
itu nabi Muhammad tersenyum. Lalu menceritakan maksud dari penggalan
kalimat-kalimat suaminya itu.

Seandainya lebih panjang.. seandainya lebih panjang..
Suaminya pada suatu Shubuh, ketika sedang berjalan menuju masjid, ia
mendapati seorang tua yang buta yang sedang berjalan tertatih-tatih menuju
masjid. Melihat orang tua yang buta itu hatinya tersentuh. Kemudian ia
dengan sabar menuntun orang tua itu sampai ke masjid untuk shalat Shubuh
berjamaah. Pahala atau ganjaran dari perbuatan baiknya itu ditampakkan di
depan matanya saat ia sakaratul maut. Karena begitu indahnya ganjaran itu
maka ia berucap : "Seandainya lebih panjang.. seandainya lebih panjang.."
Maksudnya adalah seandainya lebih panjang lagi ia menuntun orang tua yang
buta itu menuju masjid, maka tentu ganjaran yang ia lihat saat sakaratul
maut itu tentu lebih indah lagi.

Seandainya yang baru.. seandainya yang baru..
Suaminya pada suatu hari, ketika pulang dari membeli baju di pasar, ia
bertemu dengan seorang miskin yang tidak memakai baju. Orang miskin itu
berteriak-teriak untuk diberikan baju namun tidak ada orang yang
memperhatikannya. Melihat hal itu tersentuhlah hatinya untuk memberikan
bajunya. Maka si suami itu segera menukar bajunya yang lama dengan yang
baru, kemudian bajunya yang lama itu diberikan kepada orang miskin itu.
Pahala atau ganjaran dari perbuatan baiknya itu ditampakkan di depan matanya
saat ia sakaratul maut. Karena begitu indahnya ganjaran itu maka ia berucap
: "Seandainya yang baru.. seandainya yang baru.." 
Maksudnya adalah seandainya pakaian yang baru yang ia berikan kepada orang
yang miskin itu, tentu ganjaran yang diperlihatkan padanya saat sakaratul
maut itu lebih
indah lagi.

Seandainya semuanya.. seandainya semuanya..
Suaminya pada suatu hari telah siap duduk untuk menyantap hidangan makannya.
Saat ia bersiap hendak makan datanglah seorang pengemis yang menceritakan
padanya bahwa ia belum makan dan merasa sangat lapar. Maka ia meresa iba
dengan pengemis itu dan dibagi dualah makanan yang hendak ia santap itu
bersama si pengemis itu. Pahala atau ganjaran dari perbuatan baiknya itu
ditampakkan di depan matanya saat ia sakaratul maut. Karena begitu indahnya
ganjaran itu maka ia berucap : "Seandainya semuanya.. seandainya semuanya.."

Maksudnya adalah seandainya ia memberikan semua makanannya kepada pengemis
itu, tentu ganjaran yang diperlihatkan kepadanya saat sakaratul maut itu
lebih indah lagi.

Mendengar penjelasan dari nabi Muhammad itu maka hilanglah kegelisahan hati
sang istri itu. Bahkan ia bergembira karena ternyata suaminya banyak
mendapat kabar gembira saat menghadapi sakaratul mautnya.

Saudaraku.. apa hikmah yang bisa kita petik dari sejarah ini?
Sekalipun kisah ini sudah mengalirkan hikmah-hikmahnya yang banyak dengan
sendirinya, izinkan saya untuk menyampaikan beberapa hikmah dari kisah ini.

Betapa kebajikan-kebajikan yang ditampakkan dalam kisah ini sudah sangat
jarang kita jumpai dalam kehidupan ini. Hati yang lembut dan mudah tersentuh
oleh penderitaan orang lain sudah sangat langka kita jumpai di era yang
modern ini. Kita begitu terkurung di dalam mobil-mobil kita yang mewah untuk
sekedar memberikan uang seratus rupiah kepada orang miskin. Atau lajunya
kendaraan kita yang tidak menghiraukan bahkan pejalan kaki yang hendak
melintas jalan. Apalagi seorang buta yang sedang berjalan di trotoar tak
akan sampai kita perhatikan. Atau kita begitu terlindungi di ruangan dalam
rumah kita yang suejuk oleh hembusan AC, sehingga perlu si iyem atau si udin
yang menyerahkan sekedar rizki kepada pengemis dan peminta-minta di luar
jeruji pagar yang panas. Saudaraku.. tahukah kita bahwa "mereka"
(orang-orang yang memerlukan bantuan kita) itu adalah "ticket" kita ke
Syurga? Tahukah bahwa mereka itu sesungguhnya adalah ladang amal yang
mendatangi kita? Kapankah lagi kita menjumpai kesempatan-kesempatan untuk
berbuat baik yang bisa memberikan kita kabar gembira saat sakaratul maut
kita? Kenapa harus kita wakilkan? Tidakkah kita suka kepada senyuman
terimakasih mereka yang tulus ketika menerima pemberian kita yang tidak
seberapa itu? Senyuman mereka dan ucapan terimakasih mereka itu adalah
cahaya dan hembusan dari Syurga. Yang akan memberikan kesejukan dalam dada
bagi pemberi yang tulus.
Jangan bakar pahala amal kita dengan ucapan-ucapan : "mereka itu cuma malas
berkerja, sayang masih muda sudah meminta-minta"
atau bahkan hardikan keras yang membuat kita pantas menyandang gelaran
"pendusta agama" dalam surat Al Mauun.

Tanyakan kepada hati kita masing-masing.. apakah kita akan melakukan hal
yang sama jika kita menjumpai kesempatan yang sama? Ataukah hanya melengos
pura-pura tidak melihat sambil mengkeraskan hati dan mempercepat jalan?
Pantas saja jika tidak ada kabar gembira saat kita sakaratul maut nanti.
Kabar gembira apa yang pantas bagi hati yang keras membatu?

Saudaraku.. agama bukan kumpulan syariat yang meminta sekedar dipenuhi.
Hanya supaya lepas kewajiban. Jika syariat dan ibadah tidak membekas di
hati, tidak melunakkan hati, maka pantaslah kita disebut pendusta agama yang
"lalai serta bermaksud riya" atas shalat dan ibadah-ibadah syariat yang
lainnya. Seluruh ibadah-ibadah syariat itu haruslah mempunyai dampak yang
baik bagi jiwa, ruh dan akhlaq manusia yang melaksanakannya.

Pernahkah kita dengar kisah tentang seorang ahli Syurga yang hidup di masa
nabi Muhammad? Ternyata ia hanyalah seorang yang sangat biasa dalam hal
ibadah-ibadah syariatnya. Tidak ada yang istimewa dari ibadah-ibadahnya
dibandingkan sahabat-sahabat nabi Muhammad yang lain. Namun ia adalah
seorang yang sangat tawadlu dan bersih hatinya dari perasaan dengki kepada
orang lain. Itulah tujuan agama dan ia sudah mendapatkannya. Hati yang
lembut dan bersih, akhlaq yang baik, ibadah yang shahih, aqidah yang mantap
dan berjuang di jalan Nya untuk menegakkan kalimat Tauhid.

WalLoohu a'lam.



____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke