Aku Teringat Beliau...


Aku teringat beliau. Seorang yang sangat tawadhu'. Yang selalu ingin melihat kebahagiaan orang lain. Juga selalu ingin meraih nilai dari Allah dalam setiap jengkal langkahnya. Beliau termasuk ustadz, bahkan kalau beliau pada saat itu membalut kepalanya dengan surban dan memakai baju gamis dalam setiap ceramahnya, pastilah beliau disebut kiyai. Tapi, sepengetahuanku, kiyai yang dikenal di negara ini harus sudah berusia lanjut dan memimpin pondok pesantren.

Ustadz Ahmad Madani, Lc. Masyaikh yang aktif di Departemen Kaderisasi DPP Partai Keadilan. Jam terbang beliau tinggi. Hampir tiap pekan keluar kota, mendengungkan shiroh Rosulullah dan Shahabat serta para Ulama yang mengusung da'wah islam. Setiap kali beliau keluar kota, penampilannya sangat seadanya. Jika Allah memperbolehkan aku berandai-andai, maka aku kan beandai-anadai seperti ini. Andai ulama seluruh dunia sesederhana beliau, maka Islam akan dipandang oleh agama lain sebagai agama sederhana. Ah... kapan itu semua terjadi. Wallohu a'lam.

Aku teringat beliau. Sewaktu masih tinggal di kontrakan petak yang termasuk kategori RSS (Rumah Sangat Sederhana) di kawasan Kampung Melayu Jakarta Timur. Setiap pulang dari tugas da'wahnya, entah siang maupun malam. Beliau tidak langsung masuk ke rumahnya, tapi mengetuk pintu rumah para tetangga. Sekedar silaturrahim dan memberikan oleh-oleh dan uang secukupnya kepada mereka. Tetangganya yang pada saat itu terjepit keadaan ekonomi merasa sangat bersyukur "memiliki" pak Ustadz. Yang disisakan di saku beliau adalah uang belanja untuk keluarganya untuk sepekan dan menurutnya cukup. "Keanehan" beliau diketahui oleh istrinya. Jika istrinya bukan seorang yang sabar, maka ia akan mengatakan seperti ini kira-kira "Abang, kita aja tinggal dirumah yang pas-pasan, makan dengan biasa saja, kenapa abang membagikan uang kepada mereka yang tidak ada hubungan apa-apa dengan kita??". Sekali-kali tidak, istri beliau adalah seorang istri yang sangat sabar dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan setiap kali suami tercintanya pulang.

Aku teringat belaiu. Sewaktu mendapat undangan da'wah di daerah Samarinda, Kalimantan. Beliau mendapatkan rizki dari Allah dalam jumlah yang sangat besar. Sepuluh Juta Rupiah. Apa yang akan Anda lakukan jika mendapat uang sebanyak itu? Apakah Anda akan membeli motor, menabungnya atau mencari tempat-tempat untuk berlibur dengan keluarga. Itu jawaban-jawaban yang kita kemukakan jika kita mendapat pertanyaan seperti itu. Tapi tidak untuk Ustadz Ahmad Madani. Ketika beliau menuju bandara, beliau berhenti disetiap kawasan-kawasan kumuh dan membagi-bagikan uang itu. Yang disisakan di sakunya adalah hanya uang belanja untuk sepekan dan menurutnya cukup.

Sayang sekali. Ketika beliau ingin menghembuskan nafas terakhirnya karena sakit yang diderita. Aku tengah berada di Semarang untuk mengisi Training Pegawai Bank Muamalat. Malam itu ada angin badai yang sangat dahsyat, sehingga aku berinisiatif untuk mematikan hp-ku. Perasaanku bukan main gundahnya. Bukan gundah karena angin yang melanda. Ada perasaan aneh dan bergetar dalam jiwa ini. Seakan ada seseorang yang sangat berarti dalam hidupku yang akan pergi menghadap Penciptanya.

Subuh telah pergi. Matahari redup kemerahan telah memunculkan diri. Sinar matahari yang aneh, pikirku. Semalaman aku tidur dalam keadaan was-was dan tidak tenang, sehingga rasa kantukku belum juga hilang.
Hp-ku kuatifkan kembali. Alert SMS yang begitu banyak menggodaku untuk segera membacanya. "InnaliLlahi Wa inna Ilaihi Roji'un, Bang.. Paman Telah Dijemput Allah Malam ini. Segera Pulang!!!". Pelupuk mata ini tak dapat membendung air mata. Mengalir begitu derasnya. Pamanku. Ustadz Ahmad Madani, telah dipanggil Allah dalam ketaatan kepada-Nya dan Rasul-Nya. Segera kutelpon Istriku, "Abang tak dapat pulang, Abang sudah di tempat pelatihan, tidak ada lagi yang menggantikan Abang". Aku hanya tergugu mengucapkan kalimat-kalimat itu.
Dua pekan kemudian. Aku mengunjungi makam beliau. Ditemani istri, anak-anakku dan anak-anak beliau. Kuhaturkan do'a terbaik untuk beliau disertai titik demi titik air mata yang tak dapat kuhindari kehadirannya.


Selepas do'a. Aku bergegas dengan langkah lemas meninggalkan rumah terakhir beliau. Tanganku ditarik-tarik putra beliau. "Ami... koq kuburan abi masih harum ya?? Ami cium wanginya nggak??" polos sekali pertanyaannya. Aku kembali memandang makam beliau yang sudah tidak ada bunga disekelilingnya karena sudah 2 pekan usia gundukan tanah itu. Benar saja, aroma harum menghiasi kehadiran setiap peziarah. Harum sekali. Aku tak tahu pasti tentang aroma harum itu. Aroma harum bunga apa ini??. Aku tak mampu menjawab. Aku hanya memeluk anak-anaknya..

"Robbi, jadikanlah aroma harum itu sebagai pertanda husnul khatimahnya. Tempatkan beliau dalam barisan para Syudaha yang menegakkan panji-panji da'wah, yang menjalankan setiap Sunnah Rasululloh, yang menyambung setiap saudaranya dalam ukhuwah, yang senantiasa mensyukuri ni'matmu dan menjaganya"
Aku ingin seperti beliau jika Aku teringat beliau....


Duren Sawit, Ramadhan 1424 H
Aris Pujangga, sebagaimana dituturkan oleh Bang Fajri

===========================================================================================
Akses Internet Prabayar TELKOMNet-Prepaid,
nominal Rp.10.000- Rp.150.000. Dapatkan di Plasa - Plasa TELKOM terdekat (khusus di Jawa Timur)
===========================================================================================
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Reply via email to