Fenomena
PKS
Tanggal dimuat: 4/4/2004
Kalau survei tersebut
akurat, yakni sesuai dengan hasil pemilu sebenarnya nanti, PKS adalah salah satu
dari partai baru yang sukses mendongkrak suara. Ketika namanya Partai Keadilan,
dalam pemilu 1999 ia hanya mendapat suara 1,5 persen. Kalau dalam pemilu 2004
nanti mendapatkan suara sekitar 5,5 persen, itu adalah kemajuan yang berarti.
Menurut survei-survei
perilaku pemilih yang dilakukan oleh lembaga survei politik yang kredibel
seperti the International Foundation of Electoral System (IFES) ataupun Lembaga
Survei Indonesia (LSI), dukungan calon pemilih terhadap Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) cenderung menguat dibanding partai-partai baru lain pada
umumnya. Dalam survei nasional LSI terakhir, yakni 10 hari masa kampanye (23
Maret 2004), PKS mendapatkan dukungan 5,5 persen. Perolehan suara ini tidak
banyak berbeda dengan perolehan suara PKS dalam survei IFES (28 Maret 2004),
yakni 3,6 persen. Ini mengindikasikan bahwa seburuk-buruknya PKS akan
mendapatkan suara setidaknya 2 persen, dan potensial mendapat 7,5 persen.
Kalau survei tersebut akurat, yakni sesuai dengan hasil pemilu
sebenarnya nanti, PKS adalah salah satu dari partai baru yang sukses mendongkrak
suara. Ketika namanya Partai Keadilan, dalam pemilu 1999 ia hanya mendapat suara
1,5 persen. Kalau dalam pemilu 2004 nanti mendapatkan suara sekitar 5,5 persen,
itu adalah kemajuan yang berarti.
Pertanyaannya, kenapa PKS sukses
dibanding dengan partai-partai lainnya? Walapun tidak lolos electoral
treshold dalam pemilu 1999, kader PK, dibanding partai-partai lain, terlihat
terus aktif dan bekerja keras melakukan konsolidasi dan sosialisasi partai
kepada masyarakat pemilih lewat berbagai kegiatan sosial. PKS juga cukup
berhasil membangun citra sebagai partai yang punya komitmen terhadap pembentukan
pemerintahan yang bersih. Para aktivis partai ini umumnya berlatar pendidikan
baik dibanding rata-rata masyarakat kita, dan mampu membangun kader-kader yang
sederhana dan bersih. Karena citra demikian, sejumlah tokoh “sekuler” sekalipun
menunjukan rasa simpatiknya terhadap partai ini.
Walapun dikenal sebagai
partai Islam yang punya komitmen bagi penegakan syariat Islam di bumi pertiwi,
tapi di bawah kepemimpinan Hidayat Nurwahid selama kampanye ini, komitmen
tersebut cukup berhasil diterjemahkan secara substantif dan inklusif dalam
bentuk kampanye anti Korupsi. Selama kampanye, PKS tidak mencitrakan dirinya
sebagai partai eksklusif dengan mengusung simbol-simbil keagamaan yang hanya
menarik satu segmen saja dari masyarakat Indonesia. PKS cukup berhasil
menciptakan dirinya sebagai partai terbuka, punya komitmen moral, dan keinginan
kuat untuk membentuk pemerintahan yang bersih.
Kalau citra inklusif
seperti ini terus dipupuk dan dijabarkan dalam proses legislasi nanti, PKS
adalah salah satu partai baru yang punya masa depan. Sekarang PKS telah menjadi
sebuah fenomena dalam politik kita. Pertanyaannya, sejauhmana PKS dapat
mempertahankan citra yang positif ini ke depan?
Jawabannya tentu saja
ada pada pikiran dan hati-nurani aktivis dan kader PKS sendiri. Kalau mereka
berhasil menjaga dan mengembangkan citra yang baik, ia potensial menjadi salah
satu partai besar di masa depan, dan karena itu akan membantu mewadahi aspirasi
rakyat yang sangat beragam secara primordial. Pada akhirnya, PKS akan membantu
mematangkan demokrasi yang sedang dibangun dan menjadi komitmen hampir seluruh
rakyat Indonesia bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik bagi bangsa
ini. Sistem ini dipercaya paling mampu mengelola secara damai perbedaan dan
pertentangan yang ada di masyarakat. Mudah-mudahan komitmen bangsa ini juga
menjadi komitmen sentral dari PKS sendiri. Selamat PKS! (Saiful
Mujani)
|