UAA:
Sent: Sunday, December 15, 2002 2:26 AM
Subject: Re: Wahyu itu non-hisoris dan hitoris sekaligus!

Pak Nur,

Apapun pengertian yang anda tempelkan pada kata "budaya" (konon, Kluckhon pernah menghitung definisi yang pernah dipakai dalam tradisi kesarjanaan Barat, dan jumlahnya lebih dari seratus; Terry Eagleton menulis buku khusus tentang definisi budaya itu beratus-ratus lembar, dalam buku berjudul "The Idea of Culture"), tetap saya mengatakan: tak ada salahnya wahyu dipengaruhi oleh budaya. Apakah wahyu kurang nilainya kalau dipengaruhi budaya Arab? Tidak! Kalau anda memaknai wahyu secara general, tidak saja wahyu dalam Qur'an, maka jelas sekali Qur'an mengatakan bahwa wahyu Allah kepada setiap Nabi itu dipengaruhi oleh masing-masing kultur umatnya; "wa likullin ja'alna minkum syir'atan wa minhaja". Qur'an sendiri menegaskan itu. Karena wahyu Allah dalam bentuk "minhaj" yang turun pada Nabi Musa sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kultur masyarakat yang ada, maka Allah menurunkan wahyu baru dalam bentuk "manhaj" baru, yaitu wahyu yang turun pada Nabi Isa. Wahyu Isa dkoreksi oleh wahyu yang turun pada Nabi Muhammad. Kalau wahyu dipengaruhi oleh kultur Arab, maka kultur Arab mengatasi wahyu, kata anda. Dari mana anda dapat pemahaman seperti ini?  

Sekarang saya tanya: apa bahasa Allah itu? Apakah Allah itu berbahasa Arab, Inggris, Belanda, Sunda, atau yang lain? Jawaban saya: Allah menggambarkan diri-Nya dalam Qur'an, "Laisa kamitslihi syai'un", Allah tidak menyerupai apapaun. Artinya: Allah tidak mempunyai bahasa; Allah itu "beyond languages, beyond symbols," begitulah orang-orang sufi sering menggambarkan zat Allah. Tetapi ketika Allah hendak "berbicara" kepada manusia, "terpaksa" Allah memakai bahasa. Ketika Allah hendak "berkomunikasi" dengan komunitas yang kebetulan adalah orang-orang Arab, maka "terpaksa" Allah menggunakan bahasa Arab. Karena "pesan" Allah dikomunikasikan dalam bahasa yang spesifik, yaitu bahasa Arab, sudah logis kalau "pesan universal" Allah itu juga terpengaruh untuk kultur Arab. Seperti sudah saya katakan, bahasa itu bukan sekedar susunan kata-kata, tetapi juga membawa pandangan dunia, kultur, dan prasangka-prasangka masyarakat yang memakainya. Seandainya "pesan Allah" itu turun di tanah Jawa dan dikomuniakasikan dalam bahasa Jawa, sudah pasti wahyu Allah akan berbeda.  

Saya bertanya: kata-kata Nabi yang terhimpun dalam hadis itu wahyu atau tidak? Qur'an mengatakan, "wa ma yanthiqu 'anil hawa, in huwa illa wahyun yuha." Nabi tidak pernah berkata-kata dari hawa nafsunya sendiri, semua yang diuajarkannya adalah wahyu. Pasti ada perbedaan pemahaman atas ayat ini. Kalau kita mengikuti pandangan orang yang mengatakan bahwa berdasarkan ayat itu, hadis-pun adalah wahyu dari Allah juga, maka saya akan ajukan sebuah hadis yang terang-terang dipengaruhi oleh kebudayaan Arab: "A'ful liha", panjangkan jenggot kalian. Ini hadis sahih. Dalam teori hukum Islam klasik, disebut ushul fiqh, dikatakan: setiap ketentuan hukum yang disampaikan dalam bentuk "kata perintah" (fi'il amar), maka hukumnya adalah wajib. Jadi, memanjangkan jenggot adalah wajib hukumnya. Pemerintah Saudi pernah membiayai pencetakan ribuan pamflet tentang wajibnya memanjangkan jenggot berdasarkan hadis itu. Pemerintahan Taliban ketika masih berkuasa di Afghanistan pernah menghukum orang-orang yang mencukur jenggotnya, berdasarkan hadis ini pula. Kalau hadis adalah juga merupakan wahyu Allah, maka pertanyaan saya: berarti ajaran tentang jenggot adalah wahyu Allah juga. Bukankah memanjangkan jenggot adalah khas tradisi Arab? Bukankah wahyu, dalam kasus ini, sangat dipengaruhi oleh kultur Arab?  

Saya telah menunjukkan dengan gamblang, bahwa bahkan Qur'an pun menyatakan bahwa ajaran Allah itu disesuaikan dengan masing-masing tahap perkembangan umat yang menerimanya, dus dengan demikian juga sesuai dengan kulturnya. Begitulah kata Qur'an. Bagaimana anda ngotot bahwa statemen semacam itu adalah menghina Allah, mendustakan Nabi. Anda tidak menunjukkan argumen apapun kepada saya. Anda mengulang-ulang kesimpulan yang tidak ada dasarnya sama sekali. Mengatakan "menghina Allah, Rasul, Islam" kepada orang-orang yang berbeda pendapat itu memang mudah; tetapi dengan cara begitu, anda menyamakan pemahaman anda sendiri dengan kebanaran sebagaimana ada dalam kehendak Allah. Siapa yang tahu kehendak Allah. Setiap mufassir besar selalu menutup uraiannya dengan mengatakan "wallahu a'lam bish shawab," dan Allah lah yang paling tahu dengan apa yang benar dalam penafsiran ayat ini atau itu. Kalau ada orang datang dengan tafsiran lain, itu bukan berarti menentang Allah.  

Udahlah, jangan terlalu mudah mengobaral kata-kata semacam itu. Jangan terlalu gegabah menyimpulkan orang yang berbeda pendapat dengan anda sebagai menghina agama Allah. Tunjukkan argumen anda, dari mana anda menyimpulkan bahwa kalau wahyu itu dipengaruhi budaya Arab, maka dengan demikian wahyu rendah nilainya? bahka mengatakan hal demikian adalah mendustakan Nabi? Apa agumen anda? Saya telah tunjukkan ayat dalam Qur'an yang justru menolak pemahaman anda.  

Bagaimana dong, Pak? 

salam,
ulil 
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke