Date:   Tue, 20 Apr 2004 16:07:28 +0700 
From:   Ansari Tarigan [EMAIL PROTECTED] 
Subject:   [Alimbas] "Ancaman Lee dan Masa Depan PKS" 
To:   "'[EMAIL PROTECTED]'" <[EMAIL PROTECTED]> 

Saya kirimkan salah satu kupasan dari seorang analisis Muslim tentang Politik Islam 
dan Islam Politik di Indonesia.Semoga berkenan....
Wassalam,
Ansari Tarigan

Ancaman Lee dan Masa Depan PKS"
        
Simpatisan PKS mungkin akan merayakan kemenangan atas meroketnya suara dalam Pemilu 
2004 kali ini. Tapi, stigma dan ancaman, akan makin berdatangan. Baca CAP ke-49 Adian 
Husaini, MA
Menteri Senior Singapura Lee Kuan Yew mengulangi lagi seruannya agar  kelompok Islam 
moderat memerangi ekstrimis Islam, yang ia sebut telah  membuat teror di dunia. Jika 
tidak, maka AS dan sekutunya akan memerangi  kelompok ekstrimis Islam itu. Lee 
mengingatkan kelompok Islam moderat di  dunia jika tak segera mengambil sikap dan 
memulai memerangi kelompok  ekstrimis di masjid-masjid dan sekolah-sekolah muslim, 
maka yang akan  terkena getahnya tidak saja kelompok ekstrimis itu saja, melainkan  
komunistas Islam secara keseluruhan. Adanya respons dari kelompok  moderat ini, kata 
Lee, juga akan mengurangi jurang pertentangan antara  Barat dengan Muslim. 
Lee membuat pernyataan itu dalam wawancara dengan BBC East Asia Today,  Sabtu (27 
Maret 2004), yang juga dikutip oleh Tempo Interaktif. Lee  mengatakan, berdiamnya 
kelompok Islam moderat membuat Islam ekstrimis  leluasa meledakan bom seperti di Bali 
dan di Madrid baru-baru ini yang  menewaskan 190 orang. Karena ada reaksi dari 
kalangan Islam moderat,  menurut Lee, mendorong Amerika Serikat dan sekutunya 
memerangi kelompok  ekstrimis Islam itu. Jika bom-bom terus meledak setelah 11 
September,  Madrid, dan Bali lalu kelompok Islam moderat diam saja, dan bahaya Barat
mulai terasa, maka tak akan ada yang menang melawan teroris. "Ini  masalah yang sangat 
berbahaya," katanya.   
Selain Amerika, menurut Lee, negara-negara Eropa juga akan mengambil sikap yang sama 
menumpas kelompok-kelompok ekstrimis itu. Sehingga tidak  bisa disalahkan jika dua 
kekuatan besar itu kemudian memerangi Islam,  karena orang Islamnya sendiri membiarkan 
aksi kelompok-kelompok Islam  garis keras itu. Begitulah pernyataan mutakhir Lee Kuan 
Yew.   
Pernyataan Lee itu tentu bukan hal yang baru. Beberapa kali ia  menyatakan sikap 
senada. Ia pernah meminta agar AS membantu TNI untuk  menumpas gerakan yang disebutnya 
sebagai Islam radikal dan ekstrimis.  Berulang kali pula Lee menyerukan kepada dunia 
akan bahaya Islam  militan, radikal, dan sebagainya. Kita tidak terlalu terkejut 
dengan  ucapan tokoh Cina perantauan (Overseas Chinese) yang mutakhir ini. 
 Meskipun demikian, ucapan Lee perlu menjadi perhatian dan catatan serius  kalangan 
Muslim. Apalagi, ucapan itu diungkapkan dan disebarluaskan di  tengah-tengah momentum 
Pemilu Indonesia tahun 2004, yang memunculkan  fenomena baru, meroketnya perolehan 
Partai Keadilan Sejahtera (PKS).  Bagaimanapun jargon dan strategi yang digunakan PKS 
dalam meraih suara,  PKS tetaplah akan dipandang Barat sebagai partai Islam yang 
berkeinginan  melaksanakan syariat Islam. Para aktivis dan tokoh PKS dengan mudah akan 
 dituding memiliki hubungan dengan teroris, karena mereka aktif mendukung  perjuangan 
Palestina dan mau tidak mau harus berhadapan dengan Israel  yang sekaligus pelindung 
utamanya, AS. 
Siapapun tau, para aktivis PKS dikenal aktif dalam mendukung perjuangan  Hamas, yang 
oleh Israel dan AS sudah dimasukkan ke dalam daftar  organisasi teroris. Karena itu, 
tidaklah heran, jika beberapa waktu  lalu, Presiden PKS, Dr. Hidayat Nurwahid juga 
dikaitkan dengan jaringan  teroris, karena organisasi yang dipimpinnya, yakni Yayasan 
Haramain,  dicap punya kaitan dengan organisasi teroris tertentu versi AS dan PBB. 
Jika Lee Kuan Yew meminta agar Islam moderat memerangi Islam teroris dan  ekstrimis, 
maka yang perlu dipertanyakan kepada kakek Lee adalah tentang  definisinya, siapakah 
yang disebut sebagai "moderat" dan siapakah yang  disebut sebagai "ekstrimis" atau 
"teroris". Dalam kamus "terorisme"  definisi ini tidak pernah jelas. Dunia dengan 
gamblang melihat bagaimana  standar ganda diterapkan. Pembunuhan tentara Israel 
terhadap Syeikh  Ahmad Yassin dan tokoh-tokoh Hamas bukanlah termasuk tindakan teror.  
Dalam kurun waktu 28 September 2000 hingga 8 April 2004, sudah lebih  3.800 warga 
Palestina yang dibunuh oleh Israel. Satu jumlah yang  melampaui korban serangan 11 
September 2001. 
Jika warga Palestina yang jadi korban, maka itu bukanlah tindakan  terorisme. Tetapi 
jika orang Yahudi atau Amerika dan sekutunya yang jadi  korban, maka itu dikatakan 
terorisme. Padahal, dunia mengakui, Israel  adalah penjajah wilayah Palestina, karena 
terus-menerus melanggar  berbagai resolusi PBB yang memerintahkan mereka keluar dari 
wilayah   Palestina yang didudukinya. Sudah terlalu banyak pakar yang mengritik 
kebijakan AS dalam soal terorisme, yang tidak melihat pada akar  persoalan, tetapi 
terus-menerus menebar permusuhan dan melindungi  berbagai tindakan kejahatan 
sekutu-sekutu atau kroninya, hanya karena  menguntungkan politik dan 
kepentingan-kepentingannya. 
Karena itu, kita perlu memahami apa yang ada di balik ucapan Lee Kuan  Yew. Sejatinya, 
dunia Barat, khususnya AS dan sekutunya, sudah mulai  ketakutan dan kebingungan dengan 
kondisi mereka sendiri, yang tidak lagi  akur dan bersatu padu. Karena itu, mereka 
resah. Perdebatan antara  Huntington dengan Anthony Giddens beberapa waktu lalu 
dipublikasikan  oleh sejumlah media internasional dengan judul "Two West" (Dua Barat). 
Thomas L. Friedman, dalam kolomnya di International Herald Tribune (3  November 2003), 
berjudul "Is this the end of the West?" menulis, bahwa  Barat memang telah pecah. AS 
dan Eropa, khususnya Jerman dan Perancis,  telah berbeda dalam banyak hal prinsip. 
Carld Bildt, mantan PM Swedia,  menyatakan, bahwa selama satu generasi, Amerika dan 
Eropa bersepakat  selama puluhan tahun bersama Aliansi Atlantik Utara membangun 
komitmen  bersama untuk menciptakan pemerintahan demokratis, pasar bebas, dan  
menangkal pengaruh komunisme Uni Soviet. Namun, kini, semua itu sudah  berubah. Bagi 
Eropa, tahun penting adalah 1989 (keruntuhan Soviet),  sedang bagi AS adalah 2001 
(Tragedi WTC). Eropa dan AS juga gagal untuk  membangun visi bersama dalam menghadapi 
isu-isu global. "We have also  failed to develop a common vision for where we want to 
go on global  issues confronting us," kata Bildt. Karena itulah, Barat membutuhkan  
musuh bersama. 
Berbagai isu mereka bangkitkan untuk menyatukan visi dan langkah mereka. Isu 
"terorisme Islam" merupakan isu yang sensitif bagi Barat, karena pengalaman sejarah 
yang panjang tentang Islam. Memori kolektif  masyarakat Barat - juga sekutunya, 
seperti Lee Kuan Yew, yang negaranya  terjepit di tengah negeri Muslim -- akan dengan 
mudah dibangkitkan  dengan tantangan dan ancaman Islam. Mengapa? Di dunia ini tidak 
ada  peradaban lain yang begitu lama mampu menaklukkan peradaban Barat dan  masuk ke 
jantungnya, selain peradaban Islam. Di Spanyol, umat Islam  bertahan hampir 800 tahun 
(711-1492). Mereka masih sulit melepaskan  ingatan, bagaimana Kota Kebanggaan Kristen, 
Konstantinopel, direbut oleh  umat Islam pada 1453. Oleh Sultan Muhammad al-Fatih, 
Kota itu diubah  namanya menjadi "Islambul" (Kota Islam). Konstantin adalah Kaisar 
Romawi  yang sangat dihormati oleh kalangan Kristen, karena dialah yang pertama  kali 
memberikan kelonggaran kepada kaum Kristen untuk menjalankan  agamany
 a 
di wilayah Romawi, dengan mengeluarkan Edict of Milan pada 311  M. Maka, dia dijuluki 
sebagai "The Great Constantine". Atas prakarsa dia  pula, pada 325 diselenggarakan 
Konsili Nicaea, yang merumuskan Teologi  Kristen resmi, yang masih dijadikan pegangan 
Gereja hingga kini. 
 Secara teologis, Islam juga memberikan tantangan besar sejak awal mula,  terhadap 
pondasi dan Kitab Yahudi dan Kristen (Bible). Al-Quran menyebut  mereka sebagai kafir 
ahlul kitab dan karena mereka ingkar kepada  kenabian Muhammad maka mereka tidak akan 
mendapatkan keselamatan. Secara  tegas al-Quran menyatakan, mereka yang beriman kepada 
trinitas sebagai  kafir (QS Al-Maidah 72-75). Bahkan, Al-Quran juga secara tegas 
menyebut  bahwa mereka sudah mengubah-ubah kitab suci mereka, sehingga menjadi tidak  
suci lagi. Bukan hanya itu, al-Quran juga membongkar asas-asas peradaban  Barat modern 
yang berbasis kepada rasionalisme dan menolak wahyu. 
 Tidak ada satu agama dan kitab suci pun di muka bumi ini, yang  membongkar dan 
mengkritisi habis-habisan unsur-unsur peradaban Barat,  sebagaimana peradaban Islam. 
Karena itu, meskipun sebagian besar  masyarakat Kristen Barat telah menjadi 
"Kristen-nominal", namun sentimen  keagamaan mereka dan memori kolektif mereka 
terhadap Islam, masih sangat  mudah diungkit dan dibangkitkan. Tidak heran, pasca 
peristiwa 11
September, umat Islam di berbagai negara Barat menghadapi pelecehan dan  serangan, 
meskipun mereka tidak tahu menahu tentang peristiwa 11  September. 
 Jadi, pada perspektif politik internasional, demi menjaga kepentingan  Barat, 
khususnya "American interests", maka isu "teroris Islam"  terus-menerus dipelihara. 
Dan memang, ada saja diantara kaum Muslim,  yang terpancing atau dengan sadar dan 
terpaksa melakukan tindakan kekerasan terhadap Yahudi di Palestina atau berbagai 
penindas kaum
Muslim (di Chekhnya, Kashmir, Moro, dan sebagainya). Mereka melakukan  itu biasanya 
sebagai respon. Bom Madrid, misalnya, sangatlah penting  nilainya bagi AS untuk 
meyakinkan sekutu-sekutunya di Eropa akan bahaya  "teroris Islam". Bom Bali, terbukti 
memiliki nilai strategis bagi AS  untuk mengokohkan imej dunia, bahwa ancaman "teroris 
Islam" bukanlah  isapan jempol. 
Sebenarnya, mayoritas kaum Muslim bukannya membenarkan tindakan bom Bali  dan 
sejenisnya. Yang mereka tuntut adalah keadilan. Jika Imam Samudera  dkk dihukum karena 
membunuh 190-an orang, maka bagaimana dengan Israel  atau AS yang membunuh ribuan 
wanita dan anak-anak di Palestina, Iraq,  Afghanistan dan sebagainya? Jika Lee Kuan 
Yew berteriak tentang bahaya  Islam teroris, mengapa dia membiarkan para koruptor dan 
pelarian  Indonesia yang menggondol trilyunan rupiah uang rakyat Indonesia,  
bersembunyi di Singapura. Mengapa Singapura selalu menolak menandatangai  perjanjian 
ekstradisi dengan Indonesia? Bukankah terorisme ekonomi  memiliki dampak yang jauh 
lebih dahsyat dari pada terorisme dengan bom  tangan? Sebab, terorisme ekonomi 
membunuh generasi. Jutaan orang  sengsara sebab hak-hak hidup mereka dirampas. Kita 
berharap,  tuntutan-tuntutan keadilan semacam ini akan semakin banyak diungkapkan  
oleh pemerintah Indonesia di masa depan, siapa pun yang menjadi  presiden. 
Di tengah situasi politik internasional saat ini, yang masih didominasi  oleh 
kekuatan-kekuatan neo-konservativ (terutama Yahudi sayap kanan dan  Kristen-Zionis), 
maka partai-partai Islam yang sedang menanjak naik  bintangnya --seperti PKS-- perlu 
sangat cermat, dan tidak tenggelam ke  dalam kegembiraan yang berlebihan. Sejumlah 
kasus menunjukkan, Barat dan  kekuatan-kekuatan sekuler-misionaris, tidak pernah 
berhenti untuk  menghancurkan partai-partai Islam. Kasus FIS di Aljazair tahun 1991,  
menunjukkan bagaimana Barat begitu risau ketika FIS memenangkan pemilu.  Necmetin 
Erbakan, hanya bertahan 18 bulan di pemerintahan Turki.   
Awal Januari 1992, militer garis keras di Aljazair membatalkan pemilu,  memberangus 
FIS dan menahan ratusan anggotanya sehingga negara itu terus  menerus dalam perang 
sipil dan menimbulkan korban sampai 80 ribu jiwa.  Pembatalan pemilu itu, dimana 
pemerintahan Bush (senior) menghormati  keputusan militer Aljazair, dianggap sebagai 
suatu keputusan Washington  yang membingungkan. Bahkan lebih jauh, ketika militer 
mengambil paksa  pemerintahan Aljir pada Januari 1992, Departemen Pertahanan AS
mengatakan hal itu dibenarkan dalam konstitusi Aljazair.  Diplomat-diplomat Amerika 
secara pribadi juga setuju bahwa kemenangan  kaum Islamis di Aljazair dapat 
menimbulkan efek anti Barat dan dapat  menimbulkan gejolak yang luas di negara-negara 
lain. Pemerintahan Bush  juga khawatir kemenangan Islam Fundamentalis ini menyeberang 
ke Afrika. 
Menteri Luar Negeri AS di masa pemerintahan Bush, James Baker lebih  jelas lagi 
menyatakan ketidakinginannya melihat hasil pemilu di  Aljazair. Sebab ia melihat, FIS 
adalah sebuah gerakan Islam  fundamentalis radikal yang benar-benar anti Barat, anti 
nilai-nilai  demokrasi, kebebasan pasar dan prinsip-prinsip serta nilai-nilai Barat.  
Baker menyatakan: "Kita tidak bisa hidup dengan gerakan itu  (fundamentalis radikal) 
di Aljazair, sebab kita merasa bahwa  pandangan-pandangan fundamentalis radikal 
bertentangan dengan apa yang  kita yakini dan kita dukung dan bertentangan dengan 
kepentingan nasional  AS." 
Sebagai partai Islam yang bintangnya sedang bersinar, PKS haruslah  mencermati kasus 
FIS juga Erbakan. Pernyataan Lee bisa jadi serius. Jika  begitu, apakah pernyataan Lee 
dimaksudkan agar PKS, PPP, PBB, PNUI, PBR,  dan lain-lain, diperangi? Yang perlu 
dicermati adalah bagaimana  kiat-kiat dan cara melumpuhkan kekuatan Islam. Mereka 
memulai dari  dasarnya, dari unsur aqidah atau ideologisnya. Justru partai-partai  
Islam yang meraih suara signifikan kali ini perlu lebih menyadari, bahwa  jumlah besar 
bukan jaminan kekuatan dan kebenaran.  
Al-Quran banyak mengingatkan untuk tidak berbangga-bangga dengan jumlah  besar. Dalam 
Perang Hunain, ketika kaum muslim berbangga-bangga dengan  jumlah yang besar, justru 
mereka mendapatkan pukulan hebat dari kaum  kafir. (QS 9:25). Jumlah besar, disamping 
potensi, juga menyimpan  kerawanan, terutama dari para infiltran yang berniat tidak 
baik terhadap  Islam. Wallahu a'lam. (KL, 9 April 2004).  




____________________________________________________________
Find what you are looking for with the Lycos Yellow Pages
http://r.lycos.com/r/yp_emailfooter/http://yellowpages.lycos.com/default.asp?SRC=lycos10
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Reply via email to