Tan Aguih tampaknyo memang suko bana bagarah.
Tapi dalam posisi baliau nan baitu tinggi nan Inyiak Sunguik khawatirkan
bahayonyo beko kok talampau banyak  bakalabiahan bana garah tu  mangko:
"GARAH BISA JADI CINGKARAH"
-- Nyiak Sunguik

Kito baco resensi Buku Tukang Garah di SUARA PEMBARUAN DAILY, Rabu 14 Juli 2000


Humor ala Presiden Gus Dur

Judul : Presiden Gus Dur Yang Gus Itu: Anehdot-anehdot

KH Abdurrahman Wahid

Editor : M Mas'ud Adnan

Penerbit : Risalah Gusti, Surabaya, Cetakan I : April 2000

Tebal : xx+111 halaman

 D       ari sudut logika kita, tidak mudah bertemu seorang tokoh yang
berpikir serius,
        namun tidak kehilangan sens of humor-nya. Bahkan, persoalan yang
begitu rumit,
termasuk persoalan bangsa, dihadapi tanpa menghilangkan selera humornya. Hanya
sedikit tokoh yang mampu memadukan persoalan dengan humor. Yang sedikit itu
adalah
KH Abdurrahman Wahid, tokoh dengan seabrek julukan: cuek, kontroversial dan
gigih
dalam pendirian (yang terkadang disalahartikan dengan memaksakan kehendak).

Memisahkan Gus Dur dari humor memang seperti mencoba memisahkan rasa manis dari
gula atau rasa asin dari garam. Segala sesuatu yang berkaitan dengan humor
terciptakan dan tersampaikan, terkumpulkan dan teradaptasi dalam diri Gus
Dur. Juga,
bila mendengar atau membaca dan mengapresiasi perkataannya. Bagi Gus Dur, humor
itu seolah sudah terekam dalam kode genetikanya. Tentu saja ia juga mahir
mengubah
humor impor dengan memberi bingkai konteks Indonesia.

Buku Presiden Dur yang Gus Itu, Anehdot-anehdot KH Abdurrahman Wahid ini
merupakan kumpulan humor yang berkaitan dengan Gus Dur atau humor ciptaan
Gus Dur
sendiri. Humor-humor yang terhimpun dalam buku ini -- menurut Mohamad Sobary
dalam kata pengantarnya -- lahir dari akumulasi keterampilan, kreativitas
dan watak
jenaka sekaligus cermin kearifan.

Karena itu, meski pembaca mungkin terpingkal-pingkal dibuatnya atau bahkan
cemberut saat membaca humor-humor itu, tidak dapat dipungkiri bahwa banyak
sekali
nilai atau pelajaran yang dapat dipetik, baik politik, kultu-ral bahkan
kearifan hidup
yang diramu dengan selera humor.

Judul seperti "Sesama Setan Dilarang Saling Melempar" (halaman 10)
misalnya, kita
mendapatkan pelajaran bahwa dalam humor sering pula terselip kebencian,
agresivitas, sikap permusuhan dan penolakan politik atas suatu perkara.

Dalam satu kesempatan Gus Dur bercerita. Seorang presiden dan menpen (menteri
penerangan) di era pemerintahan Orde Baru mempunyai pengalaman menarik dalam
menunaikan ibadah haji di Mekkah. Pengalaman ini khususnya terjadi pada
saat dia
(Menpen) melempar jumrah.

Bayangkan, setiap kali dia melempar jumrah, batunya selalu berbalik (memantul)
menimpa dahinya. Sudah tujuh kali batu yang dia lontarkan berbalik menimpa
dahinya
dengan cara yang sama. Sudah tentu dia bingung dan mulai ketakutan.

Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Mau minta petunjuk presiden, tentu tidak
mungkin
karena sama-sama sedang sibuk. Di tengah kebingungan itulah, kata Gus Dur, sang
menteri mendengar suara halus di telinganya, ''Sesama setan dilarang saling
melempar!''

Dari cerita ini, jelas bagi kita bahwa watak jenaka tidak berdiri sendiri.
Di balik
kejenakaan ada pula kearifan. Orang yang tidak punya selera humor, jika ia
membenci
atau menolak suatu hal mungkin repot. Kebenciannya mungkin akan diungkapkan
secara
agresif, malah secara blak-blakan sehingga pasti kekerasan yang terjadi.

Orang seperti Gus Dur yang cerdas, kreatif dan nakal itu dengan tangkas
merumuskan
kejengkelan, kemarahan dan penolakannya atas suatu hal atau kepada
seseorang yang
juga dibenci masyarakat secara jenaka. Kebencian atau penolakannya tersalur
lewat
artikulasi yang bagus, lewat humor. Ia marah tapi itu cuma humor, atau ia
tampak
berhumor dengan wajah ceria tapi sangat marah.

Hal ini tentu terkait dengan wawasannya tentang etika politik bahwa dalam
politik
orang tak boleh marah. Pertimbangannya mungkin berupa kearifan yang menyatakan
bahwa tak ada musuh abadi, tak ada kawan abadi dalam politik. Karena itu,
buat apa
marah kepada orang yang kebetulan hari ini, bulan ini atau tahun ini
menjadi musuh
kita? Bukankah tak mustahil esok, lusa, bulan depan, atau tahun depan ia
bisa menjadi
kawan?

Gus Dur memang bukan hanya seorang humoris, malah sangat humoris. Hubungan
antaragama, antarsesama kiai, bahkan sakitnya sendiri bisa ditanggapi
dengan humor.
Karena itu, jabatan apa pun yang dia sandang, tak terkecuali jabatan
presiden yang
saat ini dia emban, tidak mengubah kepribadian Gus Dur sebagai seorang
humoris.

Kelihaian berhumor itulah yang antara lain ikut membantu dia hingga bisa
berkomunikasi dengan kalangan elite politik mana pun, baik yang seide
maupun yang
berseberangan. Terutama di masa-masa suhu politik di Tanah Air meningkat
menjelang
SU MPR 1999 lalu.

Seperti kita tahu, Gus Dur bisa dengan enteng datang ke Soeharto, Benny
Moerdani,
Habibie, Megawati atau siapa saja. Hal itu dia lakukan dengan rasa percaya
diri yang
tinggi meski orang lain mengkritik bahkan menghujat dia. Humor-humornya
pula yang
menjadikan dia dekat dengan Amien Rais yang kemudian memanggil Gus Dur dengan
sebutan ''Saudara Tua''. Padahal, kedua pemimpin itu sebelumnya amat sangat
berseberangan.

Menurut KH Said Aqiel Siradj, selain dikenal cerdas dan piawai dalam
berpolitik, daya
tarik Gus Dur adalah kelihaiannya dalam berhumor. Justru lewat
humor-humornya itu,
ia mampu ''menyatu'' dengan lawan bicaranya. ''Di mana saja, kapan saja,
dalam saat
yang tepat ia secara spontan selalu mengeluarkan gu- yonan-guyonan khas yang
membuat suasana menjadi cair dan tidak tegang,'' demikian ungkap teman
dekat Gus
Dur itu.

Kelihaian Gus Dur dalam memadukan antara humor dan politik itulah yang
menjadikan
manuver-manuver politiknya sarat dengan kejutan bahkan dengan humornya
itulah ia
melenggang ke istana. Sehingga tidak heran jika banyak orang, termasuk para
pengamat politik, sulit memprediksi langkah-langkahnya. Sampai-sampai
cendekiawan
sekaliber Dr Nurcholish Madjid dalam satu kesempatan secara guyon pernah
mengatakan, ''Ada empat rahasia Tuhan yang tidak bisa diprediksi
(unpredictable),
yakni kelahiran, jodoh, umur atau kematian, dan ... Gus Dur".

Kini Gus Dur yang kaya humor itu sudah duduk di kursi kepresidenan.
Mungkinkah dia
akan berubah dan tak lagi berhumor-ria? Tampaknya tidak demikian. Lihat saja
gayanya sejauh ini. Lagi pula kalau pin dia berubah, toh akan banyak warga
masyarakat, terutama warga Nahdliyin, yang protes.

- H BUCHORI TIHAYAR


Last modified: 14/6/2000



LAPAU RantauNet di http://lapau.rantaunet.web.id
Isi Database ke anggotaan RantauNet:
http://www.egroups.com/database/rantaunet?method=addRecord&tbl=1
=================================================
WEB-EMAIL GRATIS ... @rantaunet.web.id ---> http://mail.rantaunet.web.id
=================================================
Subscribe - Mendaftar RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages: subscribe rantau-net email_anda

Unsubscribe - Berhenti menerima RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi emai / Messages: unsubscribe rantau-net email_anda
=================================================
WebPage RantauNet http://www.rantaunet.web.id dan Mailing List RantauNet
adalah servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================

Kirim email ke