Hasil surfing di internet!
DR. MOHAMMAD NATSIR
Setelah sekian lama terkungkung penjajahan memasuki abad dua puluh, dunia
Islam menampakkan geliat kesadarannya. Fenomena tumbuhnya gerakan-gerakan
Islam di dunia Islam merupakan refleksi dari usaha untuk menyelesaikan
problem umat yang tengah mengalami keterpurukan peradaban selama sekian
abad. Suatu hal yang menarik, kelahiran gerakan-gerakan ini diikuti pula
dengan kesadaran kembali terhadap pemahaman Islam sebagai sistem kehidupan
yang komprehensif. Ikhwanul Muslimun di Mesir, Jama’ati Islami di Pakistan,
dan Masyumi di Indonesia memiliki visi pemahaman Islam yang setara walaupun
secara historis hubungan antara tokoh-tokoh gerakan ini baru terjalin
sekitar tahun enam puluhan dan tujuh puluhan. Ini merupakan bukti empiris
bahwa pemahaman mengenai Islam secara totalitas merupakan pemahaman yang
memiliki keberakaran yang begitu mendalam dalam sejarah umat Islam di
seluruh dunia. Tentu saja setelah terlebih dahulu hal ini terpahami secara
langsung dari sumber-sumber ajaran Islam.
Dalam sorotan ini kita dapat memahami logika perjuangan umat Islam dalam
usahanya menegakkan Islam dalam tataran politik dan kenegaraan. Gejala ini
semakin menggejala di dunia Islam setelah terjadinya keruntuhan khilafah
Islamiyah dan terjadinya kemerdekaan negeri-negeri Islam dari penjajahan.
MOHAMMAD NATSIR DAN PERJALANAN PEMIKIRANNYA
Memasuki masa-masa menuju kemerdekaannya, Indonesia dihadapkan pada
pilihan-pilihan sejarah untuk membangun masa depannya. Gelombang ide-ide
baru bermunculan yang dilontarkan putra-putranya untuk meretas jalan
kehidupan baru. Pada saat itu pula sesungguhnya pikiran-pikiran yang
dihasilkan merupakan bentukan dari pola pendidikan kolonial yang dilakukan
selama ini. Pada satu sisi pendidikan itu memberi kesadaran baru bagi
generasi muda Indonesia untuk membaca kehidupan bangsanya dan menegaskan
terhadap hak kemanusiaannya. Tapi pada sisi lain, orbit yang menjadi pusat
putaran kelahiran pikiran-pikiran itu tetap merupakan orbit peradaban Barat.
Analisa yang digunakan untuk menjamah problem yang berkembang dalam tubuh
bangsa ini dicangkokkan dari analisa terhadap sejarah dinamika peradaban
Barat.
Maka kemunculan ide-ide sekuler menggejala dalam tubuh bangsa ini. Tetapi
sesungguhnya, kemunculan ide-ide sekuler pada saat menjelang hilangnya
kolonialisme dan pasca kolonialisme ini merupakan fenomena umum yang dapat
kita jumpai pada negara-negara yang pernah terjajah atau yang mengalami
kekalahan persaingan dengan peradaban barat.
Dalam situasi seperti ini perjuangan intelektual untuk menampilkan Islam
sebagai satu-satunya pilihan aksiomatis bagi umat Islam merupakan kebutuhan
mendesak. Pada saat gelombang generasi baru mempertanyakan kerasionalitasan
ajaran Islam inilah Mohammad Natsir tampil sebagai pengibar bendera Islam.
Tulisan-tulisan beliau beredar luas untuk memberi tanggapan kritis terhadap
skeptisme generasi baru buah politik etis Belanda. Problem “Islam dan Akal
Merdeka”, posisi Islam dalam politik dan kenegaraan, merupakan sebagian isu
penting yang beliau tegaskan keabsahannya. Perumusan Mohammad Natsir
mengenai ajaran Islam dapat dihampiri dari konsepi Islam yang beliau
rumuskan, bahwa Islam menghormati akal manusia dan menundukkannya pada
tempat yang terhormat, Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu,
Islam melarang ber-taqlid buta. Kritik beliau mengenai taqlid juga tidak
semata ditujukan pada umat Islam awam tetapi juga pada mereka yang menamakan
dirinya sebagai orang yang berpikir modern yang kadangkala juga bertaqlid
secara buta kepada pemikiran Barat.
Ketika kemerdekaan Indonesia telah diambang pintu dan persiapan kelahiran
sebuah negara membutuhkan dasar-dasar yang kokoh maka terjadilah diskusi
diantara tokoh-tokoh bangsa ini untuk merumuskan dasar-dasar itu. Tentu saja
tokoh-tokoh Islam memperjuangkan Islam sebagai pilihan yang tepat bagi
bangsa ini. Lahirnya Piagam Jakarta merupakan refleksi dari kegigihan
tokoh-tokoh Islam pada masa itu. Tetapi situasi cepat berubah. Kemerdekaan
Indonesia lahir secara tiba-tiba. Perhatian dan tenaga semua komponen bangsa
pun tersedot ke dalam usaha mempertahankan kemerdekaan dan pengokohan
terhadap sendi-sendi kenegaraan. Mohammad Natsir, ketua Masyumi, memberikan
kontribusinya melalui kementrian penerangan yang dipimpinnya. Kemudian
ketika bangsa terancam perpecahan dengan diberlakukannya sistem negara
serikat beliau mengemukakan mosi integral-nya, dan Indonesia kembali menjadi
negara kesatuan. Setelah itu beliau diamanahi untuk mengemban jabatan
Perdana Mentri. Walaupun hanya berumur sekitar tujuh bulan, tetapi terlihat
komitmen beliau untuk menjujung tinggi etos profesionalisme seperti yang
digambarkan oleh Ikhlasul Amal dalam tulisannya pada buku “Pak Natsir 80
Tahun”.
Diskursus mengenai dasar negara sementara waktu tertunda. Baru pasca pemilu
’55 wacana ini kembali bergulir kembali di Konstituante. Karena sesuai
kesepakatan dahulu sifat dari UUD 1945 adalah sementara. Mohammad Natsir
kembali memperlihatkan kegigihannya untuk membela Islam dan menegaskan
secara argumentatif pada sidang-sidang Konstituante mengenai kelayakan Islam
sebagai rujukan kenegaraan. Sidang pun berlarut-larut sampai beberapa tahun,
hingga secara sepihak Soekarno selaku Presiden mengeluarkan dekritnya pada
Juli 1959. Padahal ketika itu rancangan UUD telah siap dan kesepakatan
antara berbagai pihak mengenai Dasar Negara hampir tercapai. Setelah masa
ini dimulailah era kediktatoran Soekarno.
MOHAMMAD NATSIR DAN SOEKARNO
Hubungan antara Mohammad Natsir dan Soekarno sedari awal merupakan hubungan
polemik intelektual. Pada masa awal empat puluhan ia mengemukakan banyak
pendapat yang mengajak untuk mencontoh Turki dalam membina kehidupan
keagamaan dan kebangsaannya. Melalui banyak tulisannya Soekarno
mempertanyakan hal-hal yang sudah menjadi rumusan baku dalam ajaran Islam,
dengan alasan rasionalitas.
Pada saat Soekarno mempublikasikan tulisan-tulisannya itu bangkitlah
Mohammad Natsir melakukan pembelaan terhadap ajaran-ajaran Islam. Natsir pun
mempublikasikan kritik-kritiknya terhadap prinsip-prinsp sekular dalam
banyak media massa.
Barangkali terlalu menyederhanakan untuk melihat perkembangan intelektual di
Indonesia hanya melalui polemik kedua sosok di atas. Tetapi perjumpaan
keduanya dalam polemik ini merupakan refleksi dari pertarungan alam pikiran
Islam dan alam pikiran Barat. Pada tahap ini problem yang terjadi
mengkristal dalam problem merumuskan metodologi pemikiran yang tepat untuk
membawa bangsa ini di masa akan datang. Natsir merupakan manifestasi
keyakinan yang begitu dalam terhadap ajaran Islam.
Ketika masa kemerdekaan sudah diambang pintu terjadilah pergeseran problem.
Kini problem yang dihadapi bangsa ini adalah merumuskan dasar negara. Ketika
itu Soekarno tampil dengan ide kebangsaannya. Dan Mohammad Natsir memberikan
pemikirannya mengenai kelayakan Islam dijadikan dasar negara
Sepertinya polemik dengan Soekarno merupakan rangkaian sejarah yang
berlanjut. Tapi pada masa akhir lima puluhan problem polemik itu mengalami
pergeseran. Kini problem itu adalah problem sikap. Konsistensi Natsir untuk
memperjuangkan kebenaran membawa konsekuensi masuk bui di tangan rezim
Soekarno yang mulai menampakkan sikap kediktatorannya. Pada saat itu Natsir
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan Soekarno. Ketika demokrasi
menjadi pilihan pada awal era lima puluhan, para pemikir Masyumi terlibat
secara intens dalam perjuangan Islam melalui jalur konstitusional. Bahkan
termasuk penjaga demokrasi di Indonesia.
Ketika Soekarno mencoba menafsirkan Pancasila secara materialistik-sekular,
Mohammad Natsir kembali mengingatkan kenyataan sejarah kelahirannya yang
tidak dapat dipisahkan dari para ulama Islam. Demikian pula ketika kehidupan
demokrasi di Indonesia terancam oleh rencana pelaksanaan konsepsi Demokrasi
Terpimpin ala Presiden Soekarno. Salah satu konsekuensi rencana pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin itu adalah pembubaran partai-partai politik yang ada.
Mohammad Natsir memberikan pernyataan-pernyataan keras dan tegas terhadap
hal-hal tersebut.
Sampai ketika telah bebas dari Rumah Tahanan Militer (1966), beliau sempat
melontarkan isu mengenai kultus individu, yang secara tidak langsung
menyangkut Soekarno. Soekarno pun menimpali dengan menyatakan, Islam pun
membolehkan kultus kepada Nabi. Tetapi kemudian secara dalil ditanggapi
kembali oleh Natsir.
EPILOG
Memahami dinamika pergulatan intelektual maupun politik saat ini, kita
belajar dari sejarah kehidupan para pendahulu kita di masa lalu. Terlebih
dalam alam demokrasi yang kembali sedang kita rintis. Para ulama dan
politikus Muslim telah mewariskan pengalaman sejarahnya dalam berdemokrasi,
juga sikap-sikap yang mereka perjuangkan untuk menegakkan Islam secara
kaffah dalam kehidupan bangsa ini. Salah satu dari mereka yang telah
mewariskan itu semua adalah Mohammad Natsir.
MOHAMAD NATSIR
Saya rasa Mohamad Natsir pastilah sangat dikenal di tanah air kita. Banyak
alasan menduga begitu.
Pertama dia tokoh yang pernah berpolemik dengan Sukarno di masa sebelum ke-
merdekaan dibawah nama Muchlis. Dialah yang rajin mengirimi Sukarno bacaan
Islam semasa ditahan di Ende, dan tentu saja menjadi salah satu pendorong
Sukarno menulis "Surat- Surat Dari Ende", yang, hmms, menempatkan Sukarno
sebagai pemikir Islam.
Kedua, Mohamad Natsir pernah menjadi perdana menteri Indo nesia ketika
pemerintahan di tangan Masyumi dan ketika Masyumi dibubarkan Sukarno,
agaknya dia tak tertarik lagi berpolitik.
Ketiga, tokoh ini adalah seorang yang aktif berdakwah, baik sebagai individu
Natsir yang punya pengetahuan keagama an dan kemasyarakatan yang luas, juga
sebagai penggerak organisasi seperti Dewan Dakwah islamiyah dan pada ting-
kat antarbangsa Rabithah 'Alam Islami. Jadi dengan satu atau lebih cara,
orang akan mengenal Natsir. Saya sendiri mengenal Natsir secara istimewa
sekali. Bukan kenal langsung, tapi tulisan2 dia. Ketika itu tahun 1969 kakak
sepupu saya terpilih sebagai 'bintang pelajar se kalsel' dan diantara
hadiahnya buku2 Natsir yang seba gian masih stensilan tapi dijilid cukup
bagus. Kalau ti- dak bagus, bagaimana mungkin saya bisa membacanya bebera-pa
tahun kemudian. Dalam salah satu wacananya berjudul 'Moral Kita, Mau Diba wa
Kemana?', pak Natsir menyinggung soal moralitas kita di awal orde baru itu.
Tahun-tahun sekitar 70-an itu bar, nite-club, dan judi jackpot mulai
diperkenalkan. Dan dam- paknya terasa sekali di masyarakat. Sekitar tahun
itulah, seingat saya kata hostess mulai dikenal, dan kehidupan ma lam
merebak dimana-mana. Natsir, dengan gaya retorikanya yang jelas dan gagah,
men jawab mengapa dakwah tidak berhasil? Menurut beliau, dak- wah tidak
berhasil, kerna seperti orang menenun kain, dak wah menenunnya sebenang demi
sebenang, tapi pihak lain me nguraikannya kembali, dan bahkan lebih cepat.
Kerna tentu saja mengurai lebih gampang. Saya yang membacapun baru pandai,
sangat simpati dengan natsir dan tidak mengerti kenapa orang melakukan hal
yang buruk dan merusakan kerja dakwah yang dengan susah payah dilakukan
orang setulus Natsir.
Puluhan tahun sejak saya membaca dengan susah payah tulis an Natsir itu,
saya baca berita Republika, bahwa 6% dari remaja pelajar SMA di Jawa Tengah
telah melakukan seks be bas (sexualy active). Dan mereka melakukannya
sebagian be sar di rumah sendiri. Kalau kita dengan poll sebelumnya, yakni
Eko di Jogya, majalah Tempo, Sarlito, Matra di Ja- karta, Wimpie Pangkahila
tentang Bali dan tentang bebera- pa kota di Sumatera, saya melihat masalah
seks ini parah dan pertanyaan orang tua yang telah mendahului kita Muham mad
Natsir, 'Moral Kita, Mau Dibawa Kemana?' menggema kem bali tanpa kita tahu
jawabnya.
Cobalah kita ingat kembali, bahwa seperti berita koran-ko ran, majalah dan
media elektronik kegiatan keagamaan lagi marak selama lima tahun kebelakang
ini. Pengajian HM. Zai nuddin MZ. ,misalnya, bisa dihadiri ratusan ribu.
Demiki-an juga pengajian di kantor-kantor dan majelis-majelis taklim. Lalu
apa yang sedang terjadi?
Apakah bukan seperti kata orang tua itu, bahwa satu mene- nun dengan susah
payah yang lain mengurai tanpa semena-me na? Saya tidak tahu. Tapi hadirnya
panti pijat, karaoke, pub-pub, diskotik dan sekaliannya merupakan tantangan
ba- ru bagi moral. Semua itu dengan nilai2 dan daya pesonanya nya tidak bisa
dianggap angin lalu, apalagi tidak ada. Ja di sudah saatnya, dengan segala
kesederhanaan sikap, pe- ngawasan terhadap remaja kita ditata kembali.
Ketat, tapi bukan tidak simpatik.
Puluhan tahun setelah berkenalan dengan buah kalam Natsir belum juga saya
menemukan jawab gugatan dia pada perkem- bangan masyarakat yang menyalahi
nilai2 Islam, Moral Kita Mau Dibawa kemana?
Pittsburgh, 10 April 1995
r
ps: dalam tulisannya natsir berbicara tentang new moralities yang ditawarkan
oleh orang modern, dan bagi dia itu no- moralities. saya cuma ingat
gagasannya, maklumlah saya ketika masih anak-anak sekali.
RantauNet http://www.rantaunet.com
=================================================
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
ATAU Kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
- mendaftar: subscribe rantau-net [email_anda]
- berhenti: unsubscribe rantau-net [email_anda]
Ket: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
=================================================
WebPage RantauNet dan Mailing List RantauNet adalah
servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================