Senin, 12/11/2001 06.55 WIB

Kembalikan Semen ke Industri Strategis

akarta, mimbarminang.com — Pemerintah perlu kembali menetapkan
industri semen sebagai salah satu industri strategis, karena komo-
ditas tersebut memegang peranan sangat penting dalam proyek
pembangunan di dalam negeri.

“Komoditas itu (semen) punya peranan penting, karena sekitar 60
persen dari kebutuhan proyek pembangunan berasal dari semen,” kata
mantan Menteri Perhubungan, Azwar Anas di Jakarta, Ahad (11/11/2001).

Mantan Dirut PT Semen Padang pada tahun 70-an ini juga mempertanyakan
kebijakan pemerintah yang tidak lagi menjadikan semen sebagai salah
satu industri strategis, sehingga pengelolaan industri semen nasional
diserahkan saja kepada mekanisme pasar.

Dia menduga bahwa pemerintah mungkin sengaja mengeluarkan semen dari
industri strategis untuk memperoleh dana yang cukup besar dari
penjualan BUMN yang bergerak di sektor produksi semen pada tahun
1997.

“Aneh juga, kenapa semen tidak lagi dijadikan industri strategis
menjelang penjualan BUMN semen ke investor asing,” ujarnya.

Sebelumnya dalam dialog di sebuah stasiun televisi swasta Jumat lalu
(9/11), bekas Meneg BUMN Tanri Abeng menjelas-kan, pemerintah
memiliki alasan jelas untuk mengeluarkan semen dari industri
strategis.

Semen dinilainya sebagai komoditas yang mampu bersaing dan harganya
ditentukan oleh pasar sehingga pemerintah tidak perlu lagi memiliki
saham mayoritas di BUMN semen.

Oleh karena itu pula pemerintah memben-tuk induk perusahaan BUMN
semen — di mana PT Semen Padang dan PT Semen Tonasa diakuisisi PT
Semen Gresik Tbk, Jawa Timur— agar memiliki nilai jual tinggi ketika
pemerintah membutuhkan dana di puncak krisis ekonomi tahun 1998.

Menurut dia, kebijakan pemerintah menjual kepemilikan sahamnya di
Semen Gresik Grup itu kepada investor asing, karena pada tahun 1998
Indonesia berada pada puncak krisis ekonomi sehingga memerlukan
sumber dana. “Ada 12 BUMN yang ingin diprivatisasi, salah satunya
adalah Semen Gresik,” ujarnya.

Dia menjelaskan, saat itu pemerintah menguasai 65 persen saham SGG
dan yang ingin dijual kepada investor adalah 35 persen sehingga
pemerintah masih memiliki proteksi minoritas dengan 30 persen saham.

Namun setelah Cemex memenangkan tender privatisasi SGG, masyarakat
Sumbar protes dan meminta pemerintah untuk menghormati hak mereka.

Sehingga saham yang dijual kepada investor asing itu hanya 14 persen
dan pemerintah masih menguasai 51 persen saham SGG. “Privatisasi itu
dilakukan pemerintah agar industri semen di Indonesia bisa menjadi
lebih efisiensi,” katanya.

Menanggapi penjelasan Tanri Abeng, Azwar Anas menjelaskan, penolakan
masyarakat Sumatra Barat atas privatisasi SG itu dikarena kan program
tersebut telah melanggar hak-hak masyarakat Sumbar, di mana tanah
ulayat yang selama ini ditempati PT Semen Padang (SP) secara otomatis
ikut terjual.

“Boleh saja SP dijual, jika masyarakat Sumatra Barat setuju. Tetapi
tanah ulayat itu tidak bisa dijual beegitu saja,” ujarnya.

Dia juga mengingatkan, masuknya investor asing itu bukan suatu
jaminan bahwa industri semen akan lebih efisiensi. Buktinya, harga
semen di Filipina sejak diambilalih Cemex menjadi justru lebih mahal,
sementara Semen Tonasa yang harganya lebih murah malah tidak
diperbolehkan masuk ke negara itu.

Hal senada dikemukakan juga Komisaris PTSP, Jusril Djusan. Dia minta
pemerintah agar mengkaji ulang Perjanjian Jual-Beli Bersyarat (CSPA)
dengan Cemex.

Dia menilai pemerintah sejak lama sudah berniat menjual kepemilikan
sahamnya di SGG karena pada CSPA pertama walaupun yang dijual hanya
35 persen, namun investor asing boleh membeli lagi 14 persen. (ant)
====================================================================

Senin, 12/11/2001 06.45 WIB

Peringatan Hari Pahlawan Gubernur: Kita di Bawah Bayang-bayang
Perpecahan

Padang, mimbarminang.com — Guber-nur Sumbar Zainal Bakar menilai,
saat ini masyarakat Indonesia hidup bagaikan di bawah bayang-bayang
perpecahan. Kondisi ini hampir seperti ke-tika negara belum mer deka.
Bahkan, menu-rutnya, kita hidup da-lam tatanan kehidup-an yang keras,
yang menyiratkan betapa kita tidak pandai ber-terima kasih.

“Betapa kita ini ada lah anak-anak bangsa yang tidak memahami
maknanya merdeka dan tidak dapat berkaca diri pada cermin sejarah
bang-sanya sendiri,” ujar Zainal, dalam amanatnya pada upacara peri-
ngatan Hari Pahlawan, 10 No-vember 2001 di halaman kantor gubernur,
Sabtu (10/11/2001).

Apabila dengan jernih dan objektif, sebutnya, kita harus mengakui
bahwa belum semua orang memiliki kearifan kebang-saan. Belum semua
orang memi-liki keinsafan dalam memberi makna terhadap kemerdekaan.

Sadar atau tidak, bangsa Indo-nesia dihadapkan kepada persoal-an yang
dapat mengancam keu-tuhannya sebagai bang sa yang bers atu. Pada hal,
lanjutnya, masa keterjajahan selama 350 tahun lebih adalah sebuah
periode kehi dupan kebangsaan yang getir, yang tiada lain disebabkan
kita tidak bersatu.

“Kita mudah diha sut, kita mudah silau oleh hanya sekedar pemuasan
kebutuhan sesaat, sehingga api amarah diantara sesama kita dapat
berko bar untuk sesuatu alasan yang tidak masuk akal,” hemat gu
bernur.

Mencermati kondisi saat inilah, himbau gubernur, segenap la-pisan
masyarakat Sum bar diingat kan untuk selalu memelihara ke-waspadaan
dan selalu bersikap mawas diri. Kita, sebut Zainal, sudah cukup
menderita dengan segala tekanan hidup yang kita hadapi pada saat ini.

“Jangan lagi beban ini dibuat semakin berat, hanya karena kekeliruan
yang tidak perlu terja-di. Mari kita tempatkan kepentingan bangsa di
atas segala kepentingan yang lain,” harapnya.

Dalam upacara peringatan Hari Pahlawan tahun 2001 yang dihadiri unsur
Muspida, DPRD Sum bar dan diikuti oleh satuan TNI dari ketiga
angkatan, Polri, generasi muda dan pelajar ini, Gubernur mengingatkan
kembali bahwa kemerdekaan yang dengan susah payah direbut oleh para
pejuang terlalu berharga untuk disia-siakan.

Begitu juga, terlalu mahal untuk untuk dirusak oleh perpecahan.
“Mudah-mudahan kita masih memiliki kearifan,” pintanya. Usai upacara,
acara dilanjutkan dengan tabur bunga ke Teluk Bayur dan Taman Makam
Pahlawan Kusu ma Negara, Lolong, Padang.(hen)
====================================================================

Senin, 12/11/2001
Penting, Perda Berantas Maksiat

Padang, Mimbar Minang — Ketua Pansus Ranperda Pemberantasan Maksiat
DPRD Sumbar H. Moestamir Makmoer kepada Mimbar Minang menyatakan,
jika tidak ada aral melintang, sebelum bulan Ramadhan (16 November)
lusa, Ranperda tersebut sudah disyahkan menjadi Perda. “Senin lusa
(hari ini-red) dilaksanakan rapat terakhir Pansus, dan kemudian Rabu
lusa, dilaksanakan Paripurna penyampaian pendapat akhir fraksi
sekaligus pengesahannya. Insya Allah sebelum Ramdahan, Sumbar sudah
memilik Perda Pemberantasan Maksiat,” ujar Ketua Umum Dewan Dakwah
Islamiyah Sumbar itu serius.

Bila target waktu itu tercapai, artinya sudah hampir setahun waktu
tersita dalam memproses Perda ini. Sebuah proses paling panjang,
namun inilah Perda pertama yang lahir berdasarkan insiatip anggota
DPRD Sumbar.

Kenapa demikian lama? “Untuk mengaplikasikan filosofis Minang yakni
Adat Basandi Syara’, Syara’ Barsandi Kitabullah (ABS-SBK) berdasarkan
Al-Qur’an di Minangkabau, ternyata memang banyak sekali tantangannya.
Namun tantangan itu telah kita hadapi dengan sabar, tawaqal dan
istiqomah tanpa surut selangkah pun,” tegas H.Masfar Rasyid,SH. Wakil
Ketua DPRD Sumbar itu kepada Mimbar Minang.

‘Membumikan’ Syari’at
Ketua DDI Sumbar dan mantan Direktur LBH Islam Qistan Bukittinggi itu
menegaskan, keberanian DPRD mengambil inisiatif mengajukan Ranparda
Pemberantasan Maksiat bukan untuk mencari popularitas seperti yang
dituding segelintir orang.

Tujuan utamanya adalah untuk menegakan ABS-SBK. “Bagi kita yang hidup
di Minangkabau ini, melaksanakan ‘piagam Bukit Marapalam,” tersebut
sebenarnya merupakan kewajiban. Namun yang terjadi selama ini baru
sebatas cerita turun-temurun, dan oleh sebagian pejabat dan tokoh
masyarakat ABS-SBK baru menjadi retorika saja,” kata Masfar.

Padahal kenyataan yang terjadi hari ini sangat jauh dari pengamalan
ABS-SBK. “ Lihatlah betapa maraknya kemaksiatan, ini realita.
Maraknya perzinahan, penyalahgunaan Narkoba, perjudian toto gelap,
minuman keras, bacaan dan film porno dan segala sumber kemaksiatan
lainnya sudah merambah ke pelosok nagari . “Ini realitas Minangkabau
hari ini. Realitas yang sangat berlawanan dengan prinsip, azas dan
nilai-nilai dasar ABS-SBK. ,” tegas H. Masfar.

Berdasarkan realitas yang sangat memprihatinkan itulah, untuk
pertamakalinya DPRD Sumbar menggunakan hak inisiatif mengajukan
Ranperda Pemberantasan Kemaksiatan. “Keberanian dan insiatif DPRD
Sumbar tersebut tentu harus kita pujikan. Tapi kita juga menyesalkan
prosesnya yang terlalu lama, hampir setahun. Padahal kemaksiatan
sudah sangat-sangat merajalela,” tanggap Suharizal, Ketua Forum
Ukhuwah Generasi Islam Bukittinggi.

Mahasiswa Fak. Hukum UMSB di jalan luruih Koto rang Agam itu
menyatakan pula, semestinya Perda yang menyangkut kemaslahatan ummat
Minangkabau ini diprioritaskan.

LBH Menolak
Sedangkan Direktur LBH Padang Zenwen Pador,SH kepada Mimbar Minang
menyatakan tetap menolak Ranperda kendati sudah ada perubahan
beberapa BAB dan Pasal yang berindikasi pelanggaran HAM.

Menurut Zenwen Pador, LBH sejak awal tidak hanya menolak dari
substansinya, seperti pasal 10 yang melarang wanita keluar malam
kecuali dengan muhrimnya. “Kita lebih melihat sisi efektivitas dan
kemubazirannya. Bukankah perjudian,pelacuran, Narkorba dan pornografi
tersebut sudah diautur produk hukum yang lebih tinggi seperi KUHAP
dan UU lainnya ? Ironis, bila dibikin pula aturan baru ,” jelasnya.

Lagi pula, kata Zenwen, Perda itu akan mubazir saja karena tidak akan
mukin dipatuhi. Zenwen mencontohkan KUHAP yang sudah ada polisinya,
ada jaksanya, ada hakimnya. Kenyataannya sulit ditegakan. “Korupsi
jalan terus, tindak krimianl begitu pula. Apalagi ini hanya Perda
yang hanya punya Satpol PP penegaknya. Mana mukin jalan,” tegasnya.

Sedangkan Direktur Pakis Sumbar Ir. Rahmat Hidayat menyatakan, soal
substansi Perda, masih bisa diperdebatkan lagi. Tapi yang dikecam
Pakis adalah kelambanan DPRD memprosesnya hingga makan waktu setahun
lebih. “Ini membuktikan DPRD tidak memprioritaskan kepentinggan ummat
dari kepentingan materialis,” kecamnya singkat.

Ketua MUI Sumbar Prof.H.Mansyur Malik yang bersama sejumlah ormas
sejak awal gencara mendukung pembuatan Perda ini pada Mimbar Minang,
Sabtu malam kemarin juga menyatakan kekecewaannya atas kelambanan
DPRD. Namun bagi MUI yang lebih penting pelaksanaan Perda itu nanti.
“Sejak awal kita mengingatkan agar Perda jangan tinggal di atas
kertas dan lembaran daerah saja. Bagi MUI yang penting aplikasinya
dalam kehidupan masyarakat yakni Perda itu harus ditegakan,”
tegasnya.

Untuk itu MUI Sumbar mengajak segenap ummat dan ormas keislaman untuk
sama-sama menegakan sekaligu mengawasi penerapan Perda itu. “Jika
kemudian ternyata tidak berjalan dan maksiat makin merajalela, MUI
akan menghimpun semua kekuatan untuk mendesak DPRD dan Pemerintah,”
tegasnya.(dod)
=====================================================================





Get your Free E-mail at http://minangkabau.zzn.com
____________________________________________________________
Get your own FREE Web and POP E-mail Service in 14 languages at http://www.zzn.com.

RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 ==============================================Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED] Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama: -mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda] -berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda] Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung ==============================================

Kirim email ke