Sanak Esteranc, Thank for your sympathy, I deeply appreciate that. But to be honest with you, I'm not in the position to take it. I know exactly what I'm doing and I know what kind of risks that I'm dealing with. As far as I'm concerned, it's not healthy to write things just to make everybody happy. Somebody must do things the other way around to make life a bit colourful, mustn't they?
Some people will preach of what happen in heaven, and the others must be honestly presenting the real things that, day in and day out, are faced by human beings living in this planet. Having done so, hopefully, at the end of the day we'll reach the point where the heaven that we believe meets with the earth that we must think of (quoting the previous e-mail discussing the thought of HAS.. eh..eh). All I've been trying to do was to present the rational piece of my mind based on what I understood in daily basis. One thing I know for sure is that the truth must always be examined by new developing data relative to time and place. What I couldn't agree more with you is that let people decide what and where they stand. Either you take it or just leave it, the choice is yours. The rule of thumb is, as old phrase said, you can drag a horse to the river but don't expect to much the horse will drink. Again, thank for your kindness. Kind regards, JD Halo Bandaro, Saya merasa 'iba' dengan hujatan yang diterima Ismet. Begitu juga 'serangan' yang ditujukan ke J. Dachtar dari peserta milis RN lain. Sabananyo, a nan tajadi indaklah saroman itam diateh putiah, doh. Kalau buliah ambo maadokan kandak disiko..Hendaklah Bandaro jan sampai esomional menanggapi perkara itu..kita hadapi dengan kepala dingin saja...caritonya sarupo iko: Pada prinsipnya saya setuju bahwa Ismet telah melakukan kesalahan karena pemilihan kata yang kurang elegan dan kemasan yang kurang manis (diction). Tapi hendaklah kita tidak terjebak dalam 'lapis permukaan' saja. Setelah saya amati setiap posting Ismeth Ismail dan J. Dachtar, dalam lubuk hati saya yang paling dalam saya yakin bahwa kedua dunsanak kita itu adalah kaliber yang baik hati. Mungkin banyak dari kita belum sempat saling berkenalan sehingga kita dengan mudah "menghakimi" si A begini atau si B begitu. Saya kira, cara itu kuranglah bijaksana. Lebih dari pada itu, mereka adalah aset-aset RantauNet yang berharga untuk dipertahankan (tidak maksud untuk membuat mereka BESAR KEPALA). Karena...sederhana saja, kecerdasan mereka disertai logika yang secara umum bisa diterima. Saya yakin, tiap pribadi akan berubah ke arah yang lebih baik. Untuk itu perlu proses. Saya minta Bandaro percaya kepada 'proses' seperti halnya Allah mengajarkan bagaimana cara memanfaatkan proses. Bukankah langit dan bumi diciptakan Allah dalam 6 masa, padahal Dia sanggup melakukannya dalam sekejap saja (kun fa yakun)? Dalam proses selalu ada panggilan sabar, Bandaro.. Saya pikir istilah "Peringatan Pertama' bukanlah cara yang bijak untuk dunsanak kito yang tersangkut. Saya bisa kemukakan beberapa alasan di bawah ini: 1. Sikap itu bisa memancing perpecahan dalam forum diskusi RantauNet dimana kaum muda memisah dari kaum tua, kaum keras memisah dari kaum lunak, kaum cerdas memisah dari kaum bodoh, kaum kritis memisah dari kaum pembeo, kaum pemikir memisah dari kaum pemalas, dll, dsb, dst.... 2. Perpecahan itu bisa diwujudkan dengan membentuk portal baru atau mendirikan milis-milis baru dalam kelompok-kelompok mereka sendiri yang meraka anggap bisa menerima cara dan eksistensi mereka..the way they are. 3. Tak seorangpun di RN punya kekuatan hukum untuk mencegah perpecahah atau melakukan tindak penalti kepada mereka karena RantauNet bukanlah lembaga berbadan hukum, melainkan paguyuban sosial di dunia maya, internet. 4. Hendaklah kita tetap melihat mailing list sebagai salah satu media di dunia maya, bukan di dunia nyata seperti RT, RW, pasar-pasar, nagari dll dengan segala karakter mayanya dimana kebebasan berekspresi sangat dimungkinkan. 5. Penalti lebih pantas diterapkan untuk perkumpulan yang nyata seperti organisasi, lembaga, yayasan atau wadah sosial (di dunia nyata) dengan struktur organisasi yang jelas, daftar keanggotaan yang jelas (minimal punya kartu anggota), didukung oleh AD/DRT, pertemuan anggota tahunan atau bulanan, akte notaris, pengesahan hukum di Depkeh, dll, dsb, dst 6. Pelanggaran tata tertib di mailing list, hendaklah tidak dipandang seperti "anak kecil yang sering berbuat nakal." Saya yakni Ismet bukanlah anak kecil yang pantas menerima 'jeweran' dan karena itu hendaklah dia/mereka diberi kesempatan untuk terus belajar, belajar dan memperbaiki diri, demikian pula dengan setiap kita di RN ini. 7. "You have the right to remain silent. (Anda berhak untuk diam)," Demikianlah secuil kalimat standar yang wajib yang dilontarkan setiap aparat kepolisian di AS saat menahan pelaku kriminal. Artinya, jika kita di mailing list RN ini merasa kurang "sreg" dengan posting seseorang maka kita PUNYA HAK UNTUK DIAM. Kenapa bukan konsep itu yang kita terapkan. Saya kira akan lebih positif efeknya ke masa yang akan datang. Kita mungkin masih harus belajar untuk menerima segala kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kita masing-masing. Dengan begitu kita mungkin hanya merespon posting-posting yang kita anggap bermanfaat sementara posting-posting "sampah" kita abaikan saja dengan konsep YOU HAVE THE RIGHT TO REMAIN SILENT. Bandaro, you have the right to remain silent. Love, Esteranc Labeh JKT RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED] Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama: -mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda] -berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda] Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung ===============================================