Hipotesa budaya mengembang Menyimak uraian sejarah Minang dari Mak Adyan, saya terpikir pada suatu hipotesa bahwa sejarah budaya orang dan budaya Minang cenderung mengembang .
Hal ini bisa terlihat dari tahapan perkembangan regional orang Minang yg terus berkembang , daerah yg asalnya rantau akhirnya menjadi ranah minang dan begitu seterusnya, mungkin akan lebih mudah bila saya jelaskan secara skematis sbb ; Secara umum bagi orang minang daerah dibagi dua , yaitu ranah minang ( daerah sendiri / internal region ) dan tanah rantau ( eksternal region ) Tahap 1 Internal region ( ranah minang ) ; Tanah data ( luhak nan tuo ) Eksternal region (rantau ) ; Luhak Agam dan 50 koto Tahap 2 ; Internal region ; Luhak nan tigo ( tanah data , Agam dan 50 koto ) Rantau ; Pesisir selatan , Pariaman, Pasaman , Bangkinang, Negeri sembilan dll Tahap 3 : Internal region : Sumatera Tengah ( Sumbar + Bangkinang, Pk Baru, Kerinci dll ) Rantau : Medan, Palembang, Pulau Jawa ( Jakarta , Bandung dll ) Tahap 4 : Sumbar + Riau, Batam,Medan, Palembang,Jakarta dll Internal region : Irian, Maluku, Singapura , Malaysia, Australia, Amerika , Eropa Jadi pada tahap awal , orang tanah data ( luhak asal Minang ) pergi ke Agam saja telah dianggap merantau. Pada tahap kedua ( sekitar jaman Belanda ) orang luhak Agam pergi ke Padang saja ( padang didirikan Belanda ) telah dianggap merantau. Pada tahap 3 , pergi ke Jakarta adalah merantau , tapi bukan merantau namanya kalau pergi ke Padang. Atau Pekanbaru , walaupun propinsi Riau tapi bahasa populer yg dipakai sehari hari ialah bahasa Minang , ini lah salah satu yg menimbulkan kecemburuan sosial orang melayu Riau. Pada tahap ke 4, pergi ke Jakarta bukan lagi dianggap merantau karena , telah banyak berdiri koloni koloni urang minang ( spt tanah abang, Manggarai dll ) sehingga kalau berada di Jakarta rasanya seperti di kampung saja, orang tidak merasa perlu selalu pulang kampung ketika telah tua, dan menghabiskan hari tuanya di tanah jawa ( seperti mak Bandaro di nagari Bogor ) Saat ini yg namanya merantau ialah kalau pergi ke luar negeri seperti Australia, Amerika dll. Sekarang mungkin kita berada pada tahap 4 , pada tahap ini konsep membangkit batang terendam atau hal hal lainnya terasa kurang aktual karena kondisi sosial kultural orang minang di rantau telah berubah. Anak anak urang awak nan lahir di rantau rendah sekali rasa ke–minang-annya Banyak diantara mereka yg tak merasa bangga sebagai orang minang, bahkan sebagian ada yg merasa malu sbg orang Minang. Berbeda sekali dengan mereka yg lahir di Sumbar sekitar th 1930-1960-an. ( sebelum peristiwa PRRI ). Jadi pada kondisi ini , harus dipahami bahwa minang ( orang minang dan budaya minang ) telah berubah , ide untuk kembali ke kondisi ideal di masa lalu (membangkit batang terendam ) cenderung jadi utopia. Nampaknya batang telah benar benar terendam, dan kita perlu mencari batang baru sebagai tonggak baru budaya minangkabau. Skema adat dan budaya nya harus berubah pula, kita tak bisa lagi memakai pola pola lama, karena kondisi telah berubah. Sebagai perbandingan kita bisa melihat sejarah orang China atau diasporanya orang Yahudi. Orang China menyebar dan membumi dg kondisi setempat ( melebur ) Sedangkan orang Yahudi walaupun menyebar, mereka tetap terikat dg tanah leluhurnya , selain itu Yahudi diikat oleh agama dan keluarga ( agama Yahudi dan perkawinan sesama orang Yahudi ) sehingga secara sosial budaya dan politis orang Yahudi kuat, beda halnya dg orang China yg melebur, walaupun ada konsep tanah leluhur tapi relatif lemah. Nah orang Minang adalah lebih melebur lagi dibanding orang China, sehingga praktis lebih lemah secara sosial budaya dibanding orang China apalagi Yahudi. Orang Yahudi terpelihara secara genetik , karena perkawinan yg tertutup ( diantara mereka saja ) Contoh sederhana , pada awal abad 20-an , ada anggapan bahwa orang Bukittinggi relatif lebih berbudaya dibanding orang kota Padang, karena di Padang banyak orang Nias, Mentawai, China dll Bahkan orang orang tua kita dulu di daerah kab Agam, melarang anaknya nikah dg orang Padang karena dianggapnya orang kota Padang, adalah keturunan orang Nias atau mentawai yg peradabannya berbeda. Cenderung orang minang yg mantiko ( berbudaya rendah spt omong kasar, dll ) Adalah mereka yg turunan campuran ( bukan minang asli ) biasanya ayah atau ibunya orang Nias, Mentawai ,China atau lain lain. Kasus pada beberapa teman teman yg menikah dg orang Jawa di keluarga tsb bisa dikata ciri kultural minang nya telah berkurang banyak. Bisa jadi suatu saat kelak , orang Minang bisa punah. Ini sekedar hipotesa sederhana dari saya, yg perlu pembuktian lebih lanjut , mungkin dunsanak ada ide ide lain yg lebih tepat. Wassalam A W. Malin Muncak Palembayan __________________________________________________ Do You Yahoo!? Great stuff seeking new owners in Yahoo! Auctions! http://auctions.yahoo.com RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED] Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama: -mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda] -berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda] Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung ===============================================