Assalamualaikum ww.
 
Tarimokasi banyak sanak M Fadzil di MY, posting sanak sangat mengesankan, malam kapatang (Sabtu malam Minggu 26 /04'2001) kebetulan ambo scanning ternyato siaran TV1 Malaysia menampilkan siaran langsung malam kesenian rakyat sehubungan telah ditabalkan Yang Dipertuan Agong Raja Malaysia yang baru.
 
Kami sekeluarga penuh perhatian menyaksikan siaran langsung ini, dan tentu saja yang sangat memukau  adalah terlihatnya penari2 yang mengenakan kostum tradisional Melayu Minangkabau (gadis2 penari tersebut mengenakan saluak batanduak sama persis seperti yang digunakan Bundo Kanduang / Anak Daro dikampuang kito di Ranah Minang) disamping penari2 yang mengenakan pakayan adat Hindustan, China, Melayu, Dayak, Thailand dan lain sebagainya.
 
Dengan bangga saya menerangkan kepada keluarga saya yang ikut nonton, bahwa penari2 tersebut adalah utusan dari "Negeri Sembilan" yang nota bene rakyat dan rajanya adalah berasal dari Minangkabau beberapa abad yang lalu yang hingga saat ini masih tetap mempertahankan adat resam asli Melayu Minangkabau.
 
Program Pemerintah dengan Thema "Malaysia is truely Asia" memang sangat menonjol terlihat dalam acara ini terlebih mengingat rakyatnya yang multi etnis dan ternyata "Melayu Minangkabau" telah diwakili oleh anak kemenakan kita yang bernastautin di Semenanjung Tanah Asia  "Negeri Sembilan Malaysia" yang telah tegak sama tinggi duduk sama rendah ditengah2 bangsa2 Asia lainnya.  
 
Note buat sanak Hilman & sanak ambo lainnya.
 
Perlu kiranya kita fahami bersama bahwa di era Otonomi Daerah sekarang ini kita "telah masuk perangkap" yang telah dipasang oleh fihak2 tertentu dengan tujuan tertentu yang telah menanamkan image bahwa yang dimaksud dengan "Orang Minang" adalah hanya "Perantau2 dari Sumatera Barat" saja, padahal Minangkabau itu bukan hanya sebatas Sumbar saja.
 
Di Riau Daratan jelas terlihat bahwa yang dahulunya dikantor2 pemerintah yang terdengar sehari2 orang berbahasa Minang karena para pejabat dan para karyawannya memang orang Minang, namun sekarang setelah mereka pensiun tidak terdengar lagi bahasa Minang tersebut digunakan, pelan tapi pasti berkat telah ditanamkan bahwa orang Minang itu adalah pendatang dari Sumatera Barat, sehingga sangat kecil kemungkinan anak urang awak lulusan akademi / PT Sumbar ataupun yang di KTP tertulis kelahiran Sumbar untuk bisa lulus test masuk untuk menjadi karyawan dikantor2 pemerintah didaerah Riau, karena "ughang Minang" lah di cap pendatang 
(Tanyokan kadiri awak surang2 "Pendatangkah kita dinegeri nenek moyang kita sendiri"?) 
 
Bahkan bukan itu saja, orang2 Kampar, Kuantan, Rokan, Sakai dan Talang Mamak yang merupakan dunsanak dan anak kemenakan kita telah berani2nya memproklamirkan diri tidak lagi sebagai Anak Bangsa Melayu Minangkabau (walaupun adat istiadat mereka tetap bersuku menurut garis ibu, berniniak mamak dan ba-datuak ba-pangulu dan bundo kanduang seperti layaknya undang2 urang baniniak mamak menurut Lareh nan Duo iaitu Kelarasan Koto Piliang Datuak Katumangguangan dan Kelarasan Bodi Caniago Datuak Parpatiah nan Sabatang, bahkan dalam acara perhelatan anak daro / marapulai mereka masih memakai kostum tradisional Minang termasuk seni budaya dan alat2 musik tradisional mereka sama persis dengan yang ada dinagari 'awak)
 
Kita boleh merasa miris mendengar ketika mereka generasi sekarang di Riau Daratan menamakan dirinya sebagai "Melayu Luhak Tambusai, Melayu Rantau Kampar, Melayu Kuantan dan lain sebagainya (walau adat istiadat tetap mengacu ke Gunuang Marapi / Pagaruyuang, so kenapa mereka tidak menamakan diri sebagai Minang Kampar atau Minang Taluak Kuantan atau Minang Rokan sebagaimana kita menyebut diri kita Minang Pariaman, Minang Pasaman atau Minang Pesisir Selatan ?
 
Rupanya "jarek" tersebut alah "bapaso" kita sendiri telah masuk perangkap yang pelan tapi pasti proses ini telah larut memasung kita semua, lihatlah betapa jarang para  Niniak Mamak dari Rantau Kampar, Kuantan dan Rokan bahkan Sakai diikut sertakan barundiang dalam MUBES ataupun rapat LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau), maka tidak hairan kemudian mereka membentuk sendiri kerapatan mereka dengan LAM (Lembaga Adat Melayu) seperti LAM Kampar, Kuantan, Tambusai dlsb.
 
Ironis memang ketika dunsanak kita diseberang laut "Negeri Sembilan" bangga dengan ke"Minangbakau"annya sementara dunsanak kita di Riau Daratan tidak mau lagi menjadi Anak bangsa Melayu Minangkabau karena telah di-malu2in menjadi orang Minang (bahkan oleh kita sendiri) dan lebih ironis lagi betapa kita telah menganggap hanya kita orang Sumbar lah yang Minangkabau, so Negeri Sembilan juga Minangkabau ? iiiiiyyeeesss, okay?
 
Antahlah piaaak, ka ba'aa  lai, antah iyo salah bundo manganduang.
 
wasalam
Arman Bahar Piliang
Duri Petropolis Riau Daratan
 
 -----Original Message-----
From: Hilman Satria [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Wednesday, April 24, 2002 5:24 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [RantauNet] lantikan rajo (Pro: Mhd Fadzil Ahmad Fadzil)
Antah dek sagan, antah dek lupo, alun ado nan manganakan ka dunsanak awak di subarang ko..... Bialah ambo cubo...hehehehehhhe
Dunsanak Mhd Fadzil Yth,Kami sangat berterima kasih atas berita-berita yang anda kirimkan dari tanah seberang. Akan tetapi sesuai dengan tujuan dari mailing list RantauNet ini maka berita-berita yang layak dibawa ke RantauNet ini adalah berita-berita yang berhubungan dengan Minangkabau dan Sumatera Barat. Semoga anda maklum. Maaf jika ada silap kate. Terima kasih
Hilman
Original Message -----
Sent: Wednesday, April 24, 2002 6:48 PM
Subject: [RantauNet] lantikan rajo

rencana

Patah tumbuh hilang berganti - Institusi Yang di-Pertuan Agong selepas kemangkatan Seri Paduka

Oleh: DR. RAIS YATIM
PADA hari ini genaplah 12 hari Yang di-Pertuan Agong mangkat. Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah ibni Al-Marhum Sultan Hisamuddin Alam Shah, Yang di-Pertuan Agong ke-11 meninggalkan kita dalam usia 75 tahun. [......Dikarek... ] Hanya di Negeri Sembilan sistem Raja Muda atau Tengku Mahkota tidak wujud. Ini adalah kerana negeri itu tertakluk kepada sistem pemilihan Adat Perpatih yang diputuskan oleh Datuk-Datuk Undang Yang Empat serta Tunku Besar Tampin.

[ ........Dikarek lo sakatek] Panggilan diraja yang disyorkan oleh Suruhanjaya Reid ialah Yang Dipertuan Besar yakni gelaran yang sama seperti tradisi yang diamalkan di Negeri Sembilan.

Di negeri Adat Perpatih itu Undang Yang Empat serta Tunku Besar Tampin memilih seorang raja daripada kalangan keturunan Raja Radin di Negeri Sembilan untuk dilantik sebagai raja yang bergelar sedemikian sebaik sahaja berlaku kemangkatan atau apabila berlaku proses turun takhta (abdicate).

Model pemilihan Yang di-Pertuan Agong yang seakan-akan amalan di Negeri Sembilan ini disahkan oleh Tunku Abdul Rahman dalam bukunya Looking Back. Justeru Yang di-Pertuan Agong pertama disetujui oleh Majlis Raja-Raja supaya disandang oleh Tuanku Abdul Rahman, Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan.

Untuk mengelakkan daripada kekeliruan antara tradisi di Negeri Sembilan dan proses diraja di peringkat Persekutuan, Tunku telah mencadangkan supaya pemerintah tertinggi Tanah Melayu dinamakan Yang di-Pertuan Agong.

[......dikareklo seketek lai...] Setakat ini, semenjak 1957 hingga 1994 kesemua sembilan orang sultan bagi negeri-negeri Tanah Melayu telah pun secara bergilir-gilir menjadi Yang di-Pertuan Agong daripada Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan (1957) hinggalah ke Sultan Perak (1989). Raja-raja Melayu yang tertakluk kepada Senarai Pemilihan Pertama ini ialah dalam jadual di halaman 8 akhbar ini.

[.......Dikarek lo seketek lai] Raja-raja yang setakat ini telah menyempurnakan giliran di bawah Senarai Pemilihan Kedua ialah:

1. Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan: Tuanku Jaafar ibni Almarhum Tuanku Rahman (Yang di-Pertuan Agong ke-10) yang ditabalkan pada 22 September 1994 dan memegang jawatan itu sehingga 25 April 1999.

2. Sultan Selangor: Sultan Salahuddin Abdul Aziz Shah ibni Almarhum Sultan Hisamuddin Alam Shah (Yang di-Pertuan Agong ke-11) yang ditabalkan pada 23 September 1999 tetapi mangkat dalam jawatan pada 21 November 2001.

[........dikuduang sakaliko....]

Kirim email ke