Zaman Dijital (8)

"Danke!"
Begitu gadis manis itu berkata sambil menyerahkan uang kembalian + 
membersitkan segaris senyuman dan membiarkan saya agak ternganga 
dalam kebengongan memegang basket belanjaan yang banyak. Mana 
kantong asoynya? Wajah saya yang menggambarkan ketidakmengertian 
tertangkap oleh pembeli lain yang berada di dekat saya.

"Kalau mau kantong asoy, Uda harus membelinya terpisah," tuturnya.

Kejadian tersebut menimpa saya dikala berada di Nurnberg, Jerman, 
sekitar dua belas tahun yang silam. Kekurangpengetahuan saya akan 
kebiasaan orang-orang di sana yang membawa tas atau kantong 
belanjaan sendiri menjadi penyebab lahirnya kebengongan tersebut. 

Kebiasaan membawa tas belanjaan sendiri ke supermarket merupakan 
cerminan kepedulian mereka yang tinggi terhadap lingkungan yaitu 
berusaha menggunakan sumber alam sesedikit mungkin dan melakukan 
daur ulang barang yang sudah dipakai sebanyak mungkin. Jadinya, 
tidaklah mengherankan apabila dunia mengenal Jerman sebagai 
negara yang sangat ramah lingkungan.

Banyak orang yang menyadari, terutama di negara maju, bahwa 
setiap barang yang dibuat selalu memberikan sumbangan 
terhadap global warming yang mengancam peradaban umat manusia. 
Penggunaan zat kimia dalam memproduksi suatu barang sekecil 
apapun bisa mengubah habitat makhluk hidup dan makhluk hidup
itu sendiri.

Dalam gemerlapan penciptaan teknologi yang tidak pernah 
berhenti ini, banyak juga harapan baik yang diberikan kepada umat 
manusia. Perusahaan menciptakan barang-barang yang ramah 
lingkungan sebagai tanggapan terhadap selera publik yang kian 
alergi menggunakan zat kimia. Perusahaan yang tidak mampu 
membaca keinginan atau arah zaman akan bergeletakan dalam 
persaingan yang sangat tajam ini.

Sekarang di Jepang dan Korea dijual mesin cuci yang dipakai tanpa 
menggunakan deterjen. Hal ini dimungkinkan dengan mengaplikasikan 
ilmu elektronika dalam mesin tersebut yang menguraikan kotoran 
dan melarutkan dalam air.

Lagi terpikir oleh saya membeli mesin cuci baru itu dan memasukkan 
Habe ke dalamnya biar daki yang menempeli badannya berluruhan. 
Mana tahu bisul yang selalu bersarang di pantatnya juga akan hilang 
tanpa harus memakai antibiotik atau obat salep yang berzat kimia itu.

Kota metropolitan Tokyo berancang-ancang melekatkan pajak kantong 
asoy terhadap penghuni atau pengunjungnya dalam waktu dekat ini. 
Tindakan tersebut dipandang bernuansa "isseki nicho" (sekali mendayung 
dua tiga pulau terlampaui), yaitu memperoleh pemasukan kota dan 
mengurangi tingkat pengotoran udara yang dihasilkan oleh pemproduksian 
kantong asoy tersebut.

Mudah-mudahan dalam beberapa tahun mendatang, negara maju 
seperti Jepang sudah meluncurkan satelitnya yang digunakan 
untuk menangkap sinar matahari dan mengirimkan energi tersebut 
ke bumi lewat gelombang. Dengan demikian, minyak yang digunakan 
sebagai bahan bakar yang banyak menimbulkan masalah lingkungan 
tidak akan digunakan lagi. Boleh jadi negara OPEC, termasuk Indonesia, 
terpaksa menutup ladang minyaknya dan berpuas-puas dengan segala 
kemiskinan.

Omong-omong, saban pergi ke supermarket, jarang sekali terlupa 
saya membawa tas belanjaan meski mudah saja memperoleh kantong 
asoy secara gratis di sini. Tetapi, usaha sendiri-sendiri yang kecil 
akan menghasilkan sesuatu yang besar bagi kemaslahatan orang 
banyak dan ini merupakan prinsip hidup yang akan terus saya pegang.


RantauNet http://www.rantaunet.com

Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: 
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3

ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama:
-mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda]
-berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda]
Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung
===============================================

Reply via email to