Assalamualaikum ww
 
Menarik sekali kiriman sanak IJP, sebagaimana dikutip ......bahwa Riau dan Melayu, kenapa harus dipisahkan? Kepri dan Riau, kenapa harus ditarik kesana-kemari? Putuskan saja, siapa imamnya, dan rakyat yang menjadi makmum tinggal ikut mengatur shaf.............................Yang banyak mengemuka adalah perbedaan dalam latar historis..............cut.........
 
Benar juga tuh sanak IJP, tentukan siapa imamnya dan rakyat tinggal jadi makmum......... kayaknya dilapangan tidak sesederhana itu yaa? Apa yang menjadi akar permasalahan sebenarnya?  kalau saya sih melihatnya bahwa ini adalah rasa ketidak puasan "orang2 Melayu Riau Kepulauan" terhadap "orang2 Melayu Riau Daratan / para elit  ditingkat propinsi" dan munculnya "kesadaran terhadap suatu kenyataan" bahwa Riau Daratan bukanlah kampung nenek moyang orang Riau Kepulauan
 
1. Kenapa mereka tidak puas?  Ah.. masalah biasa, paling juga rebutan posisi ditingkat propinsi yang biasanya dari dulu sampai sekarang selalu didominasi oleh para elit Riau Daratan, lihat saja UNRI dari dulu tetap didominasi oleh orang2 Taluk Kuantan, IAIN (Kampar), UIR (Pasir Pangarayan / Rokan Hulu), Walkot Pekanbaru (Kampar). Kepala2 Biro, Kakanwil dst....dipacik dek Urang2 Riau daratan, rasanya kok sulit yaa "kite orang Riau Kepulauan memegang posisi kunci di Pekanbaru"? Jadi.... lebih baik kita pisah aja seperti layaknya Maluku Utara, Bangka Biliton, Banten, mereka ............kok bisa, kita....... kenapa tidak........ masak yang jadi imam "inyo ka inyo sen? Akhirnya sampai pada kesimpulan "Tak ade cans lah buat kite, mari kite balek ke pulau"
 
2. Bagaimanapun para elit di Riau (Pekanbaru) ber-teriak2 bahwa kita orang Melayu harus bersatu, akhirnya masing2 mereka akan melihat "kita" itu siapa? Ternyata "kita" itu beda lhoo.
 
Mari kita lihat..........bahwa pada dasarnya Orang Melayu Riau secara alami berdasarkan akar budaya terdiri dari
 
1. Melayu Riau Kepulauan iaitu orang Melayu Riau dengan akar budaya Selat Malaka
Mereka adalah orang2 Melayu Asli yang bertumpah darah dikawasan Kepulauan Riau (Batam, Karimun, Natuna, Bintan Lingga dan ratusan pulau2 kecil lainnya yang bertebaran antara selat Malaka dan Laut Cina Selatan, mereka ini lebih berkiblat pada kebesaran budaya Melayu (Hang Tuah & Hang Jebat) disemenanjung tanah Melayu di Malaka (Malaysia)
 
2. Melayu Riau Daratan iaitu orang Melayu Riau dengan akar budaya Gunung Merapi Pagaruyuang
Walaupun mereka masih terhitung sebagai "dunsanak awak juo" yang beradat Dt. Katumangguangan dan Dt Perpatih nan Sabatang,  namun karena satu dan lain hal lebih senang menamakan dirinya sebagai Orang Melayu Luhak Tambusai di Kabupaten Rokan Hulu, Orang Melayu Rantau Kampar di Kabupaten Kampar, Orang Melayu Rantau Kuantan di kabupaten Kuantan Singingi dan Inderagiri Hulu
 
3. Melayu Pesisir iaitu orang Melayu Riau dengan akar budaya kombinasi kedua diatas, Mereka adalah yang bertumpah darah didaerah pesisir pulau Sumatera yang menghadap ke Selat Malaka yang sekarang tergabung dalam administrasi kabupaten Bengkalis, Siak, Pelalawan, Rokan Hilir dan Inderagiri Hilir 
 
Nah.... tentu saja orang Riau Kepulauan merasa tidak mungkin menjadi "tuan" dinegeri orang walau sudah dianggap sama2 orang Melayu, kalaupun ada yang lolos satu atau dua orang kan tetap juga dianggap masih jauh dari yang diharapkan iyaaa kan?
 
wasalam

ABPiliang, pemerhati masalah Melayu MinangkabauRiau

-----Original Message-----
From: Indra Piliang [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Saturday, July 13, 2002 12:35 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [RantauNet] Melayu dan Riau: “Ndak Kemane Cik?”

Rubrik Jendela, Kompas, 12 Juli 2002

 

Melayu dan Riau: “Ndak Kemane Cik?”

(Indra J. Piliang)

 

Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) Prof. Dr. Tabrani Rab melaporkan Mendagri Hari Sabarno ke Polda Metro Jaya. Keduanya berseteru soal pembentukan provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Intinya, Tabrani dan anggota DPOD tidak setuju, sedangkan Hari Sabarno mendukung. Sesuai Bab XIII tentang DPOD Pasal 115 ayat 1 (a) UU No. 22/1999 bahwa DPOD bertugas memberikan pertimbangan kepada presiden mengenai pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan pemekaran wilayah. Tugas DPOD itulah yang menimbulkan polemik di kalangan anggotanya yang terdiri dari Mendagri, Menkeu, Mensesneg, menteri lain sesuai kebutuhan, perwakilan asosiasi pemerintahan daerah, dan wakil-wakil daerah yang dipilih oleh DPRD.

 .....................cut.......................

 Apalah lagi untuk Kepri. Sungguh diperlukan pikiran terbaik dari Tabrani Rab, juga Hari Sabarno, untuk menguji seberapa tinggi nilai perdebatan yang hendak ditunjukkan agar jadi rujukan generasi yang lebih muda, atau masyarakat di Riau. Kalau perlu, Tabrani mencetak ulang bukunya yang berjilid-jilid itu, karena sudah hilang dari pasaran. Kalau Mahatir saja sudah mengeluh, tentang orang Melayu, bagaimana dengan yang tak punya kuasa dan senjata? Jangan sampai Melayu semakin identik dengan adagium yang disampaikan Ketua DPRD I Propinsi Bangka Belitung kepada penulis: “Cepat puas, gampang merajuk!”

 

Kita sudah diingatkan oleh Arnold Toynbee tentang karakter melayu yang negatif, easy to forgiven and easy to forgotten. Jangan sampai kita terlalu suka memaafkan dan melupakan kesalahan diri sendiri dalam membangun bangsa yang tetap punya daya tarik ini, sekalipun sedang dilanda berbagai penyakit kebangsaan. Riau dan Melayu, kenapa harus dipisahkan? Kepri dan Riau, kenapa harus ditarik kesana-kemari? Putuskan saja, siapa imamnya, dan rakyat yang menjadi makmum tinggal ikut mengatur shaf.

 

Indra J. Piliang, peneliti politik dan perubahan sosial CSIS, Jakarta.

 

Kirim email ke