Sebetulnya komunisme ndak ada hubungannya dengan sikap ateistik (tidak mengakui adanya Tuhan) atau agnostik (meragukan adanya Tuhan sebelum ada bukti empiris). Tulisan Karl Marx (dalam Manifesto Komunis atau dalam Das Capitaal) soal "agama adalah candu bagi masyarakat" tidak bisa ditafsirkan secagai sikap ateis. Orang tua Marx adalah Yahudi, tetapi usia 4 tahun keluarganya masuk ke agama Kristen, lantas Marx pun Kristen. Masa itu, gereja ortodoks sangat dominan, mempengaruhi keseluruhan perjalanan manusia, dari lahir hingga mati dan upacara penguburan. Makanya, yang dilakukan Marx bersama kawan-kawannya ketika kuliah dan mengajar di Universitas Tubingen adalah menolak keotentikan Al Kitab, berdasarkan berbagai studi ilmiah. Ia mempertanyakan ajaran trinitas, dsb, dsb. Gara-gara itulah, gereja dan raja menentangnya, mengusir Marx en the gang dari universitas. Hanya karena kebaikan Engels, keluarga Marx dapat makan-minum dalam kondisi memprihatinkan.
 
Cara mendiskreditkan Marx oleh kalangan gereja ini juga yang dipakai oleh rezim militer Orba. Bukan hanya Marx yang kena, begitupun Darwin. Banyak yang keliru menafsirkan karya Darwin sebagai "manusia berasal dari kera". Padahal, Darwin tak pernah mengatakan atau menulis itu. Darwin hanya bilang ada missing link antara fase manusia purba ke manusia moderen, dan sampai detik ini missing link itu belum ditemukan.
 
Kembali ke soal agama adalah candu. Yang dimaksud Marx adalah agama yang difasilitasi gereja dan negara. agama-agama yang sebetulnya multipemahaman, menjadi hanya mengikuti defenisi, praktek, atau aturan gereja dan negara. Akhirnya agama menjadi candu, ritual, kemenyan, tanpa spirit, dan itu berbehaya bagi society. Sama juga dengan yang orang sering salah kaprah menyebut Nietcshze. Adagium Nietsczhe bahwa Tuhan telah mati dibengkokkan. Yang disebut Nietschzee itu adalah Tuhan-tuhan ciptaan manusia, agama yang dikangkangi manusia. Tuhan itu telah mati, dan bukan Tuhan dalam pengertian umum.
 
Soal PKI atau komunis di Indonesia. Jelas, berbeda sekali antara komunis Tan Malaka, komunis Hasan Raid, dengan komunis Muso dan Aidit. Komunis Aidit adalah komunis borjuis, buktinya ia mengoleksi pakaian mahal, etc. Kacamata hitam Aidit mahal, dan dibeli diluar negeri.  Tan Malaka, sungguh tipikal komunis yang menyandarkan proses perubahan di masyarakat Indonesia dari ajaran komunisme. Tan Malaka dan Hasan Reid menafsirkan hadist atau al qur'an berdasarkan prinsip-prinsip ajaran komunis. "Bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya," misalnya, dia katakan juga ada dalam ajaran komunis. Sedangkan Muso, lebih mencerminkan garis perjuangan Sovyet, kominteren. Ia ingin mendirikan negara sovyet Indonesia. Sovyet, dalam bahasa Rusia, artinya serikat pekerja. Negara sovyet Indonesia artinya negara yang dimana upah buruhnya, hak-hak serikat pekerjanya, menjadi pegangan tertinggi dalam pengambilan keputusan.
 
Lawan dari semuanya itu adalah kapitalis (pemilik kapital/modal/alat-alat produksi/pemilik kekuasaan, etc).  
 

Apabila kita melirik catatan-catatan sejarah, biografi orang Minang dikenal sebagai kontributor utama kalangan intelektual, negarawan, dan agamawan Indonesia. Basis filosofis yang dibangunpun beragam, mulai dari Marxisme, Komunisme, Sosialisme, Nasionalisme, Islamisme, dan Liberalisme.  Masing-masingnya terhubung dengan anak-anak Minang generasi pertama abad 20. Pemuncaknya adalah the grand old man H. Agus Salim. Beragam aliran paham dan organisasi perintis modernisasi di alam kolonial dilintasi oleh Agus Salim, kecuali satu, komunisme. Agus Salim pernah mendapat pengaruh dari gerakan theosofi yang disebut Iskandar P. Nugraha mengikis batas (budaya/pikiran) Timur dan Barat (Iskandar P. Nugraha: Februari 2001). Bung Hatta juga memperoleh beasiswa keduanya dari anggota gerakan theosofi Orde der Dienaren van Indie sebesar 6000 Gulden yang baru sempat dibayarnya 18 tahun kemudian, 1950 (Muhammad Hatta: 160). Bung Hatta  mendapat pengaruh pikiran Marxis, terutama strategi pergerakannya, juga relasinya dengan kalangan komunis dan Marxis Indonesia (lihat P.J.A. Idenburg dalam H. Braudet & I.I. Brugmans: 1987: 150). 

 

Satu demi satu, baik dalam bentuknya yang ekstrim atau sinergis, masing-masing anak-anak alam Minangkabau itu berinteraksi dengan beragam ideologi. Selain Agus Salim dan Hatta juga terdapat Abdul Rivai, Tan Malaka, Bahder Djohan, Abdoel Moeis, Nasir Sutan Pamuncak, Rasuna Said, Rahmah el Yunusiah, Rohana Kudus, Muhammad Yamin, Sutan Sjahrir sampai Chaerul Saleh, Chairil Anwar, AA Navis, dan HAMKA dalam generasi berikutnya.  Dari segi prosentase lapisan elite, dibandingkan dengan jumlah penduduk, warna anak-anak Minang sulit dihapus dari kanvas revolusi kemerdekaan dan dua dekade berikutnya. Biografi individu-individu itu menjadi menarik untuk disimak, sebagai gambaran betapa demokrasi telah menemukan alamnya di ranah Minang dan tertanam dalam diri masyarakatnya. Terseraknya basis ideologis generasi pertama dan kedua kemerdekaan itu menunjukkan bahwa orang Minang terbiasa berbeda pendapat. Perbedaan pendapat adalah unsur intrinsik dari budaya Minang.

 

Cara satu-satunya agar kita tak mudah dijadikan sebagai budak pikiran penguasa adalah membaca. Saya sungguh sedih, pelarangan buku "Saya Bangga Jadi Anak PKI". Untuk apa dilarang? Anda tak akan pernah tahu pikiran orang lain, kalau anda tak membaca dan memahami pikiran itu. Sikap ikut-ikutan adalah awal dari kehancuran pikiran dan jiwa.

 

ijp

----- Original Message -----
Sent: Thursday, October 10, 2002 1:04 AM
Subject: Re: [RantauNet.Com] Minangkabau dan Komunis tanggapan

Assalamualaikum,
 
Da IJP, ambo tertarik jo nan uda tulis di bawah iko, uda punyo artikelnyo atau pemikiran tentang itu??
Truss... ambo pengen tau apokah Komunis caranya Tan Malaka, samo dengan Komunis Muso,
ataupun Aidit. Uda kan tau.... salamo orde baruko, diajarkan ka kami bahwa PKI-nya Aidit itukan anti
samo Tuhan...
 
Gimano tuh da,
 
Wassalam,
----- Original Message -----
 
Yang terjadi di Silungkang 1926 memang pemberontakan PKI. Kala itu Tan Malaka menjadi wakil Cominteren (Komunis Internasional), tetapi berbeda paham dengan Stalin dalam soal pemberontakan. Soal pemberontakan itu silakan baca M. Imam Azis et. Al. (Ed.). Februari 2001. Pergulatan Muslim Komunis: Otobiografi Hasan Raid. Yogyakarta: LKPSM.
 
itu dulu
 
ijp

Kirim email ke