Assalamu’alaikum wr. wb.

 

Manolah dunanak Jasman,

Awak babeda pandangan buliah sajo, tapi kalau sanak manuduah hanyo maliek esek-eseknyo sajo, tolonglah dijalehkan, dek karano ambo sebagai muslim indak maliek ciek juo ado kaitan muslim indak buliah mamarangi teror, soal parang nan asa tembak terhadap Irak dikembang si Bush itu ambo indak panah satuju dan banyal pulo lai pola dan gaya koboi si Bush nan paralu dilawan. Dima pulo kaitannyo jo esek-esek. Tapi kok mambao Islam untuak mamarangi amerika iyo indak jaleh asbabun nuzul nyo tu. Awak paralu mangarati si Bush itu koboi gadang sanjato dan makanannyo labiah dari cukuik, indak kabisa doh dilawan jo intifada sarupo nan di Palestina, sayangnyo iko nan dilakukan dek berapa ikhwan dan “beberapa ulama” di indonesia, ini kan menyesatkan karena akan menyengsarakan ummat.

Islam sebagai rahmat jelas, saya sangat menghargai usaha yang dilakukan oleh Muhamdaiyahnya mamak kito Prof. Achmad Syafii Maarif nan kiniko jadi ketua umum, begitu pula sikap dan ceramah yang diberikan olek A. Gymnastiar, Nurcholis Madjid, Azyumardi Azra rektor iain yang hampir semuanya ogah dipanggil kiyai atau ulama.

Kalau Jasman ingin orang seperti ABB ingin dihormati oleh orang seperti saya dan dunia, jangan dong ceramahnya itu memberikan kesan Islam itu sama dengan A-Quran disatu tangan sementara pedang ditangan lainnya.

Jihad dalam membela diri jelas sangat tinggi nilainya, dan ini berbeda sekali dengan yang disebut membunuh diri sendiri serta orang lain yang tak tahu menahu sebagai jihad, sebagaimana yang dilakukan oleh  orang islam dari negeri timteng di wtc tahun lalu, nggak tuh ketemu ayat yang bisa diputarbalikan artinya sampai bunuh diri dan membunuh orang dikatakan jihad.

Penghancuran oleh si Bush saya bela? Afghanistan? Kan mereka sendiri yang melindungi Al-Qaeda dan OBL, namanya melawan koboi mabuk, kenalah peluru nyasar, apakah itu sikap Islami? Sangat diragukan menurut saya harus ditolak. Saya juga merasa heran banyak ikhwan yang seperti anda merasa segala sesuatu yang dari amrik atau barat itu bukan Islami, lalu membuat pandangan bahwa yang berbau kebudayaan arab itu Islami, budaya arab berjenggot dianggap bagian dari Islam, lalu ditimbulkan pandangan bahwa hanya Islam kami saja yang benar.

Soal keseimbangan kekuatan setelah hancurnya uni soviet, jelas sekarang si Bish jadi gadang kapalo, tapi dulu siapa sih yang membantu menghancurkan komunisme, toh kebanyakan orang-orang atas nama Islam juga. Sudah saya jelaskan saya itu bukan penganut atau pengikut Bush, kalau pengikut Bush untuk apa saya dan banyak teman-teman sekarang mau bersusah-susah membangun kembali Minang Inc. justru karena saya concern dengan minang dan jan samapi urang minang terjurumus kembali ke perang padri kedua saya mau bersusah-susah disini.

Menghancurkan nilai-nilai suci Islam, yang mana itu yang dilakukan oleh si Bush?

Menghancurkan setiap kekuatan Islam yang muncul yang mana ya, Muhammadiyah dan NU kok nggak ada yang menghancurkan tu? Malahan beberapa orang Islam menghancurkan Islam lainnya di Lombok baru-baru ini.

Menghancurkan pembela-pembela Islam, kalau OBL dkk, mereka bukan pembela Islam, lebih pantas disebut penghancur Islam, saya sebenarnya tidak suka menggolongkan orang atas etnis atau rasnya, namun kalau anda nanti ketemu bahwa OBL berasal dari ras yang sering anda caci jangan kaget.

Karena anda mempertanyakan saya, saya juga mempertanyakan anda, apasih yang menyebabkan anda sangat menghargai para teroris itu, siap tahu anda punya alur pikir yang lebih baik dari saya.

Salam

 

St. Bagindo Nagari

 

 

-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]] On Behalf Of Jasman
Sent: 21 Oktober 2002
19:07
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [RantauNet.Com] Fakta yang sengaja di tutupi di bali ( St Bagindo Nagari )

 

Sayang ..

St Bagindo melihat cuma bagian esek esek nya saja. tapi tidak melihat akibat/ tujuan utama dari perang terhadap teroris yang di kembangkan oleh mak BUSH

 

St Bagindo tidak melihat, Islam sebagai agama Rahmat seluruh alam di ubah Image nya oleh mak BUSH sebagai agama teroris. dan St Bagindo bilang amin.

 

St Bagindo tidak melihat, Jihat sebagai perbuatan yang luhur dan tinggi nilai nya di ubah Image nya oleh mak BUSH sebagai sikap biadap. dan St Bagindo bilang amin.

 

St Bagindo tidak melihat, Ulama sebagai panutan umat di ubah Image nya oleh mak BUSH sebagai Penjahat/ teroris. dan St Bagindo bilang amin.

 

St Bagindo tidak melihat, pembalasan / perlawanan para tertindas pada mak BUSH di namakan teroris/ penjahat. tapi kalau mak BUSH lakukan penindasan/ penghancuran namanya bukan teroris. tapi pembela HAM, penegak keadial dan St Bagindo bilang amin.

 

St Bagindo tidak melihat ( mak BUSH sudah melihat )

setelah blok Timur (komunis) hancur, blok barat ( mak BUSH dan konco konco ) melihat ancaman bagi mereka itu datangnya dari Islam, maka biar ancaman itu tidak ter realisasi jalan satu satu bagi mak BUSH dengan cara :

    menghancurkan nilai nilai suci dalam Islam

    menghancurkan setiap muncul kekuatan Islam 

    menghancurkan pembela pembela Islam.

 

Sayang ...

St Bagindo tidak melihat semuanya ini tapi justru melihat esek esek nya saja.

 

St Bagindo hanya bisa melihat yang jelek dari pembela Islam tapi tidak menunjukkan cara/ sikap baik menurut Islam .

 

Tapi ya... sudahlah  ... mungkin semua nya tidak akan berguna karena saya juga tidak tahu alam pikiran St Bagindo    

 

Mungkin dunsanak ada yang tahu...?

 

----- Original Message -----

From: Basri Hasan

Sent: Monday, October 21, 2002 1:59 PM

Subject: Re: [RantauNet.Com] Fakta yang sengaja di tutupi di bali

 

"Bali Sudah Bangkrut..!"

"SAYA mau pulang saja ke Kintamani. Bali sudah bangkrut!" ujar Nengah pedagang suvenir di Pantai Kuta, Bali, Sabtu (19/10), dengan tarikan napas berat.

Perempuan berusia sekitar 45 tahun ini berasal dari Kintamani, kawasan pengunungan di sekitar Danau Batur, Bali. Ia tinggal di Denpasar bersama suaminya. Tetapi, sehari-hari keduanya mencari nafkah di Pantai Kuta, sekitar 15 kilometer dari Denpasar.

Nengah resah! Dagangannya tidak laku-laku karena calon pembeli memang tidak ada. Ia seperti berdagang di tempat yang salah. Pantai Kuta hari-hari ini bukan lagi Pantai Kuta minggu lalu. Pantai yang biasanya dipenuhi turis asing itu kini kosong melompong. Yang ada hanya rombongan pedagang suvenir, rukang urut, tukang kepang rambut, tukang tato, tukang cat kuku, penyewa tenda dan selancar.

Mereka hanya duduk-duduk di bawah naungan, wajah murung, bengong dengan pandangan mata kosong. "Lihat sendiri, tidak ada turis lagi. Makanya saya berencana pulang," kata Nengah.

Suaminya tidak bisa diharapkan karena ia juga hanya tukang tato. "Siapa yang mau ditato, tamunya saja tidak ada," ujarnya.

Ditanya kalau pulang apa yang akan dikerjakan. Nengah tampak kaget seperti tersadar. Setelah berpikir agak lama ia menjawab, "Belum tahu. Saya tidak punya tanah. Ah, nggak tahu. Tapi di sini juga tidak dapat apa-apa. Ini semua nggak laku-laku dari kemarin," katanya sambil menunjukkan gelang dan kalung dagangannya.

Seorang ibu lain, Suyati (44 tahun), tukang urut, juga di Kuta, menuturkan kepedihannya. "Anak saya empat orang, satu telah menikah yang tiga masih sekolah. Sepi begini bingung. Sejak bom itu sampai hari ini (Sabtu 19/10) baru ada dua tamu yang saya urut," keluhnya.

Suyati, perempuan asal Lumajang yang menikah dengan pria Kuta ini, berkisah, sebelum peristiwa pemboman di Jalan Legian, Kuta, Sabtu (12/10) malam itu, ia rata-rata melayani delapan tamu seminggu dengan bayaran bervariasi Rp 10.000-Rp 30.000 per orang. Sama seperti Nengah, ia tak berharap banyak pada suaminya. Karena, sang suami hanya seorang pedang minuman di kawasan pantai itu.

Pantai Kuta dipenuhi sedikitnya 1.200 pedagang suvenir, tukang urut, kepang rambut dan cat kuku. Mereka pekerja resmi yang dikoordinasi aparat kelurahan setempat, diberi seragam dan dipungut retribusi bulanan sebesar Rp 30.000 untuk orang luar Kuta dan Rp 15.000 untuk orang asli Kuta.

Mereka juga dibebani tanggung jawab membersihkan sampah-sampah di sepanjang pantai itu. "Setiap pagi dan sore sebelum pulang kita nyapu di sini," kata Suyati.

--------------

SEJUMLAH pemuda asal Flores, Nusa Tengara Timur (NTT) juga berencana pulang kampung. Selama ini mereka bekerja untuk Royal Resort sebagai out personal contact (OPC). Kerja mereka adalah mengajak atau merayu pasangan turis mancanegara yang dinilai banyak duit yang lalu-lalang di pusat perbelanjaan Kuta Square untuk mengikuti presentasi tentang paket tur dan fasilitas hotel-hotel yang tergabung dalam Royal Resort di seluruh dunia termasuk di Bali.

Mereka menyebutnya bisnis time share. Setiap satu pasang tamu yang mau mengikuti presentasi selama 90 menit itu, OPC yang mengajaknya mendapat bayaran 60 dollar Amerika Serikat.

Saat pariwisata Bali sedang jaya-jayanya, sebelum tragedi 11 September di New York tahun lalu misalnya, mereka meraup banyak uang. "Dulu kita bersaing dengan bule-bule. Banyak juga bule yang ikut," kata John Kaji.

Dengan tekad besar dan modal bahasa Inggris dan Jerman seadanya, John bersama sejumlah temannya tidak mau dengan bule-bule itu. John mengungkapkan, pada masa itu rata-rata mereka bisa mengajak empat pasangan tamu setiap minggu. Dengan kurs Rp 10.000 per dollar ketika itu, pendapatan mereka mencapai Rp 2,4 juta per minggu. "Tetapi itu dulu, sekarang semua tinggal mimpi," kata Sonny, teman John.

Mereka kini hendak kembali ke Flores. Barang-barang sudah akan dititipkan ke tempat teman yang masih bertahan di Bali. Beberapa berencana pulang sementara waktu, sambil terus memantau kondisi pariwisata di Bali. Yang lain sedang berpikir untuk mencari peluang usaha di tempat asal.

"Pusing di sini! Tidak ada tamu tapi duit kita keluar terus untuk bayar kos dan lain-lain. Kalau dua minggu begini terus, banyak yang akan pulang," ujar Sonny.

----------

RESAH, bingung dan ingin pulang kampung karena bayangan masa depan yang gelap adalah kondisi yang dialami pelaku atau pekerja sektor pariwisata di Bali saat ini. Jika pengelola hotel berbintang atau biro perjalanan besar masih melihat sepinya tamu hari-hari ini baru menjadi ancaman bagi keberlangsungan usaha mereka, tidak demikian bagi pekerja sektor informal

yang terkait dengan turisme.

Pembatalan kunjungan turis ke Bali akibat aksi teroris di Jalan Legian, Kuta itu langsung melenyapkan periuk nasi sopir taksi, penjaja suvenir, tukang urut, tukang kepang rambut, penyewa selancar, guide freelance dan pelaku bisnis pariwisata strata bawah seperti pemilik losmen, warung telepon dan warung internet di Kuta.

Penderitaan bukan lagi ancaman tetapi langsung faktual terjadi ketika turis-turis tidak ada. Di mata mereka, seperti diungkapkan Nengah, Bali (memang) sudah bangkrut.

Sampai kapan mereka bertahan? Entahlah! Para pelaku pariwisata Bali rata-rata memperkirakan dampak buruk tragedi Kuta ini boleh jadi berlangsung satu tahun. Itu pun dengan pengandaian, pemerintah bisa secepatnya mengungkap pelaku ledakan itu dan sekaligus menghukum pelakunya. (Egidius Patnistik)

Kirim email ke