Sekedar joke! (tetapi ada implikasinya thd stigmasi yg salah kaprah thd
Islam, yg justru dibuat oleh orang islam sendiri),

Kalau anda shalat 5 kali sehari, maka anda akan digolongkan sebagai Islam
fundamentalis,
Jika hanya shalat 3 kali sehari, maka anda layak disebut Islam moderate,
Tetapi, jika anda hanya shalat 1 kali dalam seminggu, maka itu namanya Islam
liberal.

Salam,
Zulfan Tadjoeddin


----- Original Message -----
From: "Rinaldi Munir" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, November 19, 2002 8:41 AM
Subject: Re: [RantauNet.Com] Tulisan Ulil Absar Abdalla


> Ada lagi yang dinyatakan Ulil itu di dalam tulisan tersebut, bahwa nikah
campur
> antara wanita Islam dengan pria non-islam boleh. Masih ingat dalam ingatan
> kita, Cak Nur (yang merupakan guru-nya Ulil) tahun lalu merisaukan
putrinya
> yang menikah dengan pria Yahudi asal AS. Ini menandakan bahwa Cak Nur
tidak
> setuju putrinya menikah dengan pria non-muslim, karena kata cak Nu dalam
> pandangan sebagian besar ulama haram bagi wanita muslim menikah dengan
pria non-
> muslim.
>
> Nah, Ulil ini ingin mengubah keyakinan yang sudah mapan ini dengan alasan
kasih
> sayang dsb. Kalau memang betul, mengapa ia tidak mepraktekkan nikah campur
itu
> lebih dahulu? Meskipun Ulil sudah menikah dengan putri Mustafa Bisri (yang
> notabene berjilbab), tapi ia punya hak untuk menikah lagi. Nah, beranikah
dia
> merealisasikan konsepnya itu?
> Mudah-mudahan Allah mengampuni ysb beserta JIL-nya yang membuat resah.
>
> wassalam
> Rinaldi Munir
>
> Quoting Marven <[EMAIL PROTECTED]>:
>
> >
> >
> > Assalamulaikum WW
> >
> > Warga Rantau Net Yth, ada yang mengcounter tulisan Sdr. Ulil di Kompas
> > hari
> > ini?. Sepertinya sudah banyak tulisan jawaban atas sdr. kita Ulil ini
> > dibuat, bahwa harus dibedakan antara kebenaran dalam hubungan dengan
> > Tuhan
> > Yang Satu dengan kebutuhan akan kedamaian dan toleransi antara sesama
> > manusia. Islam jelas-jelas mengajarkan kasih sayang dan toleransi
> > antara
> > sesama manusia, bukan dalam hubungan ibadah.
> >  "Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang
> > Maha
> > Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang. (QS. 19:96)"
> > Dengan alasan toleransi, mengaburkan kebenaran Islam itu sendiri
> > sebagai
> > satu-satunya agama yang diredhai oleh Tuhan Allah Swt. dg menafsirkan
> > yang
> > bukan-bukan dan mengambil yang sesuai dengan kehendak nafsu
> > sendiri..(ekstremnya beribadat sama-sama juga dibolehkan)...entahlah
> > bagaimana jalan pemikiran saudara kita ini....yang sangat berani
> > ini..sebagai contoh, bukan kah jilbab itu perintah Allah dalam Al
> > Quran?,
> > kok malah ditafsir oleh Ulil sebagai kreasi budaya Arab? Atau bisa jadi
> > Ulil
> > berpandangan bahwa minum mimuman keras bukan suatu larangan karena itu
> > hanyalah konteks, yang dilihat itu hasilnya bagi kemashlahatan umat
> > manusia.
> > Kalau begitu konsekuensinya menurut Ulil ada yang telah merubah Al
> > Quran?
> > Subhanallah...kalau sudah begini kita tidak punya kata-kata lagi yang
> > tersisa untuk mengomentari pandangannya Ulil... Allahu'alam
> >
> > Wassalamulaikum.
> >
> > =================================
> >
> > Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam
> >
> > Oleh Ulil Abshar-Abdalla
> >
> > SAYA meletakkan Islam pertama-tama sebagai sebuah "organisme" yang
> >
> > hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi
> >
> > perkembangan manusia. Islam bukan sebuah monumen mati yang dipahat
> > pada
> >
> > abad ke-7 Masehi, lalu dianggap sebagai "patung" indah yang tak boleh
> >
> > disentuh tangan sejarah.
> >
> > Saya melihat, kecenderungan untuk "me-monumen-kan" Islam amat menonjol
> >
> > saat ini. Sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi
> >
> > kecenderungan ini.
> >
> > Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran di bawah ini sebagai usaha
> >
> > sederhana menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang
> >
> > cenderung membeku, menjadi "paket" yang sulit didebat dan
> > dipersoalkan:
> >
> > paket Tuhan yang disuguhkan kepada kita semua dengan pesan sederhana,
> >
> > take it or leave it! Islam yang disuguhkan dengan cara demikian, amat
> >
> > berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri.
> >
> > Jalan satu-satunya menuju kemajuan Islam adalah dengan mempersoalkan
> >
> > cara kita menafsirkan agama ini. Untuk menuju ke arah itu, kita
> >
> > memerlukan beberapa hal.
> >
> > Pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual,
> >
> > dan sesuai denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan terus
> > berubah.
> >
> > Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di
> >
> > dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang
> > merupakan
> >
> > nilai fundamental. Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam
> >
> > yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak.
> >
> > Islam itu kontekstual, dalam pengertian, nilai-nilainya yang universal
> >
> > harus diterjemahkan dalam konteks tertentu, misalnya konteks Arab,
> >
> > Melayu, Asia Tengah, dan seterusnya. Tetapi, bentuk-bentuk Islam yang
> >
> > kontekstual itu hanya ekspresi budaya, dan kita tidak diwajibkan
> >
> > mengikutinya.
> >
> > Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya,
> >
> > tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash,
> > rajam,
> >
> > jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal
> >
> > partikular Islam di Arab.
> >
> > Yang harus diikuti adalah nilai-nilai universal yang melandasi
> >
> > praktik-praktik itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang
> >
> > memenuhi standar kepantasan umum (public decency). Kepantasan umum
> > tentu
> >
> > sifatnya fleksibel dan berkembang sesuai perkembangan kebudayaan
> >
> > manusia. Begitu seterusnya.
> >
> > Ketiga, umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai
> >
> > "masyarakat" atau "umat" yang terpisah dari golongan yang lain. Umat
> >
> > manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan
> > itu
> >
> > sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan, bukan berlawanan,
> > dengan
> >
> > Islam.
> >
> > Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan
> >
> > lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi. Quran sendiri tidak pernah
> >
> > dengan tegas melarang itu, karena Quran menganut pandangan universal
> >
> > tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan
> > agama.
> >
> > Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan antara kedudukan
> > orang
> >
> > Islam dan non-Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip
> > kesederajatan
> >
> > universal dalam tataran kemanusiaan ini.
> >
> > Keempat, kita membutuhkan struktur sosial yang dengan jelas memisahkan
> >
> > mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama. Agama adalah urusan
> >
> > pribadi; sementara pengaturan kehidupan publik adalah sepenuhnya hasil
> >
> > kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi. Nilai-nilai
> > universal
> >
> > agama tentu diharapkan ikut membentuk nilai-nilai publik, tetapi
> > doktrin
> >
> > dan praktik peribadatan agama yang sifatnya partikular adalah urusan
> >
> > masing-masing agama.
> >
> > Menurut saya, tidak ada yang disebut "hukum Tuhan" dalam pengertian
> >
> > seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang
> >
> > pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang
> > ada
> >
> > adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi
> > pengkajian
> >
> > hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari'ah, atau tujuan
> >
> > umum syariat Islam.
> >
> > Nilai-nilai itu adalah perlindungan atas kebebasan beragama, akal,
> >
> > kepemilikan, keluarga/keturunan, dan kehormatan (honor). Bagaimana
> >
> > nilai-nilai itu diterjemahkan dalam konteks sejarah dan sosial
> > tertentu,
> >
> > itu adalah urusan manusia Muslim sendiri.
> >
> > ***
> >
> > BAGAIMANA meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks
> >
> > pemikiran semacam ini? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh
> >
> > historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya
> > menjadi
> >
> > mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai
> >
> > manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus
> >
> > diikuti (qudwah hasanah).
> >
> > Bagaimana mengikuti Rasul? Di sini, saya mempunyai perbedaan dengan
> >
> > pandangan dominan. Dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks
> >
> > sosial-politik di Madinah, Rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan.
> >
> > Rasul memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual
> > Islam
> >
> > di Madinah, tetapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam
> >
> > historis, partikular, dan kontekstual.
> >
> > Kita tidak diwajibkan mengikuti Rasul secara harfiah, sebab apa yang
> >
> > dilakukan olehnya di Madinah adalah upaya menegosiasikan antara
> >
> > nilai-nilai universal Islam dengan situasi sosial di sana dengan
> > seluruh
> >
> > kendala yang ada. Islam di Madinah adalah hasil suatu trade-off antara
> >
> > "yang universal" dengan "yang partikular".
> >
> > Umat Islam harus ber-ijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan
> >
> > nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. "Islam"-nya
> >
> > Rasul di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam
> > yang
> >
> > universal di muka Bumi; ada kemungkinan lain untuk menerjemahkan Islam
> >
> > dengan cara lain, dalam konteks yang lain pula. Islam di Madinah
> > adalah
> >
> > one among others, salah satu jenis Islam yang hadir di muka Bumi.
> >
> > Oleh karena itu, umat Islam tidak sebaiknya mandek dengan melihat
> > contoh
> >
> > di Madinah saja, sebab kehidupan manusia terus bergerak menuju
> > perbaikan
> >
> > dan penyempurnaan. Bagi saya, wahyu tidak berhenti pada zaman Nabi;
> >
> > wahyu terus bekerja dan turun kepada manusia. Wahyu verbal memang
> > telah
> >
> > selesai dalam Quran, tetapi wahyu nonverbal dalam bentuk ijtihad akal
> >
> > manusia terus berlangsung.
> >
> > Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia sebagai bagian dari usaha
> >
> > menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula, karena
> >
> > temuan-temuan itu dilahirkan oleh akal manusia yang merupakan anugerah
> >
> > Tuhan. Karena itu, seluruh karya cipta manusia, tidak peduli agamanya,
> >
> > adalah milik orang Islam juga; tidak ada gunanya orang Islam membuat
> >
> > tembok ketat antara peradaban Islam dan peradaban Barat: yang satu
> >
> > dianggap unggul, yang lain dianggap rendah. Sebab, setiap peradaban
> >
> > adalah hasil karya manusia, dan karena itu milik semua bangsa,
> > termasuk
> >
> > milik orang Islam.
> >
> > Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran
> >
> > Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak, karena
> >
> > itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran,
> >
> > termasuk yang datangnya dari luar Islam. Setiap golongan hendaknya
> >
> > menghargai hak golongan lain untuk menafsirkan Islam berdasarkan sudut
> >
> > pandangnya sendiri; yang harus di-"lawan" adalah setiap usaha untuk
> >
> > memutlakkan pandangan keagamaan tertentu.
> >
> > Saya berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di mana pun
> >
> > tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam-seperti pernah
> >
> > dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain-adalah "nilai generis"
> >
> > yang bisa ada di Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Taoisme,
> >
> > agama dan kepercayaan lokal, dan sebagainya. Bisa jadi, kebenaran
> >
> > "Islam" bisa ada dalam filsafat Marxisme.
> >
> > Saya tidak lagi memandang bentuk, tetapi isi. Keyakinan dan praktik
> >
> > keIslam-an yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai
> > umat
> >
> > Islam hanyalah "baju" dan forma; bukan itu yang penting. Yang pokok
> >
> > adalah nilai yang tersembunyi di baliknya.
> >
> > Amat konyol umat manusia bertikai karena perbedaan "baju" yang
> > dipakai,
> >
> > sementara mereka lupa, inti "memakai baju" adalah menjaga martabat
> >
> > manusia sebagai makhluk berbudaya. Semua agama adalah baju, sarana,
> >
> > wasilah, alat untuk menuju tujuan pokok: penyerahan diri kepada Yang
> >
> > Maha Benar.
> >
> > Ada periode di mana umat beragama menganggap, "baju" bersifat mutlak
> > dan
> >
> > segalanya, lalu pertengkaran muncul karena perbedaan baju itu. Tetapi,
> >
> > pertengkaran semacam itu tidak layak lagi untuk dilanggengkan kini.
> >
> > ***
> >
> > MUSUH semua agama adalah "ketidakadilan". Nilai yang diutamakan Islam
> >
> > adalah keadilan.
> >
> > Misi Islam yang saya anggap paling penting sekarang adalah bagaimana
> >
> > menegakkan keadilan di muka Bumi, terutama di bidang politik dan
> > ekonomi
> >
> > (tentu juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung
> >
> > kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan
> >
> > tetek bengek masalah yang menurut saya amat bersifat furu'iyyah.
> >
> > Keadilan itu tidak bisa hanya dikhotbahkan, tetapi harus diwujudkan
> >
> > dalam bentuk sistem dan aturan main, undang-undang, dan sebagainya,
> > dan
> >
> > diwujudkan dalam perbuatan.
> >
> > Upaya menegakkan syariat Islam, bagi saya, adalah wujud
> > ketidakberdayaan
> >
> > umat Islam dalam menghadapi masalah yang mengimpit mereka dan
> >
> > menyelesaikannya dengan cara rasional. Umat Islam menganggap, semua
> >
> > masalah akan selesai dengan sendirinya manakala syariat Islam, dalam
> >
> > penafsirannya yang kolot dan dogmatis, diterapkan di muka Bumi.
> >
> > Masalah kemanusiaan tidak bisa diselesaikan dengan semata-mata merujuk
> >
> > kepada "hukum Tuhan" (sekali lagi: saya tidak percaya adanya "hukum
> >
> > Tuhan"; kami hanya percaya pada nilai-nilai ketuhanan yang universal),
> >
> > tetapi harus merujuk kepada hukum-hukum atau sunnah yang telah
> >
> > diletakkan Allah sendiri dalam setiap bidang masalah. Bidang politik
> >
> > mengenal hukumnya sendiri, bidang ekonomi mengenal hukumnya sendiri,
> >
> > bidang sosial mengenal hukumnya sendiri, dan seterusnya.
> >
> > Kata Nabi, konon, man aradad dunya fa'alihi bil 'ilmi, wa man aradal
> >
> > akhirata fa 'alihi bil 'ilmi; barang siapa hendak mengatasi masalah
> >
> > keduniaan, hendaknya memakai ilmu, begitu juga yang hendak mencapai
> >
> > kebahagiaan di dunia "nanti", juga harus pakai ilmu. Setiap bidang ada
> >
> > aturan, dan tidak bisa semena-mena merujuk kepada hukum Tuhan sebelum
> >
> > mengkajinya lebih dulu. Setiap ilmu pada masing-masing bidang juga
> > terus
> >
> > berkembang, sesuai perkembangan tingkat kedewasaan manusia. Sunnah
> >
> > Tuhan, dengan demikian, juga ikut berkembang.
> >
> > Sudah tentu hukum-hukum yang mengatur masing-masing bidang kehidupan
> > itu
> >
> > harus tunduk kepada nilai primer, yaitu keadilan. Karena itu, syariat
> >
> > Islam, hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya
> >
> > abstrak dan universal; bagaimana nilai-nilai itu menjadi nyata dan
> > dapat
> >
> > memenuhi kebutuhan untuk menangani suatu masalah dalam periode
> > tertentu,
> >
> > sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad manusia itu sendiri.
> >
> > Pandangan bahwa syariat adalah suatu "paket lengkap" yang sudah jadi,
> >
> > suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman,
> >
> > adalah wujud ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami sunnah Tuhan
> > itu
> >
> > sendiri. Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah
> >
> > adalah sebentuk kemalasan berpikir, atau lebih parah lagi, merupakan
> >
> > cara untuk lari dari masalah; sebentuk eskapisme dengan memakai alasan
> >
> > hukum Tuhan.
> >
> > Eskapisme inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di
> > mana-mana.
> >
> > Saya tidak bisa menerima "kemalasan" semacam ini, apalagi kalau
> >
> > ditutup-tutupi dengan alasan, itu semua demi menegakkan hukum Tuhan.
> >
> > Jangan dilupakan: tak ada hukum Tuhan, yang ada adalah sunnah Tuhan
> >
> > serta nilai-nilai universal yang dimiliki semua umat manusia.
> >
> > Musuh Islam paling berbahaya sekarang ini adalah dogmatisme, sejenis
> >
> > keyakinan yang tertutup bahwa suatu doktrin tertentu merupakan obat
> >
> > mujarab atas semua masalah, dan mengabaikan bahwa kehidupan manusia
> >
> > terus berkembang, dan perkembangan peradaban manusia dari dulu hingga
> >
> > sekarang adalah hasil usaha bersama, akumulasi pencapaian yang
> > disangga
> >
> > semua bangsa.
> >
> > Setiap doktrin yang hendak membangun tembok antara "kami" dengan
> >
> > "mereka", antara hizbul Lah (golongan Allah) dan hizbusy syaithan
> >
> > (golongan setan) dengan penafsiran yang sempit atas dua kata itu,
> > antara
> >
> > "Barat" dan "Islam"; doktrin demikian adalah penyakit sosial yang akan
> >
> > menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri, nilai tentang
> > kesederajatan
> >
> > umat manusia, nilai tentang manusia sebagai warga dunia yang satu.
> >
> > Pemisah antara "kami" dan "mereka" sebagai akar pokok dogmatisme,
> >
> > mengingkari kenyataan bahwa kebenaran bisa dipelajari di mana-mana,
> >
> > dalam lingkungan yang disebut "kami" itu, tetapi juga bisa di
> > lingkungan
> >
> > "mereka". Saya berpandangan, ilmu Tuhan lebih besar dan lebih luas
> > dari
> >
> > yang semata-mata tertera di antara lembaran-lembaran Quran.
> >
> > Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari seluruh kebenaran yang tertera
> > dalam
> >
> > setiap lembaran "Kitab Suci" atau "Kitab-Tak-Suci", lembaran-lembaran
> >
> > pengetahuan yang dihasilkan akal manusia, serta kebenaran yang belum
> >
> > sempat terkatakan, apalagi tertera dalam suatu kitab apa pun.
> > Kebenaran
> >
> > Tuhan, dengan demikian, lebih besar dari Islam itu sendiri sebagai
> > agama
> >
> > yang dipeluk oleh entitas sosial yang bernama umat Islam. Kebenaran
> >
> > Tuhan lebih besar dari Quran, Hadis dan seluruh korpus kitab tafsir
> > yang
> >
> > dihasilkan umat Islam sepanjang sejarah.
> >
> > Oleh karena itu, Islam sebetulnya lebih tepat disebut sebagai sebuah
> >
> > "proses" yang tak pernah selesai, ketimbang sebuah "lembaga agama"
> > yang
> >
> > sudah mati, baku, beku, jumud, dan mengungkung kebebasan. Ayat
> > Innaddina
> >
> > 'indal Lahil Islam (QS 3:19), lebih tepat diterjemahkan sebagai,
> >
> > "Sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah
> >
> > proses-yang-tak-pernah-selesai menuju ketundukan (kepada Yang Maha
> >
> > Benar)."
> >
> > Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama
> > adalah
> >
> > tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang
> >
> > Mahabenar. Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi,
> >
> > tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan
> >
> > religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama:
> >
> > yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada
> >
> > ujungnya.
> >
> > Maka, fastabiqul khairat, kata Quran (QS 2:148); berlombalah-lombalah
> >
> > dalam menghayati jalan religiusitas itu.
> >
> > Syarat dasar memahami Islam yang tepat adalah dengan tetap mengingat,
> >
> > apa pun penafsiran yang kita bubuhkan atas agama itu, patokan utama
> > yang
> >
> > harus menjadi batu uji adalah maslahat manusia itu sendiri.
> >
> > Agama adalah suatu kebaikan buat umat manusia; dan karena manusia
> > adalah
> >
> > organisme yang terus berkembang, baik secara kuantitatif dan
> > kualitatif,
> >
> > maka agama juga harus bisa mengembangkan diri sesuai kebutuhan manusia
> >
> > itu sendiri. Yang ada adalah hukum manusia, bukan hukum Tuhan, karena
> >
> > manusialah stake holder yang berkepentingan dalam semua perbincangan
> >
> > soal agama ini.
> >
> > Jika Islam hendak diseret kepada suatu penafsiran yang justru
> > berlawanan
> >
> > dengan maslahat manusia itu sendiri, atau malah menindas kemanusiaan
> >
> > itu, maka Islam yang semacam ini adalah agama fosil yang tak lagi
> >
> > berguna buat umat manusia.
> >
> > Mari kita cari Islam yang lebih segar, lebih cerah, lebih memenuhi
> >
> > maslahat manusia. Mari kita tinggalkan Islam yang beku, yang menjadi
> >
> > sarang dogmatisme yang menindas maslahat manusia itu sendiri.
> >
> > ULIL ABSHAR-ABDALLA, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Jakarta
> >
> >
> >
> >
> > [Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> >
> > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor
> > ---------------------~-->
> >
> > Share the magic of Harry Potter with Yahoo! Messenger
> >
> > http://us.click.yahoo.com/4Q_cgB/JmBFAA/46VHAA/.DlolB/TM
> >
> > ---------------------------------------------------------------------~->
> >
> > ______________________________________________________________________
> >
> > http://www.kmnu.org untuk informasi tentang KMNU (Keluarga Mahasiswa
> > Nahdhatul Ulama), atau info-info seputar Cairo dan Timur Tengah.
> >
> > ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
> >
> > Kami berharap Anda selalu bersama kami, tapi jika karena suatu hal
> > Anda
> > harus meninggalkan forum ini silakan kirim email ke:
> >
> > [EMAIL PROTECTED]
> >
> >
> > Your use of Yahoo! Groups is subject to
> > http://docs.yahoo.com/info/terms/
> >
> >
> >
> >
> > Wa Assalaamu`alaikum
> >
> > Muhammad Yusuf
> >
> >
> >
> > RantauNet http://www.rantaunet.com
> > Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
> > ===============================================
> > Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
> > anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.
> >
> > Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di:
> > http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
> > ===============================================
> >
>
> RantauNet http://www.rantaunet.com
> Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
> ===============================================
> Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
> anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.
>
> Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di:
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
> ===============================================


RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.

Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: 
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
===============================================

Reply via email to