Sekedar joke! (tetapi ada implikasinya thd stigmasi yg salah kaprah thd Islam, yg justru dibuat oleh orang islam sendiri),
Kalau anda shalat 5 kali sehari, maka anda akan digolongkan sebagai Islam fundamentalis, Jika hanya shalat 3 kali sehari, maka anda layak disebut Islam moderate, Tetapi, jika anda hanya shalat 1 kali dalam seminggu, maka itu namanya Islam liberal. Salam, Zulfan Tadjoeddin ----- Original Message ----- From: "Rinaldi Munir" <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Tuesday, November 19, 2002 8:41 AM Subject: Re: [RantauNet.Com] Tulisan Ulil Absar Abdalla > Ada lagi yang dinyatakan Ulil itu di dalam tulisan tersebut, bahwa nikah campur > antara wanita Islam dengan pria non-islam boleh. Masih ingat dalam ingatan > kita, Cak Nur (yang merupakan guru-nya Ulil) tahun lalu merisaukan putrinya > yang menikah dengan pria Yahudi asal AS. Ini menandakan bahwa Cak Nur tidak > setuju putrinya menikah dengan pria non-muslim, karena kata cak Nu dalam > pandangan sebagian besar ulama haram bagi wanita muslim menikah dengan pria non- > muslim. > > Nah, Ulil ini ingin mengubah keyakinan yang sudah mapan ini dengan alasan kasih > sayang dsb. Kalau memang betul, mengapa ia tidak mepraktekkan nikah campur itu > lebih dahulu? Meskipun Ulil sudah menikah dengan putri Mustafa Bisri (yang > notabene berjilbab), tapi ia punya hak untuk menikah lagi. Nah, beranikah dia > merealisasikan konsepnya itu? > Mudah-mudahan Allah mengampuni ysb beserta JIL-nya yang membuat resah. > > wassalam > Rinaldi Munir > > Quoting Marven <[EMAIL PROTECTED]>: > > > > > > > Assalamulaikum WW > > > > Warga Rantau Net Yth, ada yang mengcounter tulisan Sdr. Ulil di Kompas > > hari > > ini?. Sepertinya sudah banyak tulisan jawaban atas sdr. kita Ulil ini > > dibuat, bahwa harus dibedakan antara kebenaran dalam hubungan dengan > > Tuhan > > Yang Satu dengan kebutuhan akan kedamaian dan toleransi antara sesama > > manusia. Islam jelas-jelas mengajarkan kasih sayang dan toleransi > > antara > > sesama manusia, bukan dalam hubungan ibadah. > > "Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang > > Maha > > Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka kasih sayang. (QS. 19:96)" > > Dengan alasan toleransi, mengaburkan kebenaran Islam itu sendiri > > sebagai > > satu-satunya agama yang diredhai oleh Tuhan Allah Swt. dg menafsirkan > > yang > > bukan-bukan dan mengambil yang sesuai dengan kehendak nafsu > > sendiri..(ekstremnya beribadat sama-sama juga dibolehkan)...entahlah > > bagaimana jalan pemikiran saudara kita ini....yang sangat berani > > ini..sebagai contoh, bukan kah jilbab itu perintah Allah dalam Al > > Quran?, > > kok malah ditafsir oleh Ulil sebagai kreasi budaya Arab? Atau bisa jadi > > Ulil > > berpandangan bahwa minum mimuman keras bukan suatu larangan karena itu > > hanyalah konteks, yang dilihat itu hasilnya bagi kemashlahatan umat > > manusia. > > Kalau begitu konsekuensinya menurut Ulil ada yang telah merubah Al > > Quran? > > Subhanallah...kalau sudah begini kita tidak punya kata-kata lagi yang > > tersisa untuk mengomentari pandangannya Ulil... Allahu'alam > > > > Wassalamulaikum. > > > > ================================= > > > > Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam > > > > Oleh Ulil Abshar-Abdalla > > > > SAYA meletakkan Islam pertama-tama sebagai sebuah "organisme" yang > > > > hidup; sebuah agama yang berkembang sesuai dengan denyut nadi > > > > perkembangan manusia. Islam bukan sebuah monumen mati yang dipahat > > pada > > > > abad ke-7 Masehi, lalu dianggap sebagai "patung" indah yang tak boleh > > > > disentuh tangan sejarah. > > > > Saya melihat, kecenderungan untuk "me-monumen-kan" Islam amat menonjol > > > > saat ini. Sudah saatnya suara lantang dikemukakan untuk menandingi > > > > kecenderungan ini. > > > > Saya mengemukakan sejumlah pokok pikiran di bawah ini sebagai usaha > > > > sederhana menyegarkan kembali pemikiran Islam yang saya pandang > > > > cenderung membeku, menjadi "paket" yang sulit didebat dan > > dipersoalkan: > > > > paket Tuhan yang disuguhkan kepada kita semua dengan pesan sederhana, > > > > take it or leave it! Islam yang disuguhkan dengan cara demikian, amat > > > > berbahaya bagi kemajuan Islam itu sendiri. > > > > Jalan satu-satunya menuju kemajuan Islam adalah dengan mempersoalkan > > > > cara kita menafsirkan agama ini. Untuk menuju ke arah itu, kita > > > > memerlukan beberapa hal. > > > > Pertama, penafsiran Islam yang non-literal, substansial, kontekstual, > > > > dan sesuai denyut nadi peradaban manusia yang sedang dan terus > > berubah. > > > > Kedua, penafsiran Islam yang dapat memisahkan mana unsur-unsur di > > > > dalamnya yang merupakan kreasi budaya setempat, dan mana yang > > merupakan > > > > nilai fundamental. Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam > > > > yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak. > > > > Islam itu kontekstual, dalam pengertian, nilai-nilainya yang universal > > > > harus diterjemahkan dalam konteks tertentu, misalnya konteks Arab, > > > > Melayu, Asia Tengah, dan seterusnya. Tetapi, bentuk-bentuk Islam yang > > > > kontekstual itu hanya ekspresi budaya, dan kita tidak diwajibkan > > > > mengikutinya. > > > > Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, > > > > tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, > > rajam, > > > > jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal > > > > partikular Islam di Arab. > > > > Yang harus diikuti adalah nilai-nilai universal yang melandasi > > > > praktik-praktik itu. Jilbab intinya adalah mengenakan pakaian yang > > > > memenuhi standar kepantasan umum (public decency). Kepantasan umum > > tentu > > > > sifatnya fleksibel dan berkembang sesuai perkembangan kebudayaan > > > > manusia. Begitu seterusnya. > > > > Ketiga, umat Islam hendaknya tidak memandang dirinya sebagai > > > > "masyarakat" atau "umat" yang terpisah dari golongan yang lain. Umat > > > > manusia adalah keluarga universal yang dipersatukan oleh kemanusiaan > > itu > > > > sendiri. Kemanusiaan adalah nilai yang sejalan, bukan berlawanan, > > dengan > > > > Islam. > > > > Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan > > > > lelaki non-Islam, sudah tidak relevan lagi. Quran sendiri tidak pernah > > > > dengan tegas melarang itu, karena Quran menganut pandangan universal > > > > tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan > > agama. > > > > Segala produk hukum Islam klasik yang membedakan antara kedudukan > > orang > > > > Islam dan non-Islam harus diamandemen berdasarkan prinsip > > kesederajatan > > > > universal dalam tataran kemanusiaan ini. > > > > Keempat, kita membutuhkan struktur sosial yang dengan jelas memisahkan > > > > mana kekuasaan politik dan mana kekuasaan agama. Agama adalah urusan > > > > pribadi; sementara pengaturan kehidupan publik adalah sepenuhnya hasil > > > > kesepakatan masyarakat melalui prosedur demokrasi. Nilai-nilai > > universal > > > > agama tentu diharapkan ikut membentuk nilai-nilai publik, tetapi > > doktrin > > > > dan praktik peribadatan agama yang sifatnya partikular adalah urusan > > > > masing-masing agama. > > > > Menurut saya, tidak ada yang disebut "hukum Tuhan" dalam pengertian > > > > seperti dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang > > > > pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang > > ada > > > > adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi > > pengkajian > > > > hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari'ah, atau tujuan > > > > umum syariat Islam. > > > > Nilai-nilai itu adalah perlindungan atas kebebasan beragama, akal, > > > > kepemilikan, keluarga/keturunan, dan kehormatan (honor). Bagaimana > > > > nilai-nilai itu diterjemahkan dalam konteks sejarah dan sosial > > tertentu, > > > > itu adalah urusan manusia Muslim sendiri. > > > > *** > > > > BAGAIMANA meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks > > > > pemikiran semacam ini? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh > > > > historis yang harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya > > menjadi > > > > mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai > > > > manusia yang juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus > > > > diikuti (qudwah hasanah). > > > > Bagaimana mengikuti Rasul? Di sini, saya mempunyai perbedaan dengan > > > > pandangan dominan. Dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks > > > > sosial-politik di Madinah, Rasul tentu menghadapi banyak keterbatasan. > > > > Rasul memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual > > Islam > > > > di Madinah, tetapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam > > > > historis, partikular, dan kontekstual. > > > > Kita tidak diwajibkan mengikuti Rasul secara harfiah, sebab apa yang > > > > dilakukan olehnya di Madinah adalah upaya menegosiasikan antara > > > > nilai-nilai universal Islam dengan situasi sosial di sana dengan > > seluruh > > > > kendala yang ada. Islam di Madinah adalah hasil suatu trade-off antara > > > > "yang universal" dengan "yang partikular". > > > > Umat Islam harus ber-ijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan > > > > nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. "Islam"-nya > > > > Rasul di Madinah adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam > > yang > > > > universal di muka Bumi; ada kemungkinan lain untuk menerjemahkan Islam > > > > dengan cara lain, dalam konteks yang lain pula. Islam di Madinah > > adalah > > > > one among others, salah satu jenis Islam yang hadir di muka Bumi. > > > > Oleh karena itu, umat Islam tidak sebaiknya mandek dengan melihat > > contoh > > > > di Madinah saja, sebab kehidupan manusia terus bergerak menuju > > perbaikan > > > > dan penyempurnaan. Bagi saya, wahyu tidak berhenti pada zaman Nabi; > > > > wahyu terus bekerja dan turun kepada manusia. Wahyu verbal memang > > telah > > > > selesai dalam Quran, tetapi wahyu nonverbal dalam bentuk ijtihad akal > > > > manusia terus berlangsung. > > > > Temuan-temuan besar dalam sejarah manusia sebagai bagian dari usaha > > > > menuju perbaikan mutu kehidupan adalah wahyu Tuhan pula, karena > > > > temuan-temuan itu dilahirkan oleh akal manusia yang merupakan anugerah > > > > Tuhan. Karena itu, seluruh karya cipta manusia, tidak peduli agamanya, > > > > adalah milik orang Islam juga; tidak ada gunanya orang Islam membuat > > > > tembok ketat antara peradaban Islam dan peradaban Barat: yang satu > > > > dianggap unggul, yang lain dianggap rendah. Sebab, setiap peradaban > > > > adalah hasil karya manusia, dan karena itu milik semua bangsa, > > termasuk > > > > milik orang Islam. > > > > Umat Islam harus mengembangkan suatu pemahaman bahwa suatu penafsiran > > > > Islam oleh golongan tertentu bukanlah paling benar dan mutlak, karena > > > > itu harus ada kesediaan untuk menerima dari semua sumber kebenaran, > > > > termasuk yang datangnya dari luar Islam. Setiap golongan hendaknya > > > > menghargai hak golongan lain untuk menafsirkan Islam berdasarkan sudut > > > > pandangnya sendiri; yang harus di-"lawan" adalah setiap usaha untuk > > > > memutlakkan pandangan keagamaan tertentu. > > > > Saya berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di mana pun > > > > tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam-seperti pernah > > > > dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain-adalah "nilai generis" > > > > yang bisa ada di Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Taoisme, > > > > agama dan kepercayaan lokal, dan sebagainya. Bisa jadi, kebenaran > > > > "Islam" bisa ada dalam filsafat Marxisme. > > > > Saya tidak lagi memandang bentuk, tetapi isi. Keyakinan dan praktik > > > > keIslam-an yang dianut oleh orang-orang yang menamakan diri sebagai > > umat > > > > Islam hanyalah "baju" dan forma; bukan itu yang penting. Yang pokok > > > > adalah nilai yang tersembunyi di baliknya. > > > > Amat konyol umat manusia bertikai karena perbedaan "baju" yang > > dipakai, > > > > sementara mereka lupa, inti "memakai baju" adalah menjaga martabat > > > > manusia sebagai makhluk berbudaya. Semua agama adalah baju, sarana, > > > > wasilah, alat untuk menuju tujuan pokok: penyerahan diri kepada Yang > > > > Maha Benar. > > > > Ada periode di mana umat beragama menganggap, "baju" bersifat mutlak > > dan > > > > segalanya, lalu pertengkaran muncul karena perbedaan baju itu. Tetapi, > > > > pertengkaran semacam itu tidak layak lagi untuk dilanggengkan kini. > > > > *** > > > > MUSUH semua agama adalah "ketidakadilan". Nilai yang diutamakan Islam > > > > adalah keadilan. > > > > Misi Islam yang saya anggap paling penting sekarang adalah bagaimana > > > > menegakkan keadilan di muka Bumi, terutama di bidang politik dan > > ekonomi > > > > (tentu juga di bidang budaya), bukan menegakkan jilbab, mengurung > > > > kembali perempuan, memelihara jenggot, memendekkan ujung celana, dan > > > > tetek bengek masalah yang menurut saya amat bersifat furu'iyyah. > > > > Keadilan itu tidak bisa hanya dikhotbahkan, tetapi harus diwujudkan > > > > dalam bentuk sistem dan aturan main, undang-undang, dan sebagainya, > > dan > > > > diwujudkan dalam perbuatan. > > > > Upaya menegakkan syariat Islam, bagi saya, adalah wujud > > ketidakberdayaan > > > > umat Islam dalam menghadapi masalah yang mengimpit mereka dan > > > > menyelesaikannya dengan cara rasional. Umat Islam menganggap, semua > > > > masalah akan selesai dengan sendirinya manakala syariat Islam, dalam > > > > penafsirannya yang kolot dan dogmatis, diterapkan di muka Bumi. > > > > Masalah kemanusiaan tidak bisa diselesaikan dengan semata-mata merujuk > > > > kepada "hukum Tuhan" (sekali lagi: saya tidak percaya adanya "hukum > > > > Tuhan"; kami hanya percaya pada nilai-nilai ketuhanan yang universal), > > > > tetapi harus merujuk kepada hukum-hukum atau sunnah yang telah > > > > diletakkan Allah sendiri dalam setiap bidang masalah. Bidang politik > > > > mengenal hukumnya sendiri, bidang ekonomi mengenal hukumnya sendiri, > > > > bidang sosial mengenal hukumnya sendiri, dan seterusnya. > > > > Kata Nabi, konon, man aradad dunya fa'alihi bil 'ilmi, wa man aradal > > > > akhirata fa 'alihi bil 'ilmi; barang siapa hendak mengatasi masalah > > > > keduniaan, hendaknya memakai ilmu, begitu juga yang hendak mencapai > > > > kebahagiaan di dunia "nanti", juga harus pakai ilmu. Setiap bidang ada > > > > aturan, dan tidak bisa semena-mena merujuk kepada hukum Tuhan sebelum > > > > mengkajinya lebih dulu. Setiap ilmu pada masing-masing bidang juga > > terus > > > > berkembang, sesuai perkembangan tingkat kedewasaan manusia. Sunnah > > > > Tuhan, dengan demikian, juga ikut berkembang. > > > > Sudah tentu hukum-hukum yang mengatur masing-masing bidang kehidupan > > itu > > > > harus tunduk kepada nilai primer, yaitu keadilan. Karena itu, syariat > > > > Islam, hanya merupakan sehimpunan nilai-nilai pokok yang sifatnya > > > > abstrak dan universal; bagaimana nilai-nilai itu menjadi nyata dan > > dapat > > > > memenuhi kebutuhan untuk menangani suatu masalah dalam periode > > tertentu, > > > > sepenuhnya diserahkan kepada ijtihad manusia itu sendiri. > > > > Pandangan bahwa syariat adalah suatu "paket lengkap" yang sudah jadi, > > > > suatu resep dari Tuhan untuk menyelesaikan masalah di segala zaman, > > > > adalah wujud ketidaktahuan dan ketidakmampuan memahami sunnah Tuhan > > itu > > > > sendiri. Mengajukan syariat Islam sebagai solusi atas semua masalah > > > > adalah sebentuk kemalasan berpikir, atau lebih parah lagi, merupakan > > > > cara untuk lari dari masalah; sebentuk eskapisme dengan memakai alasan > > > > hukum Tuhan. > > > > Eskapisme inilah yang menjadi sumber kemunduran umat Islam di > > mana-mana. > > > > Saya tidak bisa menerima "kemalasan" semacam ini, apalagi kalau > > > > ditutup-tutupi dengan alasan, itu semua demi menegakkan hukum Tuhan. > > > > Jangan dilupakan: tak ada hukum Tuhan, yang ada adalah sunnah Tuhan > > > > serta nilai-nilai universal yang dimiliki semua umat manusia. > > > > Musuh Islam paling berbahaya sekarang ini adalah dogmatisme, sejenis > > > > keyakinan yang tertutup bahwa suatu doktrin tertentu merupakan obat > > > > mujarab atas semua masalah, dan mengabaikan bahwa kehidupan manusia > > > > terus berkembang, dan perkembangan peradaban manusia dari dulu hingga > > > > sekarang adalah hasil usaha bersama, akumulasi pencapaian yang > > disangga > > > > semua bangsa. > > > > Setiap doktrin yang hendak membangun tembok antara "kami" dengan > > > > "mereka", antara hizbul Lah (golongan Allah) dan hizbusy syaithan > > > > (golongan setan) dengan penafsiran yang sempit atas dua kata itu, > > antara > > > > "Barat" dan "Islam"; doktrin demikian adalah penyakit sosial yang akan > > > > menghancurkan nilai dasar Islam itu sendiri, nilai tentang > > kesederajatan > > > > umat manusia, nilai tentang manusia sebagai warga dunia yang satu. > > > > Pemisah antara "kami" dan "mereka" sebagai akar pokok dogmatisme, > > > > mengingkari kenyataan bahwa kebenaran bisa dipelajari di mana-mana, > > > > dalam lingkungan yang disebut "kami" itu, tetapi juga bisa di > > lingkungan > > > > "mereka". Saya berpandangan, ilmu Tuhan lebih besar dan lebih luas > > dari > > > > yang semata-mata tertera di antara lembaran-lembaran Quran. > > > > Ilmu Tuhan adalah penjumlahan dari seluruh kebenaran yang tertera > > dalam > > > > setiap lembaran "Kitab Suci" atau "Kitab-Tak-Suci", lembaran-lembaran > > > > pengetahuan yang dihasilkan akal manusia, serta kebenaran yang belum > > > > sempat terkatakan, apalagi tertera dalam suatu kitab apa pun. > > Kebenaran > > > > Tuhan, dengan demikian, lebih besar dari Islam itu sendiri sebagai > > agama > > > > yang dipeluk oleh entitas sosial yang bernama umat Islam. Kebenaran > > > > Tuhan lebih besar dari Quran, Hadis dan seluruh korpus kitab tafsir > > yang > > > > dihasilkan umat Islam sepanjang sejarah. > > > > Oleh karena itu, Islam sebetulnya lebih tepat disebut sebagai sebuah > > > > "proses" yang tak pernah selesai, ketimbang sebuah "lembaga agama" > > yang > > > > sudah mati, baku, beku, jumud, dan mengungkung kebebasan. Ayat > > Innaddina > > > > 'indal Lahil Islam (QS 3:19), lebih tepat diterjemahkan sebagai, > > > > "Sesungguhnya jalan religiusitas yang benar adalah > > > > proses-yang-tak-pernah-selesai menuju ketundukan (kepada Yang Maha > > > > Benar)." > > > > Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama > > adalah > > > > tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang > > > > Mahabenar. Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi, > > > > tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan > > > > religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: > > > > yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada > > > > ujungnya. > > > > Maka, fastabiqul khairat, kata Quran (QS 2:148); berlombalah-lombalah > > > > dalam menghayati jalan religiusitas itu. > > > > Syarat dasar memahami Islam yang tepat adalah dengan tetap mengingat, > > > > apa pun penafsiran yang kita bubuhkan atas agama itu, patokan utama > > yang > > > > harus menjadi batu uji adalah maslahat manusia itu sendiri. > > > > Agama adalah suatu kebaikan buat umat manusia; dan karena manusia > > adalah > > > > organisme yang terus berkembang, baik secara kuantitatif dan > > kualitatif, > > > > maka agama juga harus bisa mengembangkan diri sesuai kebutuhan manusia > > > > itu sendiri. Yang ada adalah hukum manusia, bukan hukum Tuhan, karena > > > > manusialah stake holder yang berkepentingan dalam semua perbincangan > > > > soal agama ini. > > > > Jika Islam hendak diseret kepada suatu penafsiran yang justru > > berlawanan > > > > dengan maslahat manusia itu sendiri, atau malah menindas kemanusiaan > > > > itu, maka Islam yang semacam ini adalah agama fosil yang tak lagi > > > > berguna buat umat manusia. > > > > Mari kita cari Islam yang lebih segar, lebih cerah, lebih memenuhi > > > > maslahat manusia. Mari kita tinggalkan Islam yang beku, yang menjadi > > > > sarang dogmatisme yang menindas maslahat manusia itu sendiri. > > > > ULIL ABSHAR-ABDALLA, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Jakarta > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > > > > > > > ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor > > ---------------------~--> > > > > Share the magic of Harry Potter with Yahoo! Messenger > > > > http://us.click.yahoo.com/4Q_cgB/JmBFAA/46VHAA/.DlolB/TM > > > > ---------------------------------------------------------------------~-> > > > > ______________________________________________________________________ > > > > http://www.kmnu.org untuk informasi tentang KMNU (Keluarga Mahasiswa > > Nahdhatul Ulama), atau info-info seputar Cairo dan Timur Tengah. > > > > ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ > > > > Kami berharap Anda selalu bersama kami, tapi jika karena suatu hal > > Anda > > harus meninggalkan forum ini silakan kirim email ke: > > > > [EMAIL PROTECTED] > > > > > > Your use of Yahoo! Groups is subject to > > http://docs.yahoo.com/info/terms/ > > > > > > > > > > Wa Assalaamu`alaikum > > > > Muhammad Yusuf > > > > > > > > RantauNet http://www.rantaunet.com > > Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 > > =============================================== > > Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe, > > anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini. > > > > Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: > > http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 > > =============================================== > > > > RantauNet http://www.rantaunet.com > Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 > =============================================== > Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe, > anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini. > > Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 > =============================================== RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe, anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini. Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ===============================================