Ma saga adidunsanak jo anak kamanakan, Banyak adidunsanak jo anak kamanakan nan baminaik jo sejarah Minangkabau. Di bawah ambo kopikan posting dari milis berita krikil, mungkin bisa panambah curito lapau.
mS ====================================== MI KEBUDAYAAN Rabu, 29 Januari 2003 Menengok 'Tempat Lahir' Orang Minangkabau GERIMIS membasahi Batusangkar, ibu kota Kabupaten Tanah Datar, sejak siang. Perjalanan menuju Nagari Tuo Pariangan, yang disebut-sebut sebagai nagari tertua Minangkabau, sepanjang 11,5 kilometer, menyenangkan ketika udara semakin dingin dengan turunnya hujan. Suasana yang sejuk dengan panorama alam yang indah membuat perjalanan tak membosankan. Sepanjang mata memandang, hamparan sawah membentang di lereng-lereng bukit. Begitu pula Gunung Merapi, yang sore itu sebagian diselimuti kabut, menambah pesona keindahan alam Tanah Datar. Tak berapa lama, tibalah di jalan dengan gapura bertuliskan Kawasan Objek Wisata Tradisional Desa Minangkabau Nagari Tuo Pariangan. Lokasi Nagari Tuo ini hanya 100 meter dari Jalan Raya Batusangkar- Padang Panjang. Nagari tua ini berada di perlintasan antara Kota Batusangkar dan Padang Panjang. Untuk mencapai daerah ini dari Batusangkar, dengan menggunakan kendaraan perjalanan dapat ditempuh dalam waktu 45 menit. Jika dari Kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatra Barat, dibutuhkan waktu 2,5 jam. Ada dua jalan yang dapat dilalui ke pusat Desa Pariangan. Pertama, gerbang desa yang ada di Dusun Biaro. Jalan beraspal yang agak menanjak ke arah Desa Padang Panjang dan hamparan sawah di kiri kanannya akan membawa kita ke permukiman penduduk. Sedangkan melalui arah jalan raya, kita akan menemukan bangunan pertama, yaitu kantor Kerapatan Adat Nagari yang sudah tidak terawat. Bila memandang dari atas bukit, tampak Nagari Tuo, Masjid Tua Ishlah bergaya dongson dari daratan Tibet dengan atapnya yang bertingkat, surau, dan rumah-rumah penduduk yang berarsitektur khas Minangkabau. Sementara itu, Gunung Merapi yang memayungi kawasan Nagari Pariangan bukan sembarang gunung. Gunung yang berdiri kukuh ini menyimpan banyak mitos masa silam Minangkabau sebagaimana tersurat dalam tambo (cerita rakyat). Bahkan, dalam tambo disebutkan bahwa turunnya nenek moyang orang Minangkabau berasal dari Gunung Merapi. Memang, tak ada jejak arkeologis yang menyebutkan bahwa asal usul nenek moyang berasal dari Gunung Merapi, seperti yang dikatakan Kepala Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Sumatra Barat dan Riau Marsis Sutopo. "Tidak ada jejak sejarah menyebutkan Pariangan sebagai Nagari Tuo Minangkabau. Itu hanya ada dalam tambo." Sebuah pantun adat dalam tambo mengatakan, Dimano titiak palito, di baliak telong nan batali, dari mano asa niniak kito, dari lereng Gunung Merapi (Dari mana titik pelita di balik lampu yang bertali, dari mana turun nenek kita, dari puncak Gunung Merapi). Entah benar atau tidak. Yang jelas, tambo tidak bisa diremehkan dalam penulisan sejarah Minangkabau. Pada penutupan Seminar Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar, 7 Agustus 1970, Buya Hamka mengatakan bahwa sumber penulisan sejarah Minangkabau berasal dari, antara lain kitab-kitab tambo, peninggalan lama berupa artefak, prasasti, tutur paparan orang-orang tua, dan bahan-bahan dari penulisan asing. Pada seminar itu disebutkan bahwa definisi orang Minang adalah: "Moyangnya turun dari Gunung Merapi, sekarang berada dalam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan berkiblat ke Baitullah." Menurut tambo, masyarakat Minangkabau berasal dari keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain. Iskandar Zulkarnain (Alexander The Great) adalah Raja Masedonia yang termasyhur sebagai penakluk dunia. Menurut catatan sejarah, ia hidup sekitar tahun 356-323 SM. Pariangan terletak di kaki lembah Gunung Merapi pada ketinggiaan 650 meter di atas permukaan laut, sehingga lapisan tanahnya subur akibat tumpahan abu vulkanik Gunung Merapi pada masa lalu. Sebagai kawasan wisata, pengunjung tidak saja akan menikmati bangunan- bangunan lama, tapi bisa menikmati air hangat melalui tempat pemandian-pemandian yang telah disiapkan. Selain itu, di daerah ini juga terdapat peninggalan sejarah seperti kuburan panjang Datuk Tantejo Gerhano, batu batikam, batu basurek, batu tigo luak, dan rumah gadang tertua di Minangkabau. Mengenai kuburan Datuk Tantejo Gerhano, menurut juru pelihara makam, Datuk Sampurno Marajo, 43, tidak ada orang yang pas mengukur panjang makam yang membujur dari arah utara ke selatan. "Ada yang mengatakan panjangnya 24 meter, tapi saya sendiri mengukurnya ada 29 meter." Melihat kondisi areal makam yang di kanan-kirinya ada beberapa buah batu sandaran, kata Marajo, dulunya di tempat tersebut tempat musyawarah terbuka yang dikenal dengan medan nan bapaneh. Tantejo Gerhano juga dikenal sebagai orang sakti. Dia dikenal pula sebagai arsitek Minangkabau pertama, kata Marajo, yang membuat Balai Adat Balairungsari di Desa Tabek, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. (Alw/B-3) RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe, anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini. Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ===============================================