Subject: FW: Mengapa Berpaling Dari Jaminan-Nya? (Allah is the one and the only for all our hope :) )
Mengapa Berpaling Dari Jaminan-Nya?
Oleh KH. Abdullah Gymnastiar
"Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi
(ini) kepunyaan Allah. Dipusakakan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah
bagi orang-orang yang bertakwa.
[Q.S. AI-A'raaf (7): 128]
SESUNGGUHNYA pertolongan Allah Azza wa Jalla itu sudah merupakan
jaminan-Nya bagi siapapun dari hamba-hamba-Nya yang memintanya. Janji
Allah adalah pasti dan mustahil Dia mengingkarinya. Namun sayang,
justeru manusia sendirilah yang kerapkali menjadi penyebab tertahannya
pertolongan Allah. Salah satu yang sangat potensial menghambat
datangnya inayatullah itu adalah berharapnya kita kepada sesama
makhluk, yang notabene tidak mampu menolong dirinya sendiri manakala
suatu kejadian Dia tetapkan tertimpa kepadanya. Padahal, "Bagaimana
mungkin," tulis Ibnu Atho'illah dalam kitabnya. Al-Hikam, "sesuatu
selain Allah akan dapat menyingkirkan sesuatu yang diletakkan oleh
Allah? Barangsiapa yang tidak dapat menyingkirkan bencana yang menimpa
dirinya sendiri, maka bagaimanakah dia akan dapat menyingkirkan
bencana yang menimpa orang lain?"
Kita seringkali meminta tolong kepada seseorang, padahal orang yang
dimintai tolong itu sendiri terkadang tidak mampu menolong dirinya
serdiri. "Tolonglah pinjami saya uang." Padahal, orang yang di hadapan
kita itu temyata sering tidak punya uang. "Saya sedang sakit.
Tolonglah diobati agar saya bisa lekas sembuh." Padahal, dokternya
juga sedang encok, misalnya. Sungguh begitu sering kita tergelincir
menaruh harapan kepada sesama makhluk yang notabene makhluk itu tidak
bisa menolong dirinya sendiri.
Maka, kunci terpenting yang harus kita perhatikan dalam hal ini
adalah bahwa kita harus pandai-pandai memilah-milah antara lisan,
badan, dan qalbu. Kalaupun kaki melangkah mendatangi orang yang kita
anggap memiliki sesuatu yang kita butuhkan, lalu mulut pun meminta
tolong kepadanya, namun jangan sekali-kali membiarkan qalbu ini
berharap kepadanya karena justeru faktor inilah yang sangat potensial
dapat menghalangi turunnya pertolongan Allah. Sekali kita tergelincir
berharap kepada makhluk, maka sesungguhnya kita telah tertipu oleh
suatu bayang-bayang khayali. Karena, sesungguhnya tidak ada yang
"nyata", selain Allah yang selalu tetap karunia dan nikmat rahmat-Nya.
***
Adapun mengenai jaminan Allah atas hamba-hamba-Nya, dapat kita simak
dari dua riwayat panjang berikut ini. Mudah-mudahan ini menjadi jalan
bagi kita untuk semakin bersungguh-sungguh meningkatkan keyakinan
bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat yang kepada-Nya segala makhluk di
jagat raya alam semesta ini bergantung.
Riwayat pertama dituturkan oleh Athaa' Al-Khurasani, yang dalam suatu
perjalanan pernah bertemu dengan Wahb bin Munabbih. "Ceriterakanlah
kepadaku sebuah hadits ringkas yang dapat kuingat," ujar Athaa'.
Wahb bn Munabbih lalu menuturkan bahwa Allah telah mewahyukan kepada
Nabi Dawud a.s., "Hai Dawud, demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tiada
seorang hamba-Ku yang meminta tolong dengan sungguh-sungguh kepada-Ku,
tidak kepada selain Aku, dan Kuketahui yang demikian itu dari niat
dalam qalbunya, kemudian orang itu akan diperdaya oleh penduduk langit
yang tujuh dan bumi yang tujuh, melainkan pasti Aku akan
menghindarkannya dari semua itu.
Sebaliknya, demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, tiada seorang yang
berlindung kepada seorang makhluk-Ku, tidak kepada Aku, dan Kuketahui
yang demikian itu dari niatnya, melainkan Aku putuskan ia dari rahmat
yang berasal dari langit, kemudian Aku longsorkan bumi di bawahnya,
dan tidak akan Kuhiraukan di lembah yang mana ia binasa."
Sementara itu, riwayat kedua dituturkan oleh Muhammad bin Husain bin
Hamdan. Ketika tengah berada di majlis Yazid bin Harun, ia bertanya
kepada seseorang yang duduk di sampingnya, "Siapakah namamu?"
"Apa panggilanmu?"
"Abu Usman."
Muhammad bin Husain lalu bertanya perihal keadaannya. "Kini telah
habis persediaan kebutuhan hidupku," jawabnya.
"Lantas, siapakah yang engkau harapkan dapat menolong mengatasi
masalahmu itu?"
"Yazid bin Harun," tukasnya.
"Kalau begitu," kata Ibnu Husain, "ia tidak akan memenuhi keinginanmu
itu dengan membantu meringankan keperluanmu."
"Dari mana engkau mengetahui hal itu?"
Ibnu Husain lalu menjelaskan bahwa dirinya pernah membaca sebuah
kitab, yang menerangkan bahwa Allah Azza wa Jalla telah berfirman,
"Demi kemuliaan dan kebesaran-Ku, dan juga demi kemurahan dan
ketinggian kedudukan-Ku di atas arsy. Aku akan mematahkan harapan
orang yang berharap kepada selain Aku dengan kekecewaan. Akan
Kupakaikan kepadanya pakaian kehinaan di mata manusia. Aku singkirkan
ia dari dekat-Ku, lalu Kuputuskan hubungan-Ku dengannya.
Mengapa ia berharap kepada selain Aku ketika dirinya sedang berada
dalam kesulitan, padahal kesulitan itu sesungguhnya berada di
tangan-Ku dan hanya Aku yang dapat menyingkirkannya? Mengapa ia
berharap kepada selain Aku dengan mengetuk pintu-pintu lain, padahal
kunci pintu-pintu itu tertutup? Padahal, hanya pintu-Ku yang terbuka
bagi siapa pun yang berdoa memohon pertolongan dari-Ku.
Siapakah yang pernah mengharapkan Aku untuk menghalaukan
kesulitannya, lalu Aku kecewakan? Siapakah yang perah mengharapkan Aku
karena dosa-dosanya yang besar, Ialu Aku putuskan harapannya? Siapakah
pula yang pernah mengetuk pintu-Ku, lalu tidak Aku bukakan?
Aku telah mengadakan hubungan yang langsung antara Aku dengan
angan-angan dan harapan semua makhluk-Ku. Akan tetapi, mengapakah
mereka malah bersandar kepada selain Aku? Aku telah menyediakan semua
harapan hamba-hamba-Ku, tetapi mengapa mereka merasa tidak puas dengan
perlindungan-Ku? Dan Aku pun telah memenuhi langit-Ku dengan para
malaikat yang tiada pernah jemu bertasbih kepada-Ku, lalu Aku
perintahkan mereka supaya tidak menutup pintu antara Aku dengan
hamba-hamba-Ku. Akan tetapi, mengapa mereka tidak percaya kepada
firman-Ku?
Tidakkah mereka mengetahui, bahwa siapa pun yang ditimpa oleh bencana
yang Aku turunkan, tiada yang dapat menyingkirkannya, kecuali Aku?
Akan tetapi, mengapakah Aku melihat ia dengan segala angan-angan dan
harapannya itu, selalu berpaling dari-Ku? Mengapakah ia sampai tertipu
oleh selain Aku?
Aku telah memberikan kepadanya dengan segala kemurahan-Ku apa-apa
yang tidak sampai harus ia minta. Ketika semua itu Kucabut kembali
darinya, lalu mengapa ia tidak memintanya lagi kepada-Ku untuk segera
mengembalikannya, tetapi malah meminta pertolongan kepada selain Aku?
Apakah Aku yang memberi sebelum diminta, lalu ketika dimintai, tidak
Aku berikan? Apakah Aku ini bakhil, sehingga dianggap bakhil oleh
hamba-Ku? Tidakkah dunia dan akhirat ini semuanya milik-Ku? Tidakkah
semua rahmat dan karunia itu berada di tangan- Ku? Tidakkah dermawan
dan kemurahanmu adalah sifat-Ku? Tidakkah hanya Aku tempat bermuaranya
semua harapan? Dengan demikian, siapakah yang dapat memutuskannya
daripada-Ku?
Apa pula yang diharapkan oleh orang-orang yang berharap, andaikan Aku
berkata kepada semua penduduk langit dan bumi, 'Mintalah kepada-Ku?'
Aku pun lalu memberikan kepada masing-masing orang, pikiran apa yang
terpikir pada semuanya. Dan semua yang Kuberikan itu tidak akan
mengurangi kekayaan-Ku meskipun sebesar debu. Bagaimana mungkin
kekayaan yang begitu sempurna akan berkurang, sedangkan Aku
mengawasinya?
Sungguh, alangkah celakanya orang yang terputus dari rahmat-Ku.
Alangkah kecewanya orang yang berlaku maksiat kepada-Ku dan tidak
memperhatikan Aku. Dan tetap melakukan perbuatan-pertbuatan yang haram
seraya tiada malu kepada-Ku."
***
Allaahu Akbar! Apalagi sebenamya yang kurang dari jaminan Allah Azza
wa Jalla? Sesungguhnyalah kita mencelakakan diri sendiri sekiranya
masih berharap kepada selain Dia. Sedangkan selain Allah hanyalah
makhluk, yang muasalnya hanyalah setetes air mani, melangkah ke mana
pun hanya membawa-bawa kotoran, lalu ujung-ujungnya terbujur menjadi
bangkai.
Tidak ada apa-apanya makhluk yang bernamamanusia itu. Manusia tidak
pernah bisa menumbuhkan rambut di kepalanya sendiri. Manusia pun tidak
bisa mendetakkan jantungnya sendiri. Pendek kata, manusia itu tidak
memiliki daya dan kekuatan apa pun, kecuali diberi kekuatan oleh Allah
yang Maha Perkasa. Laa haula walaa quwwata illaa billaah! Asalnya dari
tanah, ketika mati pun akan kembali ke tanah. Tidak akan pernah mampu
membawa apa pun, kecuali ketika hidup di dunia hanyalah mampir sekejap
belaka, dan ketika pulang ke alam baka, hanya membawa amal shalih atau
sebaliknya, amal salah!
Lantas, mengapa kita selalu berharap kepada manusia, tidak kepada
Allah yang memiliki segala-galanya? Mengapa kita takut kepada manusia,
tidak takut kepada Allah yang menentukan segala nikmat dan musibah?
Jangan salahkan siapapun kalau hidup ini senantiasa terasa suram,
banyak dirundung kegelisahan, dan jauh dari pertolongan Allah.
Penyebabnya ternyata adalah hati kita yang tidak pemah berharap hanya
kepada-Nya semata.
Oleh sebab itu, marilah kita sempurnakan keyakinan kita, sehingga
sama sekali tidak tergiur dengan apa pun yang berada di tangan
makhluk. Tidak pernah berharap diberi oleh orang lain, kecuali kita
merindukan dijadikan jalan datangnya pemberian Allah kepada orang
lain. Tidaklah perlu merasa bangga dengan apa pun yang saat ini kita
miliki karena toh semuanya milik Allah. Sebagaimana kita pun tidak
perlu kecewa dan menderita manakala apa yang telah tergenggam di
tangan diambil kembali oleh-Nya.
Orang yang qalbunya selalu yakin bahwa Allah-lah pemilik dan penentu
segala-galanya, maka akan ia dapati betapa dunia ini teramat ringan.
la pun tidak akan pernah merasa hina di hadapan sesama manusia karena
toh hidupnya tidak pernah digantungkan kepada jaminan dan pemberian
manusia. Mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla benar-benar mencabut dari
qalbu ini ketergantungan, ketakutan, dan harapan-harapan kita kepada
selain Dia. Karena, Dia-lah satu-satunya Dzat Maha Pemberi segala
karunia dan Maha Pemutus segala perkara.***