Title: Republika Online : http://www

Republika Online : http://www.republika.co.id

 

 

Senin, 23 Juni 2003

                  'Kita Menatap Masa Depan Saja'

                  KHAIRULJASMI

 

  Nasib Syaiful Nazar (42 tahun), bagai becermin di kolam

bening, mematut-matut dirinya. Dulu, Syaiful adalah kebanggaan

banyak orang. Kini, ia sendiri menjalani rutinitas

kesehariannya dengan gaji hanya Rp 250 ribu.

Hidup sendiri jauh dari anak --hanya ditemani sepeda butut, ia

lalui hari demi hari dengan tabah. Jika kita bertemu

dengannya, kita nyaris tak percaya bahwa ia adalah Syaiful

Nazar yang pernah mengharumkan nama Indonesia itu lewat semua

cabang senam.

 

Pada 1970-an sampai 1980-an, ia menyabet tak kurang dari 26

medali di berbagai kolam renang di dalam dan luar negeri. Ia

meraih 18 medali emas, enam perak, dan dua perunggu. Ia juga

pernah menjadi bintang utama sejumlah film laga.

 

Meski masih kuliah di IKIP Jakarta, tapi sejak 1982 atas

prestasinya, ia diangkat oleh Gubernur Sumbar Azwar Anas

sebagai pegawai negeri di Kantor Perwakilan Pemda Sumbar di

Jakarta dengan golongan II/A.

Karena main film, ia mulai tak dihiraukan di cabang senam.

Apalagi ketika punggungnya cedera saat berlatih karena

dikerjain daerah lain.

 

Syaiful yang pandai menyanyi itu, sesekali ikut menyanyi di

bar, apalagi sebelumnya ia pernah juara. Selain menyanyi, ia

makin aktif di film. Sejak 1989 ia menjadi pemain utama

sejumlah film laga. Sebutlah misalnya Pendekar Cabe Rawit,

Misteri Lembah Naga, Siluman Clurit Perak, dan Pendekar Tapak Suci.

 

Untuk film lain ia menjadi peran pembantu. Setidaknya ada enam

film yang ia geluti untuk peran pembantu tersebut.

 

Suatu ketika, program filmnya terbengkalai, sehingga ia nyambi

bekerja menjadi petugas satuan pengaman. Suatu malam terjadi

bentrok dengan sejumlah orang. Ia dikepung dengan 12 sepeda

motor. Tapi ia selamat. Sejak itu, ia mulai kapok. Balik ke Padang.

 

Di Padang ia pernah ikut organ tunggal ke daerah-daerah guna

mencari sesuap nasi. Tak memadai, ia dikontrak pula sebagai

pelatih senam oleh Semen Padang selama hampir setahun.

 

Kemudian ia mencari informasi tentang statusnya sebagai

pegawai negeri sipil. Pada Februari 2002 ia mengetahui bahwa

dirinya sudah dipecat sejak 1996.

 

Hidupnya kian tak jelas. Krisis ekonomi telah membuat ia

menjadi orang yang kehilangan segalanya. Prestasi selangit,

medali emas alangkah banyaknya. Awak pemain film pula. Tapi

uang tak ada di saku.

Ketua KONI Sumbar Sjahrial, kemudian mengetahui Syaiful Nazar

sedang kesulitan. Maka lewat lobinya dengan gubernur Sumbar,

diangkatlah duda ini sebagai pegawai honorer penjaga gudang

KONI di Padang. Gajinya Rp 250 ribu/bulan.

 

Prestasi Syaiful Nazar lahir di Painan, Pesisir Selatan, tak

jauh dari kampungnya pada 31 Agustus 1961. Anak keenam dari 12

orang bersaudara ini, sejak kecil sudah berbakat olahraga.

Minat akan olahraganya itu, seperti menemukan jodoh, tatkala

ia masuk SD Taman Siswa di Padang, sebab di samping SD itu,

ada Sekolah Guru Olahraga (SGO). Ketika masuk SMP di kompleks

yang sama, bakat olahraga Syaiful kian terpupuk. Ia berminat

akan senam. Apalagi, modalnya tidak seberapa.

 

Setahun setelah tamat SMP, tepatnya tahun 1977, Syaiful meraih

satu emas, pada PON IX. Setahun kemudian pada kejuaraan

pelajar tingkat nasional, masih untuk senam, ia meraih dua

emas, dua perak dan satu perunggu serta satu tropi Menteri P

dan K Daoed Jusuf. Sejak itu, namanya kian harum. Maka tak

heran, ketika duduk di semester I SMA 2 Padang, Syaiful

dipanggil KONI pusat untuk mengikuti pemusatan latihan di

Pelatnas Jakarta. Ia diharapkan bisa membela Indonesia untuk

cabang senam di Sea Games. Ketika Sea Games berlangsung tahun

1979 di Jakarta, Syaiful menyabet satu emas dan satu perak.

 

Tahun 1980, Syaiful ikut Kejurnas senam antarklub di Bandung.

Hasilnya, ia meraih tiga medali emas dan satu tropi terbaik

dari Pangdam Siliwangi. Tahun 1981 ia ikut pemusatan latihan

ke Rumania untuk menyongsong kejuaraan dunia universiade. Di

even ini ia meraih peringkat 11 dari 124 peserta dari seluruh

dunia. Ia merupakan utusan tunggal Indonesia ke even tersebut.

Pulang ke Indonesia, langsung ikut Sea Games di Filipina. Di

sana, ia meraih dua emas dan satu perunggu. Tahun 1982,

Syaiful ikut Asean Games di India. Di sini ia meraih peringkat

4 Asia dari 57 negara peserta.

 

Tahun 1983, Sea Games digelar di Singapura, tapi karena

'takut' dengan Syaiful Nazar, Singapura membunuh cabang

olahraga senam. Karena tidak dipertandingkan, maka Pelantas

tidak lagi memberi sangu kepada Syaiful. Ketika itu, ia

beralih ke dunia film secara tidak sengaja. Di dunia yang satu

ini, ia ditampung oleh PT Garuda Film.

 

Meski sudah bermain film pada tahun yang sama, Syaiful sempat

pula mewakili Indonesia ke Internasional Open di Bangkok. Di

sini ia meraih 1 perunggu untuk Asia Tenggara.

 

Di arena PON 1984, ia kembali meraih tiga medali emas.

Sebenarnya ia bisa menyabet semua medali emas untuk semua

cabang senam, tapi karena dominasi DKI-Jakarta, ia hanya

'dibolehkan' meraih tiga emas. Tahun 1987, Syaiful ikut

Kejurnas atas nama Sumbar di Semarang. Di sana, ia memetik

tiga emas dan pada pra-PON 1988, kembali disabetnya tiga emas

dan satu perak.

 

Semua medali dan tropi yang pernah diraihnya, kini terserak

entah di mana. Dunia glamour dunia film ia tinggalkan. Tak

hanya itu, istri tercinta seorang sarjana olahraga, Dra

Melasari, juga sudah berpisah dengannya pada 1994, karena

merasa tak betah akibat Syaiful lebih banyak main film.

Kini anak semata wayangnya, Melisafitri, sedang studi di

Gontor. Kerinduannya pada anak tak terceritakan olehnya.

''Saya rindu sekali,'' kata dia.

 

Dari Jakarta, ia pulang kampung dalam kemiskinan yang tak

permanai. Pulang menumpang dengan mobil kijang boks pembawa

barang. Di Padang, lelaki sarjana olahraga alumni IKIP Jakarta

ini, memperpanjang daftar pengangguran. Berbilang tahun

lamanya, hidup tak menentu, akhirnya ia diterima sebagai

pegawai honorer untuk menjaga sejumlah gedung KONI di GOR Agus

Salim Padang. Tiap bulan ia menerima Rp 250 ribu. ''Ini saya

beli dari uang bonus yang diberikan Semen Padang,'' kata

Syaiful tentang sepedanya.

 

Ia bagai disapu waktu, dilupakan. Belum ada atlet senam

Indonesia yang sehebat dia. Tapi rupanya itu bukan jaminan

untuk hidup tenang. Kalaulah KONI Sumbar tidak memperhatikan,

maka dapat dipastikan Syaiful akan menjadi orang yang

luntang-lantung.

 

Negeri ini memang begitu cepat melupakan orang lain, meskipun

orang itu pernah mengharumkan nama negeri ini. Bagi Syaiful,

masa lalu adalah masa lalu. ''Kita menatap masa depan saja,''

katanya.



 

 

Kirim email ke