Ass. Wr. Wb.
Sewaktu keputusan 4 universitas dirobah statusnyo jadi BHMN kemana mereka, setelah kejadian seperti ini baru mereka berteriak.
Apakah keputusan DPR sekarang sudah tepat atau salah alamat?

Saya dapat email dari milis lain dapat juga menambah wawasan kita atau dapat menjadi jawaban
Salam
Is

 

Rekan-rekan semua,

Tentang perbandingan pendidikan tinggi di Malaysia dan Indonesia, ada
komentar pendek saya di detikcom:

http://www.detik.com/peristiwa/index.php?
url="" href="http://www.detik.com/peristiwa/2003/06/25/20030625-181418.shtml">http://www.detik.com/peristiwa/2003/06/25/20030625-181418.shtml

Kasus Malaysia adalah kasus menarik. Karena 20 tahun lalu mereka
masih jauh tertinggal dari Indonesia dalam bidang pendidikan dan sci-
tech, tetapi sekarang mereka melaju dengan cepat meninggalkan kita
jauh di belakang.

Apa rahasianya? Dukungan negara.

Saya bukan negara-sentris. Tetapi hanya negara yang mempunyai
kekuatan finansial (dan kemauan politik) untuk memajukan sektor
tertentu, atau malah mematikan sektor tertentu. Negara punya
kemampuan untuk menghimpun dana dalam jumlah besar melalui pajak atau
transaksi perdagangan internasional, satu kemampuan yang tidak
dimiliki oleh lembaga swasta manapun.

Negara kita telah lepas tangan dan melempar tanggung jawabnya dalam
bidang pendidikan kepada rakyat. Ini tidak bisa dibiarkan. Argumen
bahwa negara tidak punya uang adalah argumen tak berdasar. APBN 2003
kita sebesar 370 trilyun; jika saja pemerintah konsisten dengan jatah
minimum 20% untuk sektor pendidikan, niscaya tak perlulah PTN meminta
duit dari anak-anak orang kaya. Tapi sampai sekarang jatah Depdiknas
hanya 5%. Tragis!

Dan tadi pagi Komisi VI DPR meminta para rektor PTN agar membatalkan
rencana "jalur khusus" itu. Ini ibarat kita memberi uang 50 perak
kepada seseorang, dan minta dia membelikan nasi bungkus yang sedap
untuk kita. Tdak logis. Bagaimana PTN mau hidup? Komisi VI salah
sasaran; jewerlah pemerintah supaya angka 20% itu dipenuhi secara
konsisten *hanya* untuk Depdiknas. Tidak disebar kepada departemen2
lain dengan dalih biaya pelatihan pegawai. PTN hanya mencoba bertahan
hidup dan mempertahankan kualitasnya dengan "jalur khusus" itu. Dan
di pundak pemerintahlah seharusnya tanggung jawab ini terpikul. Bukan
malah dilempar kepada rakyat. So irresponsible!

Mengenai Biotech Valley di Malaysia, sekarang telah memasuki tahap
kedua sejak dimulainya inisiatif pembentukan tujuh koordinator di
bahwah National Biotechnology Directorate (NBD) pada tahun 1996
dipimpin Prof. Abdul Latiff Ibrahim (beliau ini sudah tua tapi sangat
enerjik). Saat ini ada sekitar 500 saintis yang bekerja untuk proyek
ini, dan untuk 5 tahun mendatang dijangka meningkat menjadi 5000
orang saintis. Khusus hanya untuk bioteknologi!

BioValley dikucuri dana 4 milyar ringgit (kalikan saja dengan Rp.
2300). Dibangun di kawasan Multimedia Super Corridor (MSC),
mengintegrasikan bioteknologi dengan sebuah jaringan teknologi
informasi raksasa. Tiga institut bioteknologi akan dipusatkan disana,
yaitu biotek pertanian, genomik, dan farmasi. Juga pusat pengkajian
hak intelektual. Partner kerjasama utama adalah MIT. Lokasinya mudah
dijangkau dari pusat kota, sekitar 20 menit berkendara lewat jalan
tol.

Bisakah ini semua didanai oleh swasta atau menarik dana dari anak-
anak orang kaya seperti yang kita lakukan? No way! Ini bukan soal
negara-sentris, tetapi soal tanggung jawab negara.

Salam,
bimo









-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED]
[mailto:[EMAIL PROTECTED]]On Behalf Of zul amry
Sent: Thursday, June 26, 2003 7:16 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [RantauNet.Com] Jalur khusus ditolak


Reply via email to