Mandiri Adalah Kepribadian Terbaik

>

>

> ISLAM kaya budaya, bahkan jauh lebih kaya dari budaya

> mana pun. Kita tidak perlu lagi mengambil ataupun memuja-

> muja budaya Barat. Kita sudah mandiri dari sisi iman,

> Islam, atau akidah. Mungkin dalam tataran ini kita tidak

> membutuhkan lagi wacana-wacana filosofi yang memulai dari

> suatu keragu-raguan untuk masuk pada satu keyakinan.

>

> Kemandirian adalah satu kemampuan untuk hidup sendiri

> dalam berbagai dimensi: akidah, ekonomi, budaya, termasuk

> pula dimensi politik. Sayang, semua itu hampir tidak lagi

> dipahami banyak orang.

> Berikut wawancara MQ dengan salah seorang tokoh ekonomi

> syariah nasional, M. Syafi'i Antonio, tentang konsep

> kemandirian.

>

>

> Bagaimana Islam mengajarkan kemandirian umatnya?

> Rasulullah mengatakan, kita harus mampu mandiri secara

> ekonomi sehingga tidak menjadi beban orang lain. Dalam

> konsep zakat misalnya, seorang muzakki harus mampu

> memberi makan sendiri, tidak minta kepada orang lain.

> Setelah itu, baru memberdayakan orang lain. Dari konsep

> ini kita sudah melihat adanya konsep kemandirian. Kita

> didorong untuk bisa eksis dan memberikan sesuatu setelah

> kita bisa mencukupi kebutuhan pribadi.

>

> Apakah kemadirian itu termasuk fitrah manusia?

> Mandiri berarti juga kebebasan untuk menjadi diri

> sendiri. Pertanggungjawaban amal kita kelak di akhirat

> dilakukan sendirian. Kita akan mendapat limpahan dari

> orang lain ketika kita sudah berbuat satu kebaikan kepada

> orang lain. Semua proses ini, mulai dari lahir hingga

> alam kubur, menunjukan bahwa kita harus mandiri. Itulah

> fitrah.

>

> Bagaimana memelihara fitrah itu?

> Orang bisa mendiri kalau punya kepribadian atau sikap

> hidup tidak menjadi beban orang lain. Ketika syarat ini

> sudah terpenuhi, ia akan mencari nilai-nilai atau daya

> dukung kekuatan. Dia akan mencari ilmu, bekerja,

> membangun jaringan. Setelah itu akan timbul keberanian

> untuk bisa mandiri. Semakin banyak kemampuan yang ia

> miliki, termasuk ilmu, jaringan, infrastruktur, dan aset,

> maka tingkat kemandiriannya akan kian tinggi. Semua ini

> harus dilandasi oleh sikap mental yang bagus. Jika tidak,

> ia seperti seseorang yang memegang senapan. Karena

> jiwanya lemah, senapan itu jatuh sebelum ditembakan.

>

> Contohlah Rasulullah. Beliau adalah manusia supermandiri.

> Dalam rentang delapan tahun kehidupannya, ia sudah

> ditinggalkan orang-orang terdekatnya. Ketika mendapatkan

> risalah pun, ia harus berjuang seorang diri karena

> seluruh dunia belum Islam. Dialah yang menyebarkan ajaran

> Islam hingga bisa diterima orang-orang hingga sekarang.

> Jadi, untuk bisa meyakinkan orang lain, kita harus yakin

> terlebih dahulu.

>

> Muhammad Syafi'i Antonio lahir 12 Mei 1967 dengan nama

> asli Nio Gwan Chung dari pasangan Liem Soen Nio dan Nio

> Sem Nyau. Sekalipun dibesarkan di tengah keluarga

> Konghuchu dan Kristen, pengembaraannya mencari kebenaran

> telah mengantarkannya ke haribaan Islam.

>

> Ia mengucapkan kalimah syahadah di hadapan K.H. Abdullah

> bin Nuh Bogor, lalu belajar ngaji dengan H. Adang

> Abdurrahim di Mesjid Agung Sukabumi, mondok di Pesantren

> An-Nizam Sukabumi di bawah asuhan K.H. Abdullah Muchtar -

> -penerus dan murid utama ulama terkemuka Habib Syaikh bin

> Salim bin Umar Al-Attas.

>

> Bagaimana tahapan-tahapan untuk bersikap mandiri?

> Pertama, seseorang harus memiliki landasan dan sikap

> hidup yang mantap bahwa Allah Swt. akan menghisab

> dirinya. Sabda Rasulullah, "Yang terbaik di antaramu

> adalah yang paling bermanfaat bagi yang lain".

> Konsekwensi logis dari hadits ini adalah bahwa yang

> terburuk di antaramu adalah yang paling menyusahkan dan

> menjadi beban pada orang lain.

>

> Kedua, membangun kekuatan, seperti kekuatan ilmu, dan

> akhlak yang akan menumbuhkan kredibilitas, kekuatan jujur

> yang akan menumbuhkan kepercayaan orang lain, dan

> kekuatan jaringan. Setelah semua itu terpenuhi, mulailah

> aplikasikan semuanya dari hal yang kecil-kecil dahulu,

> seperti tahapan seorang bayi yang tidak bisa apa-apa

> hingga menjadi seorang pemimpin umat. Intinya, kita harus

> mulai dengan apa yang kita bisa dan harus sadar proses.

> Teruslah belajar karena ia akan membebaskan dari

> ketergantungan pada orang lain.

>

> Tahun 1990 Syafi'i Antonio lulus dari Fakultas Syariah

> dan Fakultas Ekonomi Univesity of Jordan serta mengikuti

> program Islamic Studies di Al-Azhar Cairo. Perintis Bank

> Muamalat dan Asuransi Takaful ini mendapat gelar Master

> of Economic dari International Islamic University

> Malaysia, dan saat ini tengah mengikuti program doctoral

> di University of Melbourne Australia.

>

> Sekarang Syafi'i Antonio aktif pula di Komite Ahli Bank

> Syariah Mandiri, Asuransi Takaful, RHB Asset Management,

> dan BNI Faysal Finance. Di samping itu, Syafi'i juga

> memimpin beberapa unit usaha yang tergabung dalam TAZKIA

> GROUP yang memiliki misi pengembangan bisnis dan ekonomi

> syariah.

> Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Syafi'i aktif bersama

> H. Junus Jahya, Ali Kariem, dan Prof. Hembing

> Wijayakusuma di Yayasan Kariem Oei untuk pembauran WNI

> keturunan.

>

> Apakah sikap mandiri di level individu bisa mempengaruhi

> terbentuknya kemandirian di level masyarakat luas?

> Oh iya. Satu individu mandiri akan menjadikan atau

> membentuk sebuah komunitas mandiri pula, bahkan sebuah

> kota mandiri. Artinya, adanya sebuah proses dari individu

> kemudian keluarga yang mandiri hingga sebuah komunitas

> yang mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

>

> Makin besar ketergantungan dan makin kecil kemandirian

> satu bangsa akan memperlihatkan kekuatan kolektif dari

> bangsa itu. Negara-negara di teluk seperti Arab Saudi dan

> lainnya bisa mengatakan bahwa mereka adalah negara kaya,

> tapi jika mereka tidak bisa mengimpor makanan dari luar

> atau disuplai buah-buahan dari luar, tentu mereka tidak

> akan bisa apa-apa.

>

> Tidak ada manusia atau bangsa yang bisa memenuhi

> kebutuhannya sendiri seratus persen. Jadi, penilaian di

> sini adalah seberapa besar yang bisa kita berikan kepada

> orang lain dan seberapa besar yang kita butuhkan, seperti

> yang dikatakan Ibn Khaldun, manusia membutuhkan interaksi

> satu sama lain.

>

> Sebagai seorang teorisi dan sekaligus praktisi dalam

> pendidikan dan pelatihan ekonomi syariah, apa yang Anda

> tawarkan untuk menciptakan SDM mandiri dan berkualitas?

>

> Pertama, dari sisi aplikatif kita berusaha menawarkan

> kepada dunia perbankan Indonesia bahwa Islam itu mandiri

> secara konsep. Islam bisa mandiri dalam sistem keuangan

> sehingga kita tidak usah terlalu menggantungkan diri pada

> Barat.

>

> Kedua, dari sisi konseptual dengan memperkuat kemandirian

> umat melalui cara mempersatukan "kutub kiai" dan "kutub

> ekonom". Insya Allah, jika gabungan antara teoritis dan

> aplikatif itu cukup kuat, akan melahirkan mujahid-mujahid

> ekonomi.

>

> Suami Ir. Hj. Mirna Rafki, MM, MBA ini memiliki satu misi

> dalam hidupnya: manusia terbaik adalah yang paling mampu

> memberikan manfaat kepada orang lain.

>

> Apa yang ditawarkan ekonomi syariah, khususnya dalam

> menciptakan kemandirian ekonomi?

> Sebenarnya ekonomi syariah itu lahir dengan membawa tiga

> tujuan utama.

> Pertama, bagaimana kita dapat mengaplikasikan ketentuan-

> ketentuan Allah dalam bidang ekonomi, termasuk di

> dalamnya menghindari korupsi, kolusi, riba, dan

> manipulasi.

>

> Kedua, ekonomi syariah, terutama lembaganya, berusaha

> memperkuat usaha-usah kecil dan menengah. Omong kosong

> berbicara ekonomi syariah sementara para pengusaha kecil

> dan menengah tidak terbantu.

> Ketiga, kita berusaha menunjukkan suatu bisnis yang

> beretika dengan akhlak tijariyah (perdagangan), sehingga

> bisnis tidak menimbulkan kerusakan.

>

> Bagaimana mewujudkan ide tersebut?

> Ide itu umumnya berasal dari dream seseorang, lalu

> dituangkan dalam visinya. Visi ini harus dikomunikasikan

> kepada jamaah atau jaringan. Jamaah baru akan meyerap ide

> tersebut. Setelah itu, mereka tentu akan melihat ada satu

> manfaat di balik ide tersebut. Kalau saja organisasi dari

> jamaah ini bagus, akan tercipta sebuah network yang

> kokoh. Jadi, dari ide, market, lalu organizing harus

> menjadi satu rangkaian paripurna. (Ems/Rifq-MQ).***

 

JONI ERIANTO
ENGGINEER

PT.Lintas Nusantara Komunikasi
Gedung Dana Pensiun Telkom 2nd Floor
Jl.S.Parman Kav 56 Jakarta
Phone  : 021 - 530 5956
Fax    : 021 - 530 4456
Mobile : 0812 - 9002370
Email  : [EMAIL PROTECTED]



-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of Benzuara
Sent: Wednesday, July 02, 2003 10:44 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [RantauNet.Com] Fw: Khusyukkah Sholat Kita ?

 
----- Original Message -----
Sent: Tuesday, July 01, 2003 5:03 PM
Subject: Khusyukkah Sholat Kita ?

KHUSYUK DALAM SHOLAT

> Seorang ahli ibadah bernama Isam Bin Yusuf, sangat
> warak dan
> khusyuk solatnya. Namun, dia selalu khuatir
> kalau-kalau ibadahnya
> kurang khusyuk dan selalu bertanya kepada orang yang
>
> dianggapnya lebih ibadahnya, demi untuk memperbaiki
> dirinya yang
> selalu dirasainya kurang khusyuk. Pada suatu hari,
> Isam
> menghadiri majlis seorang abid bernama Hatim
> Al-Assam dan bertanya,
> "Wahai Aba
> Abdurrahman, bagaimanakah caranya tuan solat?".
> Hatim berkata, "Apabila masuk waktu solat, aku
> berwudhuk zahir dan
> batin."
> Isam bertanya, "Bagaimana wudhuk zahir dan batin
> itu?"
> Hatim berkata, " Wudhuk zahir sebagaimana biasa
> iaitu membasuh semua anggota wudhuk dengan air".
> Sementara wudhuk batin
> ialah membasuh anggota dengan tujuh perkara :


> 1. Bertaubat
> 2. Menyesali dosa yang telah dilakukan
> 3. Tidak tergila-gilakan dunia
> 4. Tidak mencari/mengharap pujian orang (riya')
> 5. Tinggalkan sifat berbangga
> 6. Tinggalkan sifat khianat dan menipu
> 7. Meninggalkan sifat dengki."

> Seterusnya Hatim berkata, "Kemudian aku pergi ke
> masjid, aku kemaskan semua anggotaku dan menghadap
> kiblat. Aku
> berdiri dengan penuh kewaspadaan dan aku rasakan aku
> sedang
> berhadapan dengan Allah, Syurga di sebelah kananku,
> Neraka di sebelah
> kiriku,
> Malaikat Maut berada di belakangku, dan aku
> bayangkan pula aku
> seolah-olah berdiri di atas titian 'Siratal
> mustaqim' dan menganggap
> bahawa solatku kali Ini adalah solat terakhir
> bagiku, kemudian aku
> berniat dan bertakbir dengan baik."
> "Setiap bacaan dan doa dalam solat, ku faham
> maknanya, kemudian aku rukuk dan sujud dengan
> tawadhuk, aku bertasya
> hud dengan penuh pengharapan dan aku memberi salam
> dengan ikhlas.
> beginilah aku bersolat selama 30 tahun."
> Apabila Isam mendengar, menangislah dia kerana
> membayangkan ibadahnya yang kurang baik bila
> dibanding-kan dengan
> Hatim.

> Untuk manfaat kita bersama, tolong sampaikan-lah
> email ini kepada sahabat2 Anda.

Kirim email ke