Assalaamu 'alaikum Wr Wb
tulisan dari milis subalah, semoga bermanfa'at

~~~~~~~~~~~~~~
ULUL ALBAAB, Sang Arsitek

Setiap  muslim  memiliki  kewajiban  untuk membangun peradaban Ilahi, yaitu  peradaban 
yang bernilai seperti dikehendaki oleh Allah swt. Dan
obyek  peradaban  yang harus diperbaiki (ishlah) itu tidak lain adalah peradaban   
kita   sekarang   ini   yang  lazim  disebut  sebagai  era globalisasi.

Era globalisasi adalah keadaan dimana segala sesuatu yang ada di dunia ini  menjadi  
semakin  menglobal,  mendunia.  Ciri-ciri  yang biasanya
sering disebut untuk menunjukkan era itu adalah mudahnya para penduduk bumi  untuk  
mengetahui setiap  hal atau kejadian di sudut dunia yang paling pelosok sekalipun.

Selain  itu,  barang-barang  kebutuhan  hidup  yang diproduksi di satu belahan  dunia, 
 dengan  mudah  bisa dinikmati di belahan lainnya yang lebih   jauh.   Di  era  
globaliasi  ini,  manusia  juga  bisa  saling berhubungan  dan  mengunjungi.  Paling 
tidak ada tiga miliar kunjungan setiap  tahunnya.  Ini  berarti  interaksi  manusia  
semakin intensif.
Itulah  sebabnya era ini juga sering disebut sebagai era informasi dan komunikasi.

Akan  tetapi  dalam  sudut pandang peradaban, sesungguhnya yang saling beredar   di   
seantaro   dunia   bukan  cuma  sekedar  informasi  dan barang-barang,  yang  saling 
berkomunikasi bukan cuma sekedar manusia, melainkan ide-ide. Bukti yang paling otentik 
dari kenyataan ini adalah terjadinya  saling  pengaruh  antara  budaya manusia yang 
berinteraksi tersebut,  karena  implementasi  ide-ide tidak lain adalah kebudayaan.
Dalam konteks yang lebih makro, itulah yang disebut dengan peradaban.

Kalau kebudayaan dan peradaban manusia yang kita saksikan sekarang ini sangat  dominan 
 berwarna  jahiliyah,  dengan segala dampak negatifnya yang  merusak  bumi  dan  
kehidupan manusia sendiri, maka sesungguhnya ide-ide  yang  beredar  di  era  ini  
adalah  ide-ide  yang  jauh dari nilai-nilai ilahiyah (wahyu).

Dengan  demikian,  upaya  kaum  muslimin  untuk  menjalankan fungsinya sebagai  
sokoguru  peradaban  dengan melakukan proyek islah tidak lain sesungguhnya  merupakan 
pertarungan ide dengan ide-ide yang kini masih berkuasa, yaitu ide-ide jahiliyah 
peradaban Barat.

Karena  itu, proses pembangunan peradaban wahyu oleh ummat Islam harus dimulai dengan 
menciptakan akal-akal peradaban, yakni para ulama, yang mampu bertarung dengan ide-ide 
jahiliyah dunia Barat. Mereka merupakan kelompok  ulama  dan  pemikir  strategis  yang 
memiliki jangkauan akal global  untuk  membumikan  nilai-nilai  ilahiyah agar menjelma 
menjadi peradaban  yang  bernilai  rahmatan  lil  'alamin (rahmat bagi semesta alam).

Saat  ini,  posisi  mereka  masih  belum  terlalu  kuat, karena secara kualitas dan 
kuantitas belum cukup memadai untuk melakukan pertarungan ide  dengan  peradaban  
Barat.  Dalam banyak kasus mereka justru lebih sering  terkooptasi,  dan bahkan 
menjadi agen-agen peradaban Barat itu sendiri.

Dalam  upaya menciptakan suasana yang kondusif bagi lahirnya akal-akal raksasa itu, 
kaum muslimin sebagai agen peradaban harus bisa mengatasi
sejumlah  tantangan.  Pertama,  penguasaan terhadap nilai-nilai Islam yang   
diorientasikan   bagi   peradaban  manusia.  Kedua,  penguasaan nilai-nilai peradaban 
Barat baik yang sejalan maupun yang bertentangan dengan Islam. Kaum muslimin harus 
memahami betul sejauh mana peradaban modern ini telah berpengaruh pada peradaban kita.

Ketiga,   kemampuan   memasukkan  nilai-nilai peradaban  wahyu  untuk menggantikan  
peradaban liberal dan materialistik ini. Tanpa mengatasi tantangan  ini,  sajian  
peradaban  kita  tidak akan menarik. Keempat,penguasaan  aspek ruhiyah, sebagai bekal 
untuk menghadapi tantangan dilapangan.

Di sini setiap Muslim mempunyai porsi sendiri sendiri dalam menghadapi 
tantangan-tantangan  yang  ada.  Untuk  ulama,  yang  merupakan  aktor peradaban, 
mempunyai porsi intelektual dan spiritual dengan memberikan dorongan semangat dan 
gagasan-gagasan besar perubahan.

Kemampuan  ulama  sangat  penting untuk menghadapi pertarungan global. Faktor  wawasan 
 dan  ilmu  pengetahuan  sangat  dibutuhkan. Karenanya keempat  tantangan  yang  telah 
 disebutkan  di  atas mutlak dikuasai. 

Selain  itu,  tentu  saja  faktor nilai ruhaniyah harus menjadi syarat mutlak  yang  
harus ada, karena ciri ulama dari peradaban Islam adalah memiliki keseimbangan antara 
intelektual dan spiritual.

Kondisi  yang memungkinkan terciptanya kader-kader ulama peradaban itu adalah  bukan  
tersedianya  materi  seperti  sekarang  ini,  melainkan kondisi pembelajaran 
sebagaimana kondisi Islam di awal-awal yakni yang seimbang  antara  akal  dan hati. 
Itulah sebabnya pada zaman Khulafaur Rasyidin  orang-orang yang semata-mata berilmu 
tidak terlalu istimewa,
karena   aspek   spiritual-lah  yang  sesungguhnya  paling  menentukan terjadinya 
perubahan peradaban ini.

Berbeda dengan   kondisi   saat   ini,penghargaan  terhadap aspek spiritualitas  
sangat  minim. Seorang  yang  berilmu  sudah  dianggap sebagai ustadz dan dianggap 
paling baik. Padahal yang dibutuhkan untuk menjadi  akal-akal  peradaban  adalah  yang 
memiliki penguasaan ilmiah tapi  berbasis  pada  kualitas  ruhiyah.  Kalau 
keseimbangan ini tidak terjadi,  maka tidak tercapai ulama yang berkarakter ulul 
albaab, yang
ucapan kerendahhatiannya direkam dalam Al-Quran, "Rabbana maa khalaqta hadza  bathila  
(wahai Tuhan kami, tidak sia-sia Engkau ciptakan semua
ini).   Sebaliknya  akan  muncul  kesombongan-kesombongan  ilmiah  dan arogansi 
intelektual.

Dalam  tinjauan  makro nampaknya sekarang ini belum ada komunitas yang dapat  
melahirkan  aktor-aktor  peradaban. Namun dalam komunitas mikro atau  masyarakat  
madani,  mungkin sudah ada, berupa kelompok-kelompok kecil  dari orang-orang yang 
punya semangat untuk menegakkan peradaban Islam.

Mereka  memulainya  dengan  membangun  semangat  ruhiyah  dan semangat pembelajaran.  
Dari  situ kemudian terbangunlah komitmen keberagamaan.
Akan  tetapi  hal  itu  belum  menjadi fenomena umum di kalangan ummat Islam,   
melainkan   baru   berupa   fenomena   terbatas,  yakni  pada kelompok-kelompok  dan  
gerakan-gerakan tertentu. Meski begitu, proses tersebut  merupakan  cikal-bakal  bagi 
proses yang lebih besar, karena kondisi  inilah  yang  sangat  kondusif  bagi lahirnya 
ulama yang kita butuhkan itu.

Terkait  dengan  upaya  menciptakan  komunitas  tersebut, ada beberapa nilai  yang 
wajib dijalankan oleh ummat Islam seperti dituangkan dalam Al-Quran. Pertama, yatluu 
aayatihi, membacakan ayat-ayat Allah. Kedua,wayuzakkiihim,   membersihkan  hati  
(tazkiyatun  nufus).  Ketiga,  wayu'allimuhul  kitab,  mengajarkan  wahyu.  Dan  
keempat, yu'allihumulhikmah, mengajarkan hikmah.

Nilai-nilai   tersebut   harus   menjadi  nilai-nilai  yang  hidup  di masyarakat  
kita,  karena  pada  akhirnya nilai-nilai inilah yang bisa mewujudkan  sebuah  
masyarakat yang mampu menciptakan ulama-ulama yang seimbang antara ilmiah dan 
ruhiahnya.

Sejauh  mana  kemampuan  mereka  berhadapan dengan peradaban jahiliyah sangat  
tergantung  pada  empat  hal  tersebut  diatas.  Jika  keempat
tantangan tersebut dapat dihadapi maka akan mampu untuk survive.

Misalkan  jika  tantangan  pertama,  penguasaan  ilmu  Islamiyah tidak dikuasai,  maka 
 akan  terjadi  pelarutan yang tanpa ia sadari. Mereka
kira Islam tetapi bukan Islam. Hanya membungkus jahiliyah dengan warna keislaman.  
Tampilannya  saja  Islam tetapi di dalamnya jahiliyah. Itu
yang selama ini banyak terjadi.

Kedua,   sikap  mereka  tidak  menguasai substansi  peradaban  modern sebagaimana  
dikatakan Umar ibn Khatthab, "Akan terjadi erosi terhadap aqidah  karena  kita  tidak 
mengetahui jahiliyah itu sendiri." Auratul Islam  lepas  terurai  satu per satu, 
disebabkan kita tidak mengetahui jahiliyah,  sehingga  kita  pindah  dari Islam ke 
jahiliyah tanpa kita sadari.

Ketiga,  kita  tidak  mempunyai alternatif, kadang-kadang dengan mudah orang  menolak, 
 melecehkan,  membantah  kita. Kita menyatakan sesuatu tanpa memberikan alternatifnya. 
Itu yang akan terjadi.

Keempat,  yang  terpenting  adalah  bahwa  kalau keimanan kita sebagai ruhiyah ummah 
sudah tidak ada maka apapun yang kita miliki akan larut.

Keempat  hal  itulah yang menentukan apakah kita bisa survive dan bisa melahirkan  
peradaban wahyu, atau akan tergulung oleh peradaban modern yang demikian dahsyat. 
(Ahmad Hatta)
 
Majalah Suara Hidayatullah : September 2001


RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
-----------------------------------------------

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===============================================

Kirim email ke