......Muchtar Naim Manulih.........................................................................:
Bagaimanapun, pikiran-pikiran yang saya lontarkan ini tidak harus
diartikan sebagai bersifat menggugat, tetapi lebih pada menggugah dan
bersifat pencerahan. Sebab, keperdulian terhadap adat dan budaya Minang itu
adalah keperdulian kita semua, dan keperdulian kita bersama, bukan hanya
LKAAM atau lain-lainnya saja. Karenanya, masalahnya juga bukan masalah
pribadi tetapi masalah sosial dan budaya yang menjadi keperdulian bersama
kita.
.....................................................................................................................
 
Assalamualaikum Ww.
 
Pak Muchtar Naim, mak Ban dan sanak dipalanta nan terhormat. Memang sudah seharusnya kita merobah pola pikir, sekarang disaat reformasi dan otonomi daerah ini. Dulu, diamsa Orba segala sesuatu titiak dari ateh, seolah perintah yang tak dapt atau tidak berani untuk membantahnya.
 
Kini, saat sekarang ini, dimana kebebasan berpendapat dan berkreasi sudah terbuka kembali, sudah selayaknyalah, kita berfikir dan berpatokkan untuk menghargai dan mendorong apa yang tumbuh dari bawah, yang orang sono bilang "grass root". Jadi pembentukan organisasi dan persatuan seharusnya memupuk dan merangsang berkambang apa yang di kreasi atau disepakati oleh orang bawah tersebut.
 
Ingin menyarankan atau sebaiknya kita kembali memakai secara arif norma yang dulu telah mendarah daging bagi orang Minang. Sudah tentu memang tidak lagi persis seperti yang dulu ada dan dilaksanakan. Tapi roh dulu yang disesuaikan dengan kekinian masyarakat Minang.
 
Jadi sebaiknya "Nan tumbuah disiangi", maksudnya, embrio apa saja yang terkreasi dari nagari-nagari nan membentuk diri kini. Kelembagaan dinagari, juga mungkin tidak harus sama setiap nagari, tapi mereka yang mengurus atau bertujuan sama, dapat bersatu atau bergabung dalam suatu organisasi yang lebih tinggi. Sebut saja misalnya KAN, mungkin ditingkan gabungan beberapa nagari nan seadat, atau yang berhubungan erat karena persukuan atau perkawinan, dapat membentuk suatu kerapatan adat lainnya. Dan seterusnya untuk kecamatan atau luhak.
 
Sudah dapat dilihat bersama, bahwa yang datang dari atas tersebut, sangat kurang atau tidak mengakar dimasyarakat. Mereka hanya ikut karena keterpaksaan. Belajar dari sini, dan dengan struktur masyakat Minang yang egaliter, sepantasnyalah kita mendukung serta mendorong untuk dapat masyarakat itu sendiri yang menetukan kemana arah dan bagaimana mereka menyusun serta merencankan masa depan mereka.
 
Dengan memberi kebebasan dan berfungsinya organisasi atau kesatuan atau apalah namanya, telah juga mengkreasi dan memupuk penyebaran point pengambil keputusan. Dengan tersebarnya tempat mengambil keputusan ini, niscaya akan terjadi penyebaran para "cadiak pandai" serta orang terdidik. Kalau nanti disuatu saat penyebaran ini telah mengakar dan merata pada setiap jenjang, insyaAllah penumpukkan orang pintar, atau magnetude orang untuk berkumpul disuatu tempat (Jawa) akan berkurang secara gradual, lambat tapi pasti. Jika pengkondisian ini dimulai dari Minang (Sumbar), dan banyak diikuti oleh daerah lain, maka dengan sendirinya nama Minang akan terangkat seperti sedia kala.
 
Wassalamulaikum Ww
DM. St. Parapatiah

FST-IAMS-Elect <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Sanak Bandaro, Dani, Dewis Natra, Hendra Messa, SBN, YP dan semua yang hadir
di Rantaunet,
Saya senang dengan Sanak semua membaca dan mengomentari tulisan saya
mengenai TTS itu. Masalah kita antara lain adalah itu, di samping banyak
masalah lainnya yang mau tak mau harus kita hadapi dan selesaikan dalam
rangka Kembali ke Nagari itu.


Do you Yahoo!?
SBC Yahoo! DSL - Now only $29.95 per month!

Kirim email ke