Jujur Kepada mamak/ Bundo, Kenapa Tidak?
========================================================
 

Jujur kepada anak, kenapa tidak? Ungkapan ini agaknya cocok ditujukan
pada orang tua yang selama ini selalu merasa diri mereka paling benar
di hadapan anak. Sekalipun mereka mungkin salah, dan anak berada di
pihak yang benar. Perasaan gengsi jika mengaku bersalah di hadapan anak,
adakalanya membuat orangtua malu berlaku jujur pada anak.
 

Tentu saja sikap otoriter seperti itu sangat tidak dibenarkan.
Sebab, otoritarianisme bukanlah budaya yang baik jika diterapkan
dimana pun, apalagi tumbuh dan berkembang dalam keluarga kita.
Anak, betapapun mungkin kita anggap nakal, tetapi sesungguhnya dia
tidak bermaksud berbuat nakal. Jika ia sedang bermain hatta sampai
merusak barang yang kita sayangi secara tidak sengaja misalnya,
tindakan mereka bukan untuk main-main yang tanpa tujuan. Bermain
untuk anak usia tertentu, adalah sesuatu yang serius dan keharusan.
 

Rosulullah SAW bersabda; "Hobi, permainan dan kelincahan gerak
seorang anak pada waktu kecil, akan mempertajam pemikirannya ketika
dewasa." (HR At-Tirmidzi).
 

Imam Al-Ghazali menjelaskan dalam Ihya 'Ulumuddin juz V bab Mengobati
Penyakit Hati, "Hendaknya anak kecil diberi kesempatan bermain.
Melarangnya bermain dan menyibukkannya dengan belajar terus akan
mematikan hatinya, mengurangi kecerdasannya, dan membuatnya jemu
terhadap hidup, sehingga ia akan sering mencari alasan untuk
membebaskan diri dari keadaan sumpek itu."
 

Jika anak melakukan tindakan yang perlu diluruskan, orangtua bisa
melakukannya dengan memberikan tindakan alternatif lain yang baik.
Misalnya anak berteriak-teriak di waktu malam, ibu dapat mengatakan,
"Hanif, main sama Umi yuk! Ini lho, Umi punya gambar bagus.
Kita warnai yuk sama-sama!"
 

Tentu saja memarahi anak yang rewel atau susah disuruh berhenti
tatkala bermain-main, dengan mengeluarkan umpatan atau bahkan sampai
menyakitinya, bukanlah tindakan yang bijak. "Ayo diam, nanti ada
setan lho", kalimat yang biasanya kerap digunakan para ibu untuk
mendiamkan anaknya yang menangis tengah malam, adalah tindakan yang
sangat keliru. Dengan begitu anak, secara tidak langsung diajarkan
untuk takut kepada setan.
 

Sebaiknya, orangtua menghindari kata-kata yang bersifat larangan.
Sebab anak sulit menentukan alternatif tindakan, ketika ia tidak
boleh berteriak-teriak misalnya. Boleh jadi dengan cara otoriter,
kita bisa mendiamkan anak, tapi kemudian anak mungkin akan memukul-
mukul benda yang lain. "Kamu bisa diam apa enggak sih?! Awas kalau
tidak Bapak gebuk kamu!"
 

"Tadi kan Bapak kan cuma melarang Hanif berteriak, mukul-mukul kaleng
boleh kan?" mungkin begitu jawaban anak.
 

"Eh..., kamu ngelawan ya!" dan ....'plak' tangan kita pun melayang
ke paha atau pantat anak.
 

Jelas, jika seperti itu tindakan yang kita ambil, adalah keliru besar.
Anak tentu heran, sebab jalan pikirannya sangat sederhana. Ia pasti
tak akan sanggup membaca alam pikiran kita. Karena anak merasa,
bahwa apa yang dilakukannya bukan dimaksudkan untuk melawan orangtua,
apalagi bermaksud kurang ajar kepada kita.
 

Tindakan tangan besi yang kita timpakan pada anak, jelas bukan hanya
tidak dimengerti anak. Tapi anak akan merasa sedih dan tertekan
jiwanya. Pukulan yang kita lakukan terhadap anak, pasti akan berbekas
dan sulit dihilangkan dalam waktu lama. Jika saja kondisi kejiwaan
anak seperti itu kita tidak sadari, tentu saja berbahaya bagi
perkembangan kejiwaan dan kreatifitas anak.
 

Betapapun sederhananya, anak mempunyai argumen-argumen atas setiap
tindakannya. Ia pasti punya alasan kenapa dia berbuat "nakal",
sesuai dengan jalan pikirannya yang sederhana. Jalan pikirannya
inilah yang seyogyanya tidak dipaksakan harus mengikuti frame
pemikiran kita.
 

Umpatan dan tindakan main tangan besi pada anak jelas suatu
kekeliruan dan kesalahan. Kita tidak usah malu meminta ma'af pada
anak, jika memang kita kelepasan mulut atau tangan, sehingga keluar
umpatan dan pukulan. Sebab minta ma'af atas kekeliruan kita pada
anak bukan suatu yang aib dan menjatuhkan martabat kita di hadapan
anak. Percayalah dengan jujur mengakui kesalahan kita, kewibawaan
kita tidak akan dilecehkan anak. Bahkan anak akan lebih hormat pada
kita dan insya Allah menjadikannya lebih penurut. Wallahu a'lam.
(sulthoni)
 
-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED]On Behalf Of SBN
Sent: 30 Juli 2003 22:15
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [RantauNet.Com] Jikalah akhirnya (Anak dipangku kamanakan dibimbiang??????)

Assalamu'alaikum wr.wb.
 
Indak tabu doh Nofen, mungkin agak kasa, tapi kalau alah
manyangkuik soal kajujuran apa boleh buat. Kok kadianggap
kurang aluih silahkan, dek karano ciek itu arato nan tingga
lai. Kok kadigadaikan juo ateh namo macam-macam, ambo
iyo kaindak sato doh.
Kan lah mancaliak, ambo dibae macam apo sajo dalam
badebat soal pandapek, indak masalah doh, tapi kalau soal
kajujuran, apa boleh buat no compromise.
Kalau soal maaja kamanakan, ateh soal nan prinsip, mamak
ambo sandiri dulu iyo co itu, kalau soal nan indak prinsip
dipaaluih, paralu dan toh aluih atau kurang alui itukan
relatif. Ambo sendiri maraso cukuik aluih soal menegor
soal kajujuran iko.
Salam
 
SBN
----- Original Message -----
Sent: Wednesday, July 30, 2003 4:43 PM
Subject: Re: [RantauNet.Com] Jikalah akhirnya (Anak dipangku kamanakan dibimbiang??????)

Iyo mak Sutan,
Ambo tapana juo mambaco kato2 dan caro mamak mananyoi Ifan ko.
Apo tabu bagi mamak kalau awak mem FWD nan elok2 di siko??
Sadang hal nan macam itu, pernah pulo mamak lakukan.
 
Dan lagi, si -Ifan ko alah bakato jujur pado postingannyo sabalunnyo.
 
Uni Lili, kalau coiko mahh
Anak dipangku, kamanakan ditendiang ko mah.........
----- Original Message -----
From: lika rahim

Ops..., aduh Mamanda SBN, kok rasanya "kata-katanya terlalu halus"?? Tapikia dek ambo, kok bantuak iko caro mamak-mamak mandidik kamanakan iyo antah lah....
Kok iyo kami-kami ado salah tolong tujuakkan jo caro nan labiah elok....
Btw: Masih berlakukah "Anak dipangku kamanakan dibimbiang" bagi urang minang??? dan bagaimana perkembangannya sampai sekarang????
 
Correct me if I am wrong
Salam, Lili
SBN <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Dunsanak Fankha,

Mohon dikeluarkan kejujuranmu, apakah anda sendiri Aida Sari atau plagiator.

Dunsanak moderator tolong dikonfirmasi.

Mohon maaf

>

 

Kirim email ke