Sebenarnya saya tak ingin lagi melanjutkan diskusi wisata ini karena kelihatannya forum udah mulai masuk dalam kesimpulan dan kelevel detail planning. jadi sebenarnya koseptual udah dianggap rampung. termasuk juga konsep oposan yg berguna untuk menguji konsep main stream, juga rupanya telah dianggap cukup.
 
kalau soal pulang kampung sih, biasanya sekali setahun saya pulang juga lah. walaupun hanya sehari dua hari.
 
tapi saya akan tanggapi untk sekedar berbagi pandangan. walaupun ada juga benarnya apa yg anda sampaikan, tapi perlu diingat bahwa semua itu hanyalah market minor saja. tak akan mengembalikan investasi pariwisata (ini hipotesa, jgn pula ada yg nanyain bukti statistik nya). dan juga perlu diingat bahwa org kebanyakan sekelas saya inilah misalnya, hidup dg budget tertentu. rencana pengeluaran uang sudah diatur sedemikian rupa. dan umumnya kalau pulang kampuang tak ada duit yg tersisa. mulai dari urang gaek, kamanakan dan sampai ka suaru2 telah dialokasikan sebelum pulang. kemudian tradisi pulang secara masal pun adalah berada di hari2 besar seperti hari lebaran. dan biasa nya kita harus pintar2 berkompromi dg jadwal kerja. kalau indak suok awak bisa kabalakang jadinyo. tapi sudahlah, kita memang bicara pada level filosofis yg sebenarnya ngga banyak org paham. mendingan kita tak usah berpanjang2 lagi dengan ini. kalau emang yakin dg apa yg dipikirkan ya... go head lah.
 
kalau masalah prostitusi itu, jangan hanya ditanggapi dengan sensitivitas perasaan aja. kaji lah baik2. jangan hanya melihat persoalan dari sisi yg menggembirakan saja. dan jangan hanya berencana dan berdiskusi hanya sekedar memacu endorphine belaka tapi juga perlu melibatkan adrenalin. agar seimbang saja. saya tak hendak menyahut2 lagi masalah ini. takut dibilang kurang ajar nantinya.
 
 
 
 
Terima kasih,
 
 
 

Madahar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
saya rasa anda tak pernah atau tak tertarik untuk pulang kampung. Mungkin karena satu dan lain hal saya lihat anda seperti bak malambuang tinggi suruik takuik ka tabedo. Coba anda bayangkan, Anda seorang perantau dengan membawa uang Rp 1 jt. Taroklah uang yang anda bagi ke keluarga 500 rb. Karena lah lama ndak pulang kampung kemenakan anda mengajak raun ke Kiktinggi (benteng, panorama, kebun binatang, Bawah jam gadang dll). Secara tak sengaja(yang niatnya tidak ingin pergi wisata dari rantau) maka anda telah ikut menikmati hasil dari pariwisata sebaik atau seburuk apapun kondisinya lokasi tsb. Tak taunya uang anda habis untuk belanja, beli tiket, dll di kawasan tsb 100 rb. Maka jumlah Rp 100 rb tersebut adalah buah dari adanya fasilitas pariwisata. Mungkin bagi orang kampung namanya bukan wisata  tapi jalan-jalan atau raun-raun ka Kiktinggi. Tapi dalam konsep global istilahnya itu adalah berwisata.
 
Jadi kalau anda dan dunsanak tak pergi ke Kiktinggi maka uang anda yang rp 100 rb tadi akan anda bawa kembali ke rantau karena anda memang hanya lalok saja di rumah rang gaek.
 
Kira-kira demikianlah gambaran yang saya ketahui tentang konsep pariwisata. tapi kalau anda membayangkan hal-hal seperti yang ke maren anda tuliskan di mail sebelum ini maka kalau istilah nya pai ka Kilo-kilo bukan pai berwisata.
 
demikian tanggapan  saya dan mohon ma'af jika salah dan kurang berkenan.
 


Do you Yahoo!?
The New Yahoo! Shopping - with improved product search

Kirim email ke