----- Original Message -----
From: issdumai
Assalamulaikum warahmatullahi
wabarakatuh
Mari kita berkunjung sejenak ke Nagari Canduang
(Koto Laweh), kelahiran penulis.
Kenagarian Canduang Koto Laweh, kecamatan Canduang,
kabupaten Agam. Lk 11km ke Timur dari kota madya Bukittinggi.
Obyek Wisata : Wisata Alam, "Panorama Bukik
Bulek" (15 km dari Kota Bukittinggi)& "Tropical Virgin Forest Tracking"
dan Sawah bertingkat dimanamana
Wisata Budaya : Muslim Community yang hidup dengan
sistim matriarchat, Penghidupan pertanian dengan sawah pegunungan, Masjid Jami'
Bingkudu terbuat dari kayu penuh ukiran dan lampu antik yang berumur lk 350
tahun.
Bagaimana kesana:
Dari Bukitinggi berjalan menuju ke arah timur (arah
Payokumbuah, Pakanbaru). Setelah berjalan lk 5 km, atau tepatnya setelah
melewati simpang Tanjuang Alam, dari kejauhan di sebelah Tenggara kelihatan
antene Sumatra-Jawa Microwave dari Telkom.
Itulah tempat wisata Bukik Bulek nan mempunyai
pemandangan alam spektakuler. Mempunyai udara bersih, pandangan lepas sampai ke
jajaran bukit barisan yang berjejer berlapis indah. Pandangan lepas sekitar 270
derajat busur, sampai ke daerah Payokumbuah dan Batusangka, sekitar 90 derajat
busur diselatannya berdiri kokoh Gunung Merapi dengan keterjalan tebing dan
hutan tropis yang masih orisinal. Jelas kelihatan air terjun atau sarasah dari
Merapi. Disebelah baratnya juga ada air terjun "Tabiang Jabua".
Setelah melewati 10 kilometer dari kota madya
Bukittinggi, akan dijumpai Simpang Canduang, kekanan adalah jalan menuju Bukik
Bulek.
Simpang Canduang adalah persimpangan yang terletak
di 4 kenagarian dan dua kecamatan. Yaitu Kenagarian Panampuang, Koto Hilalang
dan Canduang Koto Laweh di Kecamatan Canduang dan Kenagarian Baso dari kecamatan
Baso.
Setelah berbelok kekanan di Simpang Canduang ini
jalan mulai mendaki menuju Gunung Merapi, 150 meter ditemui simpang kekanan yang
adalah jalan Kubu (perbatasan kecamatan Baso dan Canduang). Berjalan terus
menuju Selatan, 75 meter, diseblah kanan, sebelum simpang ke Masjid Kayu
Baganti, akan ditemui rumah Buya, Inyiak Canduang, Syech Sulaiman Arrasuli,
ulama terkenal di seantero Sumatra bahkan Indonesia. Beliau adalah pendiri dan
penumbuh kembangkan pesantren terkenal dari zaman doeloe "Tarbiyah Islamiyah".
Setelah mendaki 100 meter lagi disbelah kanan berada pesantren Tarbiyah
Islamiyah dan disebelah kiri jalan berada Masjidnya. Desa ini bernama Pakan
Kamih.
Jalan terus mendaki sekitar 15 derajat, 150 meter
keselatan ada simpang kekanan, menuju desa Minangkabau, bebrapa rumah yang
terletak ditengah persawahan bertingkat. Sawah yang indah disaat padi menghijau
ataupun menguning. Suatu suanan yang tak terlupakan karena penuh ketenangan dan
indahnya karunia Allah swt.
Mendaki terus sekitar 200 meter ketemu Simpang
empat, ke Timur/kiri menuju desa Melayu, ke barat desa Batu Balantai. Didesa
Batu Balantai inilah asal para Hulubalang Canduang doeloenya. Dan ke Selatan
adalah tujuan perjalanan ini. Sekitar 100 meternya ada simpang Anjuang, kekiri
ke Masjid Raya Sabuah Balai didesa Lubuak Aua. Masjid milik sidang sabuah Balai,
sidang yang paling luas di Canduang saat ini.
Sistim adat di Canduang adalah terdiri dari
beberapa sidang, yang memiliki sebuah masjid, tempat kegiatan kagamaan jamaah
masing-masing dan satuan kegiatan adat. Shalat Jumat biasanya diadakan di Masjid
Sidang ini. Sidang yang lain yang ada saat ini adalah: Sidang Bingkudu, Labuang,
Saratuih Janjang, Puti Ramuih, Duobaleh Kampuang, Panji dan Kayu
Baganti.
Perjalanan Mendaki dari Batu Balantai dan Anjuang
diteruskan ke Selatan, sekitar 100 meter ada simpang Gantiang. Kakanan ke desa
Gantaing, ke kiri ke Lubuak Aua. Keselatan pendakian diteruskan, 250 meter
kemudian jalan mentok di Pakan Akad. Kekanan/Barat menuju balai kenagarian
Canduang, Balai Sati. Jika terus bisa menuju Kenagarian Lasi, Bukik Batabuah,
Kubang Putiah dan Padang Lua (jalan Bukittinggi - Padang).
Untuk Menuju sasaran Bukik Bulek, di Pakan Akad
mengambil jalan yang kekiri/Timur, setelah jalan mendatar 200 meter kita telah
berada di Simpang ampek Koto Tuo. Ke Timur ada "Surau Baru", "Surau umpuak"
orang Koto tuo jika terus menuju timur maka akan ke Batu Taba dan Koto Tinggi
kecamatan Baso.
Sidang, satuan keagamaan dan kerapatan adat di
Canduang, terdiri dari beberapa "Umpuak" yang mana setiap umpuak mempunyai satu
"surau" tempat shalat berjamaah 5 waktu sehari semalam, serta tempat mengaji
agama Islam. Di Surau inilah dulu tempat penggemblengan generasi muda Minang.
Disini disamping pengajaran agama Islam juga diajarkan cara hidup yang lainnya,
termasuk untuk survive disegala tantangan. Oleh sebab itu di "surau" juga
diajarkan bermain silat. Untuk lebih lengkapnya pengetahuan mengenai surau dapat
dibaca buku " Bergelut di Surau, karangan Prof. HAMKA.
Di Simpang Koto Tuo, jalan menuju Bukik Bulek
adalah berbelok kekanan atau menuju arah Selatan. Pendakian dimulai lagi kini,
350 meter dari koto tuo setelah melewati Parak Kalam, anda memasuki sidang
Bingkudu. Diperbatasan dua sidang ini, terhampar sawah indah bertingkat
dikiri-kanan jalan. Disinilah berlokasi rumah penulis, dedesa Labuhan Pantai,
detempat jalan menanjak tertajam, sekitar 20 s/d 25 derajat.
200 meter dari Labuhan Pantai, terletak Batu Tagak,
desa terpadat di nagari Canduang. Di Batu Tagak ini berdiri sejak sekitar 100
tahun lalu pesantren Miftahul 'Ulumi Syariah (MUS), yang didirikan oleh Syech
Ahmad Thaher. Pesantren yang kreatif untuk menggali sumber dana untuk pembiayaan
kegaiatan belajar mengajarnya. Diantara kreativitas MUS yang telah maruah kini
adalah berkebun markisah, yang telah banyak diikuti oleh anak
nagari.
Simpang Empat Batu tagak, ke kanan/Barat menuju
Sidang Duobaleh Kampuang, ke Selatan, mendaki menuju sidang Labuang, ke Timur
mendatar menuju ke sidang Saratuih Janjang dan Masjid Raya Bingkudu. Perjalan
beringsut ke Timur kini, dimana 200 meter akan ditemui simpang tiga "Surau
Baru", salah satu surau umpuak di dalam sidang Bingkudu.
Kini mampir sebentar di Masjid Raya Bingkudu,
disimpang Surau Baru berbelok kekiri/Selatan, dimana sekitar 300 meter berlokasi
masjid Bingkudu yang berumur sekitar 350 tahun. Masjid ini terbuat dari bahan
kayu, Atap ijuk yang ada pengarup stupa Hindu, bertingkat tiga menjulang
kelangit yang mempunyai tinggi sekitar 50 meter. Ditopang 17 tiang utama yang
terdiri dari kayu bulat. Ditengag, tiang yang pamjangnya lk 40 meter disebut
"Tunggak Macu", yang berdiameter lk 3 meter. Tapi karena telah dimakan usia,
bagian bawah tunggak macu tersebut telah diganti dengan beton semen. Didalam
Masjid penuh dengan ukiran kayu dan lampu antik (sebagian lampu antik ini hilang
dicuri si haram jadah). Di komplek masjid ini terdapat 3 bangunan utama, yaitu
Masjid itu sendiri, Surau Bulek dan surau Bandaro. Surau bulek adalah temmmpat
berdiskusi dan tempat mengaji reguler. Surau Bandaro adalah tempat petemuan
penting yang terdiri dari sekitar 10 s/d 25 orang khusus. Penulis di Nikahkan di
Surau Bandaro ini. Dihalaman Masjid ini juga terdapat makam Syech Ahmad Thaher,
tokoh agama Sidang Bingkudu tempo doeloe.
Perjalan ke Bukik Bulek yang kira-kira masih 2 kilo
meter dari Simpang Surau Baru sebaiknya dilanjutkan di session 2 dari perjalanan
wisata di Canduang ini. Sampai jumpa di tulisan kedua.
Wassalamualaikum Ww
Darul M. St. Parapatiah
Dumai 4 Oktober 2003
|
- Re: [RantauNet.Com] Wisata - Canduang (1) issdumai
- Re: [RantauNet.Com] Wisata - Canduang (1) yulizar syafri
- Re: [RantauNet.Com] Wisata - Canduang (1) edward arbain