Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh
Mari kita berkunjung sejenak ke Nagari Canduang (Koto Laweh), Lanjutan (3)
 
Kemarin telah sampai ke kuno Masjid nan megah dan juga telah menelusuri persawahan bertingkat dipergunungan serta menikmati bebatuan dan air jernih di Jabua, juga telah tahu bagaimana kayu manis dikebunkan serta bagaimana hasil produksi menjadi andalan bagi petani setempat.
 
Kini perjalanan membelah Canduang dilanjutkan dengan sasaran Bukik Bulek, bukit yang berlokasi tertinggi dipinggang Utara Gunung Merapi. Sehingga Bukit ini dipilih oleh PT telkom untuk menempatkan salah satu dari Jaringan Microwave Sumatra-Jawa-Balinya.
 
Perjalan wisata yang penuh kenangan ini dimulai dari Desa Batu Tagak, dari simpang ampek didepan Pesantren Miftahul Ulumi Syariah (MUS),jalan mendatar menuju ke Timur, sebagai telah diceritakan dalam perjalanan terdahulu bahwa sekitar 250 meter akan dijumpai simpang tiga. Kekanan menuju Masjid Bingkudu. dan jalan lurus serta menurun adalah sasaran hari ini. Setelah menapak sekitar 100 meter ada lagi simpang tiga, kekiri adalah menuju umpuak Limo Kampuang, desa penuh ketenangan dan kedamaian yang berlokasi ditengah sawah tersebut adalah kampuang dimana penulis dilahirkan serta di besarkan.
 
Di simpang ka Limo Kampuang tadi, kita memilih jalan yang agak kekanan, menurun terus, disebelah kanan tampak diseberang tabek ikan, surau dari umpuak Surau Baru. Perjalanan terus menurun lebih tajam menuju lurah surau baru. Jika dilurah tersebut dilepaskan pandangan kekiri dan kenanan akan kelihatan pemandangan yang menakjubkan, sawah bertingkat yang membentuk cekungan (lurah). Dari mudik ke hilir selepas mata memandang hanya sawah yang menggiurkanlah yang tampak.
 
Setelah melepas lelah sejenak di Lurah Surau Baru ini, dilanjutkan perjalanan ke Timur yang mulai mendaki, didepan sekitar 250 meter telah dihadiahkan pemadangan yang lain yang tak kurang rancaknya, pemandangan dari Kampuang Kubang Turak ini, kekiri terlihat sawah bersusun rapih teratur kebawah meliuk di lurah kecil. Kalau pandangan kekanan sawah bertingkat dari sisi lain, bertingkat keatas dengan latar belakang jauh sekitar satu setengah kilo meter bertengger Bukik Bulek menggoda, yang dengan sabar menunggu para pelancong menikmati keindahan pemandang, alam pegunungan dan udara bersih buat mengusik ke relung paru-paru yang telah lama disesakkan oleh berbagai polusi ditempat tugas keseharian.
 
Didepan Kubang Turak, telah menunggu beberapa rumah tua di desa Kincia Jabua, karena jalan kini menurun menuju Jabua, hulu sungai Batang Agam dan Batang Hari. Air Jabua ini mengalir jauh ke Timur sana melintasi 80% pinggang Sumatra melewati propinsi Sumbar dan Propinsi Jambi sebelum bermuara ke Selat Berhala.
 
Kini dapat dinikmati lagi liukan Jabua yang beretebing curam dikiri kanannya, tapi dimana kita lewati ini seolah Jabua bersahabat dengan menghadiahkan kelandaian, sehingga dapatnya tersusun beberapa sawah penduduk. Dari Jabua pendakian kini dimulia lagi. Jalan mendaki agak tajam dan dikiri kanan masih ada sawah yang agak kecil=kecil karena berada di kemiringan. Jalan dibelokkan kenan sebelum menjumpai surau Banto. Tempat melaksanakan Suluak (berdiskusi dan bermunajat langsung dengan sang Khalik, untuk beberapa hari). sayang suluak ini kurang populer untuk generasi kini, sehingga hanya tinggal cerita dari orang tua saja. Pada hal dulu ditahun 50/60 an surau ini dikunjungi oleh jemaah dari beberapa tempat. Ada yang datang dari jauh, yang khusus datang untuk dapat mendekatkan diri kepada sang Pencipta.
 
Surau Banto adalah pintu gerbang memasuki desa Cangkiang, desa yang mempunyai petani yang ulet, sehingga terkenal dapat menggarap tanah sampai jauh menyeberang ke Situjuah didaerah Payokumbuah. Beberapa rumah gadang tua masih dijumpai disini, menunjukkan bahwa desa ini telah dihuni sejak ratusan tahun lalu.
 
Jalan di Cangkiang mendatar, menawarkan beristirahat untk melanjutkan pendakian seterusnya. Setelah di Cangkiang yang panjangnya sekitar 350 meter, jalan kembali menurun ke simpang Bungin. Simpamg bungin adalah pertemuan jalan lain menuju Bukik Bulek, yang dapat ditembus dari Baso, Koto Tinggi, berbelok kekanan di Lanbau. Dikanan bungin akan kelihatan surau Cubadak menunggui perswahan sempit dipinggang tebing, yang bertingkat tinggi.
 
Dari Bungin , perseneling harus diturunkan ke gigi 2 dan bersiapsiap memakai gigi 1, karena pendakian berkelok meliuk melalui kebun kulik manih (acasiaverra) dikiri kana jalan dimulai. Beberapa ratus meter berbelok kiri-kanan sambil menanjak, hanya kebun kulik manih dan diselinggi beberapa pohon rindang yang ditemui. Sebelum memasukki desa Galundi, dipendakian tajam anda akan disuguhi tanah merah, yang betul-betul merah, sebaiknya berhenti sebentar untuk sampling atau sekedar mengadakan pengamatan di "red clay" ini.
 
Setelah sekitar 500 meter berjalan meliuk dan menekuk dipendakian, sebaiknya sang sopir diberi waktu untk beristirahan di jalan yang agak mendatar di desa Galundi ini. Mungkin Desa Galundi (Sidang Cubadak Bukik) ini adalah penganut agama yang kuat, walau dalam ketinggalan secara ekonomi dibanding sidang lain di Canduang, tapi telah berhasil membangun 3 masjid semenjak menyatakan diri berpisah dengan sidang Bingkudu di tahun 50-an. Sedang sidang Bingkudu, masih memakai masjid peninggalan nenek moyang masyarakat V Suku sampai saat ini.
 
300 meter dari Tanah Merah, anda akan menemui Masjid yang ke Tiga dari Sidang Cubadak Bukik, yang kini disebut sidang 100 janjang. Kalau dipikir dan direnungkan, membangun masjid ini memang perlu ketabahan dan keyakinan. Jika dilihat masyarakatnya, seolah tidak mungkin akan menyelesaikan Masjid seperti ini. Tapi ditempat lain satu saja susah, tapi disini sudah yang ketiga. Walau desa ini tyerasa tertinggal secara ekonomi, jangan dikira hal yang sama dibidang pendidikan. Desa ini telah menelurkan beberapa sarjana dari Unand dan Unri, yang kini bertugas sambil merantau dan berjuang dinegeri orang. Di Dumai saja ada sekitar 10 keluarga yang berasal dari 100 janjang ini.
 
Didepan kini jalan agak landai, seakan memberi kesempatan untk kendaran bernafas lega, sehingga sisupir juga dapat agak rileks memainkan gas dan persenilingannya. Sekitar 50 meter dari simpang masjid 100 janjang ini, dikiri jalan anda disuguhi sawah lakuang yang berjejer rapi memeberi suatu suasana .............. hmmm indahnya. Dibalik sawah di Barat terlihat jejaran rumah penduduk di desa Sandaran. Kini jalan yang ditempuh betul dipuncak dilereng bukik bulek, setelah sampai di Parik Rampuang dan guguak anda sadar bahwa dikiri kanan anda adalah lurah yang bertebing agak curam. Walaupun demikian, kayu manih masih bersahabat berdaun merah menghiasi dedaunan hijau dari dahan atau tanaman yang lainnya.
 
Kini anda telah meninggalkan masjid 100 janjang sekitar 300 meter dan berada didesa Bonjo, dikiri kanan berjejer rumah penduduk yang mengubah suasana menjadi terasa didalam desa padat. Kampuang Bonjo adalah bagian dari umpuak Surau Kariang, surau yang terdapat dikanan jalan setelah melewati desa Bonjo. Sesudah surau kariang akan ditemui simpang kecil "Simpang Gantiang", simpang tempat jalan tembus menyeberang ke kecamatan Baso.
 
Kareana mayoritas sawah disini adalah sawah tadah hujan, maka dulu dizaman doeloe, air ditumpuk, ditampung atau dibendung, sehingga tempat penampungan air tersebut masih terkenal dengan nama Ganangan, nan bersebelahan dengan desa Rawang. Dibelakang Rawang ini telah kelihatan dikanan di ketinggian tebing dari Bukik Bulek.
 
Kini si supir harus menyiapkan perseneling 2 dan siapsiap juga menukar ke perseneling satu, karena jalan patahpatah mendaki Bukik Bulek yang sebenarnya kini dimulai. Disetaip anda melewati patahan yang berbelok kekanan. bila dapat berhenti sejenak dan memandang kesebelah kana. .............. Ya Allah alangkah indahnya ciptaanMu ini. Anda dapat mulai menarik nafas kekaguman, hamaparan perkampungan , perkebunan dan persawahan yang hijau dan bersambungsambung walau melewati celah bukit barisan.
 
Jalan yang menantang sopir ini akan berlanjut sampai kepuncak Bukik Bulek, yang juga berlokasi antene microwave dari Telkom. Dari Puncak bila anda memandang ke Timur, lereng bukit yang berlapis hijau, sungguh indah untuk dinikmati, ke Selatan pandangan dapat melantun sampai kiliku bukit barisan, dari Kota Bukittinggi di Barat terus Gaduik, Tilatang Kamang, Kapau Salo, Baso, Sungai Janiah, Simarasok, Padang Tarok, Batu ampa sampai kanagari Bundo di Suliki dan menerawang ka Lintau sampai Tabek Patah, tanjuang Alam sampai ka Batu Sangka. Alangkah indah pandang luas disana yang tak dapt dilukiskan dengan kata-kata walau sampai berjurai. Perlu untuk disaksikan dan dikunjungi. Bukik Bulek menunggu anda setia setiap saat.
 
Jika pandang ditukiakan kebawah terlihat jelas kampuang dan jalan yang telah dilaui tadi, ingin untuk mengurutnya satu persatu kembali, sehingga kenangan tadi bisa diulangi dan direwind kembali. Bila pandangan di tukiaaaaakan ke Barat, dan dilihat agak teliti sedikit ada disana air mancur Jabua, yang hanya kelihatan dari puncak bukik Bulek kalau airnya besar. Bila Pandangan keselatan akan kelihatan hutan perawan dilereng gunung merapi yang terjal. Sehingga memang jarang dapat diseberangi oleh orang sembarangan.
 
Di Kaki gunung merapi itu ada jalan setapak yang diberi tanda sebagai jalan inspeksi, yang disebut jalan pancang. Yang merupakan jalan inspeksi dan perbatasan tanah yang boleh diolah dan hutan larangan yang berguna menahan air hujan. Hutan larangan ini, menurut peraturan tertulis dari zaman Belanda, kayunya tidak boleh diambil. Tracking melalui jalan ispeksi atau jalan pancang ini akan memberi hari perjalanan lain bagi yang suka forest tracking, dan penikmatan hutan lebat khatulistiwa yang merupakan bagian dari rain tropical forest.
 
Perjalanan dua hari ini baru melalui sekitar seperempat dari Nagari Canduang. Jadi perlu hari lain lagi untuk menjelajahi tempat yang lainnya. Apa lagi kalau seandainya wisata juga diarahkan ke Wisata Budaya, sehingga diperlukan hari yang lain dan berkelanjutan.
 
Kami menunggu anda sekalian di Nagari kami tercinta, nagari Canduang. Di Candaung yang namanya di pakai sebagai nama kecamatan Canduang, juga terdapat desa yang bernama Canduang. Perlu wisata budaya untuk menelusuri ini semua. Sampai Jumpa.
 
Wassalamualaikum Ww
Darul M. St. Parapatiah
Dumai 4 Oktober 2003

Kirim email ke