assalamualaikum...
  pak dt, p saaf, sdr. ahmad ridha...
   
  tentang perhimpunan indonesia dan dt. tan malaka...
  kritisi sedikit, hatta bukanlah perumus perhimpunan indonesia, yang betul 
pada masa hatta peran PI berkembang lebih dari sekedar media silaturahmi 
mahasiwa indonesia di belanda.
   
  yang menjadi terlupa dalam sejarah adalah, tan malaka yang memberikan 
mentoring dan inspirasi untuk perubahan PI ini.. bisa dilihat dari butir2 yang 
disosialisasikan PI, dimana terdapat aksi massa yang kita ketahui sebagai 
"idea" dt. tan malaka. pada masa itu jua, upaya untuk revolusi kemerdekaan yng 
dilakukan oleh partai komunis indonesia di estafetkanoleh tan malaka dalam 
bentuk visi kepada m.hatta.
   
  mungkin disini peran "kamanakan dibimbing"... nampaknya tidak sanksi pula 
jika budaya ini yang menajdikan orang minang tak segan untuk percaya dengan 
orang lain...
   
  trimakasih.
   
  a.arifianto
   
  

Datuk Endang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
    Pak Saaf ysh,
  Mudah-mudahan bahan-bahan diskusi yang ada dapat dikompilasi dalam suatu 
himpunan dan dapat berguna sebagai referensi untuk generasi di belakang.
  Wassalam,
  -datuk endang
  

Saafroedin BAHAR <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Assalamualaikum w.w. Ananda Dt Endang dan Ananda Ahmad Ridha,

Wacana Ananda berdua ini penting dan perlu segera dikristalisir sebagai 
'stepping stone' untuk mengkonsolidasikan sistem nilai serta kelembagaan adat 
dan budaya Minangkabau. Jelas sekali bahwa Ananda Dt Endang selain mempunyai 
dedikasi yang luar biasa terhadap adat Minang juga memahami ajaran Islam dengan 
baik. Bersamaan dengan itu juga telah melakukan pengamatan lapangan mengenai 
orang Minang di perantauan. Rasanya tidak banyak orang Minang dengan bekal 
selengkap Ananda Dt Endang ini.

Saran saya adalah: tuliskanlah seluruhnya itu secara sistematis dan terpadu 
dalam sebuah buku, sehingga kita dapat mempunyai gambaran yang lebih utuh 
tentang Minangkabau, tidak terbatas pada kesan-kesan sesaat atau pada asumsi 
dan mitos belaka, seperti selama ini. Generasi sekarang serta generasi muda 
Minang yang akan datang memerlukan gambaran serta konsepsi yang lebih utuh itu, 
sebagai wahana untuk membangun serta memelihara identitas diri Minangkabau 
dalam bangsa Indonesia yang bermasyarakat majemuk ini. Dalam penulisan itu, 
kita perbincangkan jalan keluar dari beberapa masalah yang telah kita bahas, 
yang terkesan seakan-akan 'adat bak kato adat, syarak bak kato syarak'.

Selamat untuk Ananda berdua.

Wassalam,
Saafroedin Bahar (70 th kurang).


----- Original Message ----
From: Datuk Endang 
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, September 23, 2006 10:51:25 AM
Subject: [EMAIL PROTECTED] Beradat 2


Adik Ahmad Ridha yss,

Saya merasa berkewajiban untuk menanggapi dikotomi adat-agama, dengan 
pengetahuan yang terbatas saja.

Ada empat buku yang pernah saya baca pada masa muda, yaitu Kuliah Tauhid 
merupakan kumpulan ceramah Bang Imad, Monoloyalisme dalam Islam karya Syed 
Qutb, sebuah buku karya Jalaluddin Rahmat yang judulnya saya lupa, dan Ilmu 
Jiwa Agama (mantiq) karya Nurhayati Amir. Buku pertama saya dalami setelah 
mengikuti LMD Bang Imad tahun 1986, menjelaskan pengertian tauhid dalam sistem 
keyakinan. Praktek tauhid dilanjutkan dalam memimpin berbagai perjuangan 
keIslaman pada masa itu, dan terus membekas hingga saat ini.

Buku kedua menjelaskan puncak kepatuhan adalah hanya pada Allah SWT semata. 
Sebenarnya tiada sulit memahami buku ini bila telah membaca buku pertama.

Buku ketiga, kurang lebih menjelaskan dalam beberapa tatacara peribadatan kita, 
terkadang muamalah dapat mendahului syariah. Jalal mencontohkan, ketika 
perhatian kita semata tertuju pada Allah semata, dan tiba-tiba ada orang 
mengetuk pintu, maka kita dapat mengeraskan bacaan kita atau mengucapkan 
subhanallah. Sebenarnya saya kurang pas dengan kesimpulan ini, mudah-mudahan 
para ahli dapat menjelaskan.

Buku keempat, kebetulan karya ibunda sendiri, yang akhirnya mendorong saya 
untuk mendalami system of thinking.

Pada masa tersebut, sebenarnya saya telah diangkat sebagai seorang penghulu 
adat. Dengan demikian secara bersamaan saya juga harus mempelajari sistem nilai 
adat. Cukup lama hal ini menjadi kontradiksi dalam pemikiran. Hingga pada suatu 
ketika saya mendapatkan keyakinan tentang bagaimana menempatkan diri dalam 
berbagai amanah tersebut. Bahwa pemahaman esensi mengenai adat justru bisa 
ditemukan bila mendalami makrifat. Bahwa sebagai orang Minang kita seharusnya 
dapat lebih bertauhid dan berIslam.

Suatu realita perbandingan dari perjalanan dari Banda Aceh sampai Jayapura, 
bila orang Minang adalah relatif lebih bertauhid, dan juga adalah lebih memakai 
adat. Hal ini telah saya buka disini, bahwa kelebihannya adalah peta mental 
orang Minang. Saya belum menemukan istilah yang tepat untuk hal ini, mungkin 
juga bisa dengan istilah otak kanan (atau otak kiri?).

Bahwa hal ini bersifat genetik, karena terasah dari zaman ke zaman. Bekasnya 
tertuang dalam berbagai pituah adat. Coba perhatikan logika aneh ini: baju 
dipakai usang, adat dipakai baru, atau taimpik nak di ateh, takuruang nak di 
luar. Banyak contoh lagi, beberapa disebutkan juga dalam ceramah Dt. 
Parapatiah. Dalam logika tradisional (linier) hal ini dirasakan tidak mungkin.

Atau perhatikan bagaimana suatu nasehat itu diberikan: nak luruih rentangi 
tali, supayo jaan manyimpang kiri jo kanan, condong jaan kamari rabah, luruih 
sasuai barih adat; nak tinggi naiakkan budi, supayo jaan kalangkahan, tagak 
jaan tasundak, malenggang jaan tapampeh; nak haluih baso jo basi, jaan 
barundiang basikasek; nak elok lapangkan hati, basuluah jalan di nan tarang; 
nak mulia tepati janji, kato nan bana nan dipacik, tibo di ikrar sasuai lidah, 
tibo dijanji tepati juo; nak labo bueklah rugi, namuah bapokok babalanjo, 
marugi kito dahulu, pokok banyak labo basakik, lamo lambek dapek juo. Logika 
ini bukan logika linier, atau, kembali, sementara saya menyebutkan sebagai 
logika lateral atau sistemik.

Dengan sedikit sentuhan eksternal, logika ini berkembang luar biasa. Contoh 
ke-3 haji di awal Paderi untuk menanggapi situasi pada saat itu. Yang lebih 
tepat adalah Bung Hatta pada tahun 1920 mencetuskan Perhimpoenan Indonesia di 
Belanda, dan Dt. Tan Malaka pada tahun 1927(?) berpikir tentang Indonesia Raya 
di Cina, serta tentunya beberapa tokoh lain. Hanya satu orang yang mempunyai 
pemikiran setara saat itu, yaitu SAM Ratoelangie 1931 alumni Swiss. Saya tidak 
memaksudkan tentang ideologi, tetapi adalah logika itu telah membuka 
inklusivisme. Jiwa inklusif ini pada banyak suku bangsa adalah keajaiban, tapi 
khusus untuk orang Minang adalah tipikal.

Hipótesis ini telah coba saya cari bukti di dalam sejarah, dan telah sama kita 
kaji. Orang Minang belum pernah dijajah oleh Melayu, Sriwijaya, Majapahit, 
Aceh, dan kekuasaan apa pun hingga Belanda 1821. Dapat dibayangkan sejak 1596 
armada Belanda hilir-mudik di Samudera Indonesia, namun tidak pernah mau 
menyentuh Minangkabau.

Merantau pun orang Minang, yang dikibarkan bendera Minangkabau juga. Hal ini 
menunjukkan suatu bakat genetik atau tipikal yang tidak mudah punah. Saya sudah 
menemukan banyak perantau hingga ke perbatasan Timor Leste, Pulau Rote yang 
merupakan pulau paling selatan, hingga ke pedalaman Papua. Yang ditampilkan 
adalah lambang adat dengan tanpa malu dan segan, yaitu rumah gadang, apakah 
sekedar gambar atau sebagian arsitektur bangunan. Sewaktu di Sorong kemarin 
saya cukup terkesima dengan sebuah bangunan yang termasuk terbesar di situ 
yaitu sebuah hotel dengan arsitektur rumah gadang, sebuah bangunan kecil di 
depannya malah disewakan untuk menjadi kantor DPRD Kota Sorong. Di Rótterdam di 
tepi sebuah danau di Kralingen, dulu ada sebuah restoran besar berdiri 
sendirinya secara mencolok dengan arsitektur rumah gadang.

Mudah-mudahan ini bukan pandangan chauvinistik, tapi upaya menemukan jatidiri 
kita. Bila kita dapat lebih merumuskan hal ini dengan baik, siapa tahu kita 
malah dapat menemukan kembali hakekat kemanusiaan terdalam sebagai makhluk 
Allah bagi orang Minang. Intinya adalah membenahi kembali peta mental kita 
secara lebih dan kurangnya. Sesuai sebuah pandangan, sudah bukan saatnya 
mempertentangkan adat dan agama sebagai suatu sistem keyakinan. Terbukti usaha 
seperti ini dalam seabad ini senantiasa membuat kita kian terpuruk, dan kian 
menjauhkan kita dari jatidiri yang sebenarnya. Wallahu alam.

Mudah-mudahan Allah meridhoi. Wassalam.

-datuk endang

    
---------------------------------
  Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
Check out new cars at Yahoo! Autos.




       
---------------------------------
Ahhh...imagining that irresistible "new car" smell?
 Check outnew cars at Yahoo! Autos.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet
Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke