Dalam posting saya sebelumnya saya pernah menulis: biaya promosi dan "biaya promosi" (pakai tanda kutip). Waktu ditugaskan mengaudit dulu saya memang tidak pernah menemukan satu barispun catatan perusahaan tentang adanya pengeluaran biaya untuk Tuan X agar ybs menggunakan obat kita"
Saya juga tidak punya angka persis mengenai besaran biaya untuk "menunjang kegiatan ilmiah dan semacamnya" tsb. Tetapi buat perusahaan, ini tetap kategorinya biaya promosi (ataupun dengan judul lain - ini masalah accounting treatment). Tentang berapa proporsi biaya ini yang benar2 menunjang kegiatan ilmiah, saya lebih tidak punya angka lagi. Ini sedikit lebih rumit, ===> 10% - 20% harga obat yang dialokasikan untuk memacu perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran indonesia (saya kira angka ini diketahui dan disetujui oleh tiga kalangan pemerintah (regulator), pengusaha obat, dan praktisi kedokteran) adalah hak masyarakat kedokteran Indonesia yang sangat berkepentingan dan terlibat langsung dalam ide memacu perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran Indonesia. Kenyataannya bagaimana?? Dimanakah uang itu sekarang berada?? Siapakah yang menikmatinya?? Pemerintah?? Pengusaha?? Praktisi kedokteran??? Saya kira hal ini menarik untuk ditelusuri. Barangkali Uda Riri sebagai Auditor bisa membantu dan membongkar ini semua. Kita dapat menduga siapa yang paling nakal atau mereka sudah menjalankan sesuai maksud dan ide semula... .................Saya pernah dihubungi seorang teman yang suami istri berprofesi sama, bekerja di suatu kota di Sumatera; dia minta tolong dicarikan informasi tentang hotel bagus - berikut ratenya - di sekitar Bunderan HI - dan dia tegaskan: yang dekat mall baru; jadwal penerbangan dan harga tiket kelas bisnis dari ......................Kebetulan orang perusahaan yang jadi sponsor seminar ini baik sekali dan sudah seperti saudara sendiri.............................. ===> Saya berbaik sangka bahwa teman da Riri dapat rezeki dari Allah SWT dengan jalan ada pengusaha obat yang baik sekali dan sudah seperti saudara sendiri membiayainya dan tepat pula dengan liburan anaknya yang merupakan rezeki anak2nya pula. Tidak semua dokter saya kira memiliki rezeki seperti itu. Saya berharap semakin banyak dokter yang dibiayai sehingga beban mereka semakin berkurang terutama teman2 praktisi kedokteran yang di ujung negeri sana. Di Puskesmas terpencil, di RSUD yang jauh dari keramaian. Saya mendengar beberapa kasus teman2 di Puskesmas yang hidup prihatin, gaji terlambat, anak-anaknya tidak terurus dan bahkan terancam jiwanya. Agak menyimpang sedikit, saya jadi ingat tentang "independensi" di profesi audit. Waktu itu dosen saya bertanya menanyakan komentar isi kelas tentang masalah independesi suaru unit kerja di institusi kami, yang hampir sepanjang tahun mengaudit di salah satu BUMN (yang memang sangat besar). Tim audit diberikan ruangan khusus dengan standar perusahaan (yang jauh lebih nyaman di banding kantor kami), makan siang di sana dsb dsb oleh BUMN yang baik hati tersebut. Sebagian dari mereka ikut jemputan kantor sana. Seorang teman yang memang berasal dari unit tersebut dengan tegas menjawab: "Walaupun mereka baik, tetapi kami kan profesional yang bisa menjaga independensi, dan perusahaan itupun sangat menghargai hal ini, sehingga mereka tidak pernah berusaha mempengaruhi independensi kami. Apa tanggapan pak dosen?: "menerima kebaikan pihak lain yang bisa - walaupun belum tentu - mempengaruhi independensi anda itu sebenarnya buruk; setidaknya "in-appearance" anda sudah tidak independen lagi. Tetapi kalau anda sudah menerima kebaikan mereka, dan anda tetap independen, itu bukan hal yang buruk, tetapi "tidak tahu di untung ..." (Dosen saya ini - skrg almarhum - bukan orang Minang, tetapi sangat rajin mempelajari kebudayaan dan peribahasa Minang). ===> Kalau kita cermati secara jujur bukankah kebijakan pemerintah dengan program obat serba rp 1000, mengancam dokter dengan sangsi macam2 bila tidak menggunakan suatu jenis obat, itu adalah sedang mengintervensi independensi profesi dokter???? Kalau memang bahwa strategi marketing para pelaku bisnis farmasi seperti contoh terdahulu dianggap mengancam independensi dokter. Bedanya pemerintah mengintervensi dengan memberikan punishment sementara pelaku bisnis dengan memberikan reward....... wallahu a lam. Sejauh pengamatan saya setidaknya adal dua hal yang dapat mempengaruhi keputusan seorang dokter dalam menentukan jenis terapi apa yang akan dia ambil dalam mengobati penyakit seorang pasien. Yang pertama adalah kompetensi, yang memiliki porsi terbesar dalam mencapai keberhasilan terapi. Masalah ini adalah masalah yang sangat-sangat penting. Bila seorang penderita berhadapan dengan seseorang yang tidak kompeten dengan penyakitnya (katakanlah ahli dukun urut, ahli patah tulang kampungan, pengobatan alternatif, teknik pengobatan lainnya yang tidak ada evidence based nya) maka sudah dipastikan akan mencelakakan si penderita tersebut seperti contoh kasus anak umur 6 tahun dari medan pada e mail terdahulu. Walaupun si praktisi ini independetn 100% (karena tidak ada yang mau investasi, termasuk pemerintah juga tidak mau mengurusi. Yang kedua barangkali adalah masalah independensi yang menurut saya tidak begitu banyak pengaruhnya terhadap hasil terapi. Masalah ini lebih banyak pada urusan duit, masalah ekonomi, pertengkaran antar farmasi yang ingin mendapatkan untung sebesar2nya, dan sedikit masalah etika yang dapat diselesaikan seharusnya oleh pemerintah, profesi, dan pelaku bisnis farmasi dengan elegan. Terus terang masalah ini saya tidak bisa banyak berkomentar karena menyangkut masalah etika yang kadang hanya orang yang bersangkutan dan Allah SWT yang tahu. Kajian mengenai ini sebaiknya dilakukan oleh para ahli Agama, pemerhati etika, dan ahli ekonomi kesehatan. Hasil kajiannya pun hanya bisa bersifat memberikan rekomendasi dan menghimbau. No virus found in this outgoing message. Checked by AVG Free Edition. Version: 7.5.467 / Virus Database: 269.6.8/800 - Release Date: 5/11/2007 7:34 PM --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet Tapi harus mendaftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount dengan email yang terdaftar di mailing list ini. -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---