Anak Cerdas Tapi Tidak Naik Kelas Di era global ini, berbagai masalah seringkali saling berkaitan satu sama lain. Misalnya, masalah pendidikan bisa saja berkaitan dengan masalah sosial, ekonomi dan politik. Dan kasus yang terpapar berikut ini merupakan contoh bagaimana problem kesehatan, ternyata berdampak serius di bidang pendidikan.
"Anak saya ini sebenarnya cerdas, Dok. Sejak kelas satu hingga kelas tiga selalu rangking satu. Tapi sejak kelas empat, prestasi belajarnya merosot terus. Sekarang ia tidak naik kelas," keluh seorang ibu yang datang membawa putranya di ruang praktek. Saya sejenak memperhatikan putranya yang bertubuh kurus dan bermata sayu itu. Lalu saya menduga putranya itu mungkin mengalami problem gizi dan kesehatan. Dengan kata lain, prestasi belajarnya merosot sehingga tidak naik kelas karena punya tubuh dan mata yang lemah. "Mungkinkah anak saya ini menderita suatu penyakit, Dok?" "Bagaimana dengan pola makan di rumah sehari-hari," saya balik bertanya. "Sering malas, Dok." "Juga malas belajar di rumah, khususnya malas membaca buku?" "Betul, Dok!" "Coba periksakan saja ke Dokter Spesialis Mata. Mungkin ada masalah pada penglihatannya," saran saya. Satu tahun kemudian, si ibu datang lagi bersama putranya. Kali ini putranya mengenakan kacamata minus, sedang menderita diare. "Anak saya ini ternyata memang mengalami gangguan penglihatan dan perlu kacamata minus, Dok. Sekarang dia sudah naik kelas dan meraih rangking satu lagi!" Saya tersenyum lega. "Dulu dia malas belajar, sampai tidak naik kelas karena tidak memakai kacamata minum yang diperlukannya, Dok!" "Yah, memang agak disayangkan. Tapi apa boleh buat, sudah terlanjut. Gara-gara Anda terlambat mengetahui adanya gangguan penglihatannya, jadi dia tidak naik kelas, padahal sebenarnya dia anak cerdas!" tukas saya. Nah, kasus di atas agaknya bisa menjadi peringatan bagi orangtua, agar tidak bersikap masa bodoh terhadap masalah kesehatan anak-anaknya. Jika ada anak mengidap suatu penyakit atau gangguan kesehatan sampai tidak naik kelas, padahal sebenarnya cukup cerdas, bisa dianggap sebagai kesalahan orangtua. Sebab orangtua kurang peduli, sehingga terlambat mengetahui gangguan kesehatan yang dialami anaknya. Kasus tersebut bisa terjadi di mana-mana. Dan memang sial jika ada anak tidak naik kelas hanya gara-gara tidak memakai kacamata minus yang dibutuhkannya. Dan lebih sial lagi jika ada anak terpaksa putus sekolah, padahal dia anak yang cerdas, hanya karena tidak memperoleh kacamata minus yang dibutuhkan untuk belajar. Mungkin sudah saatnya ada program dokter masuk sekolah. Misalnya, siswa-siswi SD diperiksa matanya oleh Dokter Spesialis Mata untuk mengetahui kondisi mata mereka. Sehingga kelalaian orangtua dalam mengetahui kesehatannya dapat diketahui pihak sekolah dan disampaikan seterusnya kepada orangtua. (dr M Maulana) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, bulan Juni 2008. ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ Website: http://www.rantaunet.org =============================================================== UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: - Harap memperhatikan urgensi posting email, yang besar dari >300KB. - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, tidak dianjurkan! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui jalur pribadi. =============================================================== Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id&cd=US&service=groups2. ========================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---