Senin, 06 Agustus 2007
SERTIFIKASI GURU
Harga Mahal bagi Guru yang Hebat
I Wayan Artika
http://www.kompas. co.id/kompas- cetak/0708/ 06/humaniora/ 3738753.htm

Uji sertifikasi guru kini berada di antara harapan dan ketidakmungkinan.
Semula sertifikasi guru dianggap enteng-enteng saja. Kenyataannya, hingga
saat ini rupanya hal itu belum sepenuhnya berjalan, terutama disebabkan
oleh kendala teknis.

Sejalan dengan itu, di lapangan, guru-guru pada umumnya pesimistis karena
untuk lolos uji sertifikasi ternyata tidak mudah. Siapakah mereka yang
pesimistis itu?

Mereka adalah guru-guru yang telah dikonstruksi "dalam mitos yang serba
buruk" dalam profesi kependidikan dan kepengajaran di negara ini.
Merekalah tipe guru kita yang senyatanya, yang diberi tugas amat "berat"
oleh negara ini, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena tanpa
idealisme dan nasionalisme yang menjadi spirit jiwanya, guru-guru kita
sama saja dengan para buruh di pabrik sepatu.

Guru-guru kita adalah guru-guru yang serba tertinggal: tertinggal
informasi mutakhir dalam bidangnya dan tertinggal teknologi. Hal ini lebih
nyata lagi dalam kehidupan guru-guru di daerah, di pedesaan dan pesisir,
atau di daerah-daerah yang jauh dari kota. Segala rupa ketertinggalan
itulah "diwariskan" kepada murid-murid di kelasnya. Murid pun dididik di
tengah iklim panjang serba ketertinggalan.

Guru-guru Indonesia adalah guru-guru yang tidak mau lagi belajar, membaca,
dan berpikir. Sesuatu yang harus dilakukan secara mandiri, yang harus
dilakukan sebagai kesadaran diri, yang harus dilakukan sebagai panggilan
mulia.

Sejak mendapatkan nomor induk pegawai alias NIP, guru memulai kehidupan di
sekolah-sekolahnya dan di masyarakat tempat mereka tinggal dengan
stagnasi. Guru Indonesia tidak lagi belajar untuk dirinya sendiri, yang
berkontribusi besar bagi murid-muridnya. Guru Indonesia tidak lagi membaca
buku, majalah atau surat kabar, apalagi melakukan akses internet. Kalau
ditelusuri, guru pasti berkilah bahwa di daerahnya bertugas, bacaan, buku,
koran, dan sejenisnya tidak mudah diperoleh. Apalagi internet. Guru awam
komputer dan internet.

Pemerintah Indonesia sadar, semampu keuangan negara, kualitas guru
senantiasa ditingkatkan. Misalnya dengan penyelenggaraan seminar-seminar,
lokakarya, pelatihan, dan penataran. Di lapangan justru ditemukan kondisi
yang sebaliknya; seminar, lokakarya, pelatihan itu menjadi ritual.

Ketika guru ditunjuk menjadi peserta, mereka sama sekali tidak
menyambutnya dengan kegairahan, tetapi dengan rasa malas. Jadi, guru tidak
memiliki niat meremajakan dan mengembangkan dirinya sebagai SDM
berkualitas. Hal lain, pada konteks ini, sambutan guru soal ini adalah,
"Ada uang saku?"

Setelah di dalam kegiatan ilmiah atau di suatu pelatihan yang telah
direncanakan dengan sebaik mungkin oleh panitia, guru-guru, peserta,
mencampuri kerja panitia. Akhirnya, terjadilah pemadatan jadwal. Jika
keinginan guru dituruti, kegiatan semacam itu dilakukan secara fiktif
saja. Guru-guru siap menandatangani daftar hadir. Hal ini sering kita
temukan. Ide baik penyelenggaraan kegiatan peningkatan kualitas guru pun
tidak pernah dicapai karena guru-guru selalu diberi fasilitas untuk
menolaknya.

Guru yang andal

Di balik kenyataan tersebut, bangsa ini masih memiliki sedikit guru yang
andal. Guru-guru yang penuh dedikasi bagi bangsa ini. Guru-guru yang sadar
akan pilihan profesinya, yang tidak henti belajar dan menjadikan guru
sebagai pilihan profesinya. Mereka adalah guru-guru yang menikmati
pekerjaannya dan bertanggung jawab atas pilihannya sebagai guru. Mereka
ini sama sekali tidak menganggap kerja guru sebagai sambilan. Guru-guru
yang benar-benar bekerja secara total.

Pemerintah juga tidak berdalih dalam hal mutu guru-guru Indonesia.
Pemerintah berbesar hati mengakui bahwa kualitas guru Indonesia pada
umumnya sangat rendah. Peningkatan kualitas guru adalah isu terpenting
dalam pembangunan pendidikan di Indonesia. Ujungnya adalah uji sertifikasi
guru. Semula, ketika pada awal digulirkan, guru menyambutnya dengan
gempita. Mereka memandang hal ini sebagai hak istimewa bagi guru dan
bersifat pemerataan, bukan sebagai suatu kompetisi peningkatan karier atau
harga mahal bagi suatu kualitas guru yang distandarkan. Pemerintah juga
tidak gegabah dan tidak "pemurah hati" dalam soal ini.

Di mata guru Indonesia pada umumnya, uji sertifikasi adalah "revolusi"
peningkatan gaji guru. Inilah yang dipahami oleh guru Indonesia. Padahal,
ini adalah pilihan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas guru yang
sangat besar kontribusinya bagi peningkatan mutu pendidikan bangsa ini.
Guru yang bagus mendapatkan "imbalan" atau penghargaan yang lebih nyata
(berupa gaji yang dibayarkan) dari negara, tidak lagi berupa simbol-simbol
(lencana, piagam, trofi, dan lain-lain).

Dalam beberapa minggu terakhir, sejumlah guru di Bali yang telah
"ditunjuk" tengah menyiapkan satu portofolio dalam rangka uji sertifikasi.
Ada sepuluh butir isian beserta rinciannya, harus pula dilampiri
bukti-bukti fisik yang sah. Portofolio itu merekam dan mendokumentasi
kinerja guru dalam suatu periode. Hal ini tidak sulit jika guru
benar-benar berdedikasi tinggi dalam bidangnya.

Yang patut dipertimbangkan adalah bagaimana tim penilai portofolio itu
bekerja. Apakah sanggup menembus etika buruk guru karena memalsukan suatu
dokumen prestasi atau dokumen kinerjanya?

Guru malas menulis

Pada salah satu item portofolio itu diminta agar guru menuliskan buku,
diktat, serta modul pembelajaran yang telah disusunnya minimal dalam satu
semester dan telah diterbitkan di tingkat nasional, lokal, atau daerah.
Hal ini sangat sulit dipenuhi karena guru paling antimenulis. Pokoknya,
dalam butir "karya tulis" pasti banyak guru Indonesia yang gagal.

Kalau benar adanya bahwa sepuluh butir portofolio tersebut dan telah
distandarkan, uji sertifikasi guru tidaklah sesuatu yang sulit atau
sesuatu yang tidak mungkin. Bagi guru yang belum menjalani uji
sertifikasi, lima tahun ke depan harus menyiapkan diri, bekerja dengan
baik, menulis buku, menyelenggarakan penelitian, melakukan bimbingan
terhadap teman sejawat, mengikuti berbagai pertemuan ilmiah, dan
lain-lain, yang dilakukan demi peningkatan kualitas diri dan persembahan
terbaik kepada murid-muridnya.

Portofolio tersebut tidak bisa diisi dalam setahun karena banyak butir
yang diminta. Itu adalah rekaman atau dokumentasi kinerja guru. Itu
dinilai atau dikaji oleh tim penilai, lalu dihargai, untuk dicatat berapa
poin yang dicapai. Poin itu, dalam perjalanannya, bisa bertambah bisa juga
berkurang, bergantung pada kinerja guru. Jadi, kehidupan guru-guru
Indonesia dalam pekerjaannya menjadi lebih dinamis dan tidak stagnan
sebagaimana saat ini.

Di sini, guru harus mengubah pandangannya soal sertifikasi. Bukan gaji
tinggi sebagai yang pertama, melainkan kinerja yang hebat, bernilai
tinggi, dan inilah yang patut kiranya dihargai mahal oleh negara. Dalam
hal ini, negara berasumsi, semua itu akan berdampak sangat baik terhadap
peningkatan mutu pendidikan bangsa.

I Wayan Artika Dosen Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Bali



  

-- 
Best regards,
 Arnoldison                          mailto:[EMAIL PROTECTED]




--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Sukseskan Pulang Basamo se Dunia, bulan Juni 2008.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mengikuti Tata Tertib.
- Email attachment, tidak dianjurkan! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim 
melalui jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id&cd=US&service=groups2.
==
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke