Cerpen dibawah ko tamuek di Kompas Minggu tgl 12 Agustus 2007 pado halaman
28. Siapo Damhuri Muhammad ??? mungkin nan mangirim email di bawah labiah
tahu.

Wassalam,
HM Dt.MB (50+)

>  Bigau
>
> DAMHURI MUHAMMAD
> Semenjak usianya genap 80 tahun, orang-orang Kampung Lekung berkeyakinan,
> ajal Kurai sudah dekat. Melihat tubuh ringkihnya terkulai letai di atas
> dipan usang tanpa selimut, barangkali tak akan habis baju sehelai, ia
> sudah mengembuskan napas penghabisan. Rimba persilatan tentu berkabung
> sebab kehilangan pendekar paling licin yang pernah ada di Kampung Lekung.
> Mungkin sudah tiba saatnya, lelaki yang seluruh bagian tubuhnya tahan
> bacok dan tak mempan peluru itu mewariskan ilmu silat tua, lebih-lebih
> mewariskan Rantai Celeng yang telah tertanam selama bertahun-tahun di
> dalam daging paha sebelah kirinya. Sebelum terlambat, sebelum mayatnya
> dibenam ke liang lahat, sebaiknya Kurai segera menentukan siapa yang
> pantas menjawab hak waris barang keramat itu.
>
>
> "Harganya lebih mahal dari harga diri Kurai sendiri," begitu luapan
> kekesalan seorang cukong barang antik yang datang ke Kampung Lekung tapi
> ditolak mentah-mentah oleh Kurai.
>
>
> "Bujuk tua bangka itu, agar mau mewariskannya pada salah seorang di antara
> kalian! Itu bila kalian tidak ingin melarat seumur-umur."
>
>
> "Jaga mulutmu, kau bisa mati berdiri sepulang dari sini. Enyahlah! Itu
> kalau kau masih ingin melihat matahari besok pagi," gertak Candung, anak
> muda kampung Lekung, penguasa lahan parkir di kota kabupaten. Ia pulang
> menjenguk Kurai yang dikabarkan mulai sakit-sakitan.
>
>
> "Sekali lagi kau meremehkan Kurai, kujamin kau pulang dengan hidung
> disumpal kapas."
>
>
> Kurang tepat bila benda itu dinamai rantai, karena bentuknya bulat
> melingkar, hampir menyerupai cincin. Tapi, tidak patut pula disebut
> cincin, sebab diameternya terlalu besar untuk ukuran jari tangan manusia.
> Disebut rantai, mungkin karena orang-orang membayangkan bila logam
> menyerupai ring itu dihubungkaitkan dengan logam sejenis, dalam jumlah
> banyak tentu akan membentuk seutas rantai. Menurut para tetua kampung,
> Kurai berhasil menggondol Rantai Celeng seusai menyabung nyawa dalam
> pertarungan melawan celeng berbulu putih sebesar anak kerbau jantan yang
> keganasannya sudah menjadi kisah turun temurun. Binatang yang dipercaya
> sebagai raja celeng itu berkali-kali menubruk rusuk Kurai dengan kecepatan
> melebihi kemampuan celeng biasa. Bila kurang awas, taring sepanjang satu
> setengah jengkal itu tentu sudah menikam ulu hati dan membuat usus-usus
> Kurai berhamburan keluar. Semua jurus tangkis dikerahkan Kurai, sesekali
> tubuhnya terloncat ke atas dahan pohon jirak saat posisinya
>  terdesak, kali lain ia berayun serupa siamang, lalu dalam sekejap mata
> sudah berdiri di atas punggung celeng tua yang tengah mengamuk itu. Kurai
> sengaja membuat bermacam-macam gerak tipu, memancing agar celeng terus
> menyerang, hingga tiba saatnya kehabisan tenaga. Dan benar, begitu
> serudukannya mulai melemah, sigap tangan Kurai merenggut logam kuning
> gelap berbentuk bulat melingkar yang tersangkut di salah satu taringnya.
> Ia berhasil merebut Rantai Celeng yang konon di situlah letak kekuatan
> celeng itu. Ini hanya satu serpihan cerita perihal kehebatan Kurai
> tatkala merobohkan raja celeng dan membuat pendekar itu tersohor sampai
> ke pelosok-pelosok.
>
>
> Riwayat lain menuturkan, setelah Kurai menumbangkan binatang itu, ia belum
> sepenuhnya menguasai Rantai Celeng, karena tiba-tiba ia dihadang makhluk
> berperawakan ganjil. Meski masih menyerupai manusia, tapi tinggi badan
> makhluk itu hanya sepinggang Kurai dan kedua tumitnya menghadap ke depan,
> sedang jari-jari kakinya menghadap ke belakang, berkebalikan dengan bentuk
> kaki manusia biasa. Orang-orang menamainya; Bigau, makhluk jadi-jadian,
> penjaga babi-babi liar di hutan Kampung Lekung. Suatu masa di musim
> berburu, tak seekor babi pun ditemukan, ketajaman pengendusan
> anjing-anjing pemburu tak mempan melacak jejak. Tapi kegagalan itu
> dianggap lazim, para pemburu akan mempercayai bahwa gerombolan babi tengah
> disembunyikan oleh Bigau. Jadi, masuk akal bila seusai pertarungan paling
> melelahkan itu, Kurai dihadang Bigau, meski tak ada yang tahu apa yang
> terjadi setelah keduanya saling bersiap, pasang kuda-kuda. Orang-orang
> tergesa mengambil langkah seribu, ketakutan melihat rupa
>  buruk Bigau yang sebelumnya hanya didengar dari cerita di kedai-kedai
> kopi.
>
>
> Jangan dibayangkan Kurai membedah paha kirinya dengan pisau, lalu menanam
> Rantai Celeng di dalamnya, kemudian menjahit belahan itu kembali
> sebagaimana pekerjaan dokter bedah. Tidak! Kurai melakukannya tanpa
> mengeluarkan darah, lebih kurang seperti orang menanam susuk di salah satu
> bagian tubuh perempuan, tanpa harus merasakan perih dan sakit.
>
>
> Mereka yang ingin memiliki Rantai Celeng tak mau pusing dengan urusan
> nama, apakah benda ajaib yang bikin Kurai jadi kebal itu layak disebut
> cincin ataukah rantai? Yang pasti, telah ada kesepakatan diam-diam, bahwa
> barang keramat yang kini bersarang di tubuh pendekar itu adalah benar
> Rantai Celeng. Kurai tidak hanya masyhur sebagai satu-satunya pewaris
> silat tua, tak hanya tangkas menangkis serangan musuh, lelaki yang tahan
> membujang sampai gaek itu juga kebal senjata, dan karena itu jurus-jurus
> tangkisnya tidak terlalu berguna lagi. Untuk apa menangkis serangan lawan,
> tiada senjata yang mempan lukai tubuhnya.
>
>
> Suatu hari di musim petai, seorang anggota tim buru sergap melepas
> tembakan saat mengejar peladang ganja yang diduga bersembunyi di hutan
> tempat Kurai biasa mencari petai rimba. Kurai yang sedang
> terbungkuk-bungkuk mengumpulkan buah petai yang baru saja dipanjatinya
> dikira peladang ganja yang akan mereka ringkus, timah panas bersarang di
> kuduk lelaki itu. Tapi Kurai hanya merasa ditimpa kencing tupai, perlahan
> ada sesuatu yang terasa dingin di punggungnya, karena geli Kurai
> menyentuhnya. Ternyata cairan itu bukan kencing tupai, tapi peluru yang
> sudah leleh. Polisi berpangkat sersan mayor itu terbirit-birit seperti
> dikejar hantu, meremang semua bulu di badannya setelah menyaksikan peluru
> meleleh di punggung lelaki pemetik buah petai. Saat masih terengah-engah
> ia bersumpah tak bakal menginjakkan kaki di hutan celaka itu lagi. Sejak
> itu, orang-orang Kampung Lekung bebas membuka ladang ganja, sebebas
> menanam jagung atau tembakau. Para peladang membiarkan Kurai memetik daun
>  ganja sepuasnya. Ia mau menggelek hingga mabuk tiga hari tiga malam pun
> mereka tak peduli. Nyatanya, seberapa pun banyaknya lintingan ganja
> digasak Kurai, tak sekalipun ia mabuk dibuatnya. Rupanya Kurai tak hanya
> kebal senjata, tapi juga kebal dari mabuk ganja.
>
>
> "Rantai itu mau dibawa mati?" kelakar Candung, centeng lahan parkir yang
> selalu mengaku cucu Kurai lantaran kerap mengirimkan pendekar itu minuman
> keras murahan merek T.K.W, meski Kurai tak pernah teler dibuatnya.
> Menenggak minuman keras sama dengan berkumur-kumur tiap bangun pagi bagi
> Kurai. Rupanya ia tak hanya kebal senjata dan kebal mabuk ganja, tapi juga
> kebal dari mabuk minuman beralkohol, jangan-jangan juga kebal dari mabuk
> buah kecubung.
>
>
> "Siapa yang bakal mewarisinya? Sebaiknya lekas diputuskan, agar kelak
> tidak jadi sengketa." bujuk Candung lagi.
> "Aku masih menunggu!"
> "Menunggu? Menunggu mati? Tidakkah cucumu ini orang yang beruntung itu?"
>
>
> Kurai tak bergairah menjawab pertanyaan bodoh si cucu gadungan itu. Sejak
> mula ia mencium gelagat jahat Candung. Penguasa lahan parkir yang kabarnya
> sedang terancam oleh musuh-musuh bersengat itu tidak tertarik hendak
> berguru ilmu silat tua pada Kurai. Ia ingin mentahnya saja; kebal senjata,
> tahan celurit, tak mempan pistol. Selain akan membuat musuh-musuhnya
> bertekuk lutut, Candung hendak memperlebar sayap kekuasaan, bila perlu
> hengkang dari kota kabupaten, mencaplok lahan parkir di kota-kota besar.
> Tak perlu gamang bila Rantai Celeng sudah dalam genggaman.
>
>
> Para kolektor barang antik belum sepenuhnya percaya kalau pendekar pemetik
> petai benar- benar memiliki Rantai Celeng, sebab rantai itu bukan
> sembarang peliharaan. Dalam setahun, sekurang-kurangnya tiga kali benda
> itu mesti didarahi dengan menyembelih kambing jantan di malam terang
> bulan. Penyembelihan dipersembahkan untuk Bigau, si penjaga celeng. Sekali
> syarat itu diabaikan, Rantai Celeng tiada bakal ampuh lagi, kekuatannya
> akan diisap Bigau. Bagaimana mungkin Kurai mampu melakukan tirakat
> penyembelihan tiga ekor kambing dalam setahun, sementara hidupnya hanya
> mengandalkan petai rimba yang kadang berbuah, kadang tak bersisa dimakan
> beruk. Kalaupun ia masih menyimpan Rantai Celeng, tentu keampuhannya sudah
> hilang, atau pendekar itu sudah menyerahkannya kembali pada Bigau. Tapi,
> dugaan itu tidak sepenuhnya benar. Mereka tidak pernah tahu betapa
> berterima kasihnya para peladang ganja pada Kurai. Selagi ia masih hidup,
> tak bakal ada yang berani membakar ladang-ladang mereka.
>  Itu sebabnya, secara bergilir mereka menyediakan seekor kambing jantan
> bila tiba saatnya Rantai Celeng harus didarahi. Apa pun sanggup mereka
> lakukan demi kedigdayaan Kurai, orang yang telah membuat mereka seperti
> kejatuhan durian runtuh. Jangankan kambing jantan, kerbau jantan pun
> mereka sanggupi, asal ladang-ladang ganja aman dari kejaran.
>
>
> Kurai mulai resah, bukan karena sesak napasnya kambuh, tapi karena
> teringat perjanjian dengan Bigau selepas perkelahian mati-matian puluhan
> tahun silam. Makhluk jadi-jadian itu memang tidak mampu merebut Rantai
> Celeng di genggaman Kurai, tapi Bigau mengancam, bila Kurai nekat
> menggondol Rantai Celeng, sawah-sawah di wilayah Kampung Lekung tidak akan
> bisa dipanen. Bila sawah-sawah mulai menguning, Bigau akan menghalau
> gerombolan babi liar guna mengobrak-abrik dan membucuti setiap rumpunnya.
> Buah padi akan ludes sebelum sempat dituai. Paceklik bakal menimpa Kampung
> Lekung dan tidak akan berhenti selama Rantai Celeng masih bersarang di
> tubuh Kurai. Itu sebabnya, para petani tidak bersemangat lagi menggarap
> sawah, mereka membuka lahan baru dalam hutan, menggarap ladang-ladang
> terlarang.
>
>
> "Jadi, siapa orang yang beruntung itu?" tanya Candung lagi, kali ini penuh
> harap.
> "Bigau!" balas pendekar gaek itu, dan tak lama kemudian sesak napasnya
> kambuh.
> Kelapa Dua, 2007
>
>
> ---------------------------------
> Luggage? GPS? Comic books?
> Check out fitting  gifts for grads at Yahoo! Search.
> >
>



--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN: 
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount 
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke