DALAM sebuah talk show di salah satu stasiun televisi swasta, Joseph Landri
penulis buku *Mimpi Anak Jadi Naga* (2007) dan penulis buku *Tulang
Miskin*(2007) mengungkapkan keprihatinnya tarhadap nasib anak-anak
Indonesia yang
kerap menjadi korban kekecewan atau kegagalan orang tua. Maksudnya, ia
kurang lebih ingin mengungkapkan banyak orang tua yang merasa gagal dalam
hal tertentu lalu ingin kegagalannya itu ditebus dengan memanfaatkan dan
oleh anak-anaknya. Mereka berusaha sekuat tenaga agar anak-anak mereka
berhasil sesuai dengan impian mereka, bukan impian anak-anak mereka. Dalam
pada itu tidak jarang para orang tua itu melakukannya dengan cara-cara yang
agak memaksakan kehendak.

Yang sering tidak kita sadari bahwa tiap-tiap anak atau individu itu
berbeda. Mereka masing-masing memiliki yang namanya *individual differencies
*. Dalam tataran yang lebih luas, orang tua dalam pengertian yang juga luas
seperti mentor, guru, pembimbing, atau apapun namanya, sering juga terjebak
dalam format pemaksaan, bahkan pemerkosaan terhadap hak-hak anak atau hak
individu lain. Dengan dalih agar bimbingannya sukes, ia paksa mereka bekerja
sesuai dengan gaya dan selera dia tanpa mempetimbangkan hasrat, psikologi,
serta dunia batin anak atau indvidu lain.

Intinya dalam hal mendidik anak hendaknya para orang tua bisa lebih bijak.
Memang adakalanya dalam hal mendidik disiplin kita harus keras. Yang salah
ya salah, dan yang benar ya benar. Jangan sesuatu yang salah dikatakan benar
atau bahkan ditutup-tutupi. Nanti anaknya menjadi peragu dan tidak tegas.
Namun, di sini yang penting adalah kita mendidik anak harus sesuai dengan
potensinya. Kalau potensinya hanya bisa membangun tipe rumah empat lima, ya
bangun tipe empat lima, jangan dipaksakan membangun rumah tipe tujuh puluh
atau tipe satu empat lima. Sebab rumah tipe empat lima juga asal penataan
bagus ya bagus juga hasilnya.

Kita semua tentu ingin agar anak-anak kita menjadi luar biasa dan hebat.
Namun kalau anak kita tidak memiliki kemampuan yang luar biasa, jangan
didorong-dorong atau bahkan dipaksa. Terimalah diri anak apa adanya dengan
ikhlas dan rela. Di dalam buku *Mimpi Anak Jadi Naga*, Joseph Landri menulis
begini, "Kalau diumpamakan, misalnya anak kita adalah jenis "bebek",
terimalah sebagai bebek. Jangan dipaksa menjadi elang." Sebab kalau dipaksa
akan susahlah nantinya.

Karena itu, barangkalai tugas dan tanggung jawab orang tua dalam hal
mendidik anak sebagai seorang individu terutama harus lebih menjadi
fasilitator dan motivator saja. Karena itu, langkah pertama yang perlu
mereka lakukan adalah menggali dan mengidentifikasi potensi dan kecerdasan
anak. Kecepatan belajar anak juga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan
kemampuan sang anak. Kerap terjadi para orang tua yang "kebelet" ingin
cepat-cepat melihat hasil dan impian mereka menjadi kenyataan pada
anak-anaknya. Lalu, mereka atur itu semua tanpa kompromi. Pokoknya,
anak-anaknya tinggal nunut saja.

Yang lebih parah adalah perlakuan para orang tua, guru, mentor, atau apapun
yang memandang anak atau asuhannya sebagai asset dan milik mereka, sehingga
anak boleh diperlakukan sekehendak dan kemauan mereka. Kita juga kerap
melihat para orang tua, guru, mentor, atau apapun yang seolah tidak rela
melihat anaknya maju sesuai dengan kodrat alamiahnya. Orang tua jenis ini
akan merasa senang dan bangga kalau anak-anaknya cuma ikut-ikutan saja.
Memang kata-katanya biasa terdengar indah, "Aku senang kalau kau bisa lebih
hebat bla…bla…bla…", tapi pada dasarnya ia lebih suka kalau anak-anaknya
sekadar menjadi bayang-bayang dirinya dan cuma mengekor saja.

Padahal Khalil Gibran mengatakan anak bukan milik kita, orang tua, tapi
milik dirinya sendiri. Mereka laksana busur anak panah, melesat menyongsong
masa depannya. So, kalau potensinya hanya menjadi bebek, ya jadikanlah dia
bebek, tapi yang baik, yang produktif. "Kalau sebagai bebek sudah bisa
berenang, menangkap ikan, mempunyai bulu yang bersih dan mengkilap indah
warnanya, serta bisa bernyanyi kwek-kwek, hal itu sudah lebih dari cukup.
Kalau dipaksan menjadi elang, mungkin hanya akan menjadi elang yang lemah,
tidak bisa terbang tinggi, dan tidak cakap menangkap mangsa. Walaupun hanya
menjadi bebek, anak kita harus menjadi bebek yang unggul. Jangan hanya
menjadi bebek yang bengong melulu, tidak bisa berenang, dan jangankan
menangkap ikan, bernyanyi kwek-kwek saja tidak bisa" (Landri, 2007:9-30).

Jangan sampe ujung-ujungnya nasib anak-anak kita jadi bebek tidak, elang pun
bukan. Yang lebih parah jangan-jangan anak kita malah menjadi "belang" alias
bebek yang elang yang sudah barang tentu tidak terlalu banyak gunanya sebab
ia hanya menjadi seeokor bebek lumpuh. Ya nggak?

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke