Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakaatuhu
Selamat Hari Raya Aidil Fitri 1 Syawal 1428 H
KETUPAT LEBARAN (1428)
 
Anak muda Ketua ROHIS itu menatapku tajam. Terlihat rona gusar di wajahnya yang 
biasa penuh semangat.  Aku sudah menduga apa yang ada dalam hatinya. Dia pasti 
kecewa, karena tahun ini jamaah mesjid kami akan berbagi lagi dalam merayakan 
hari raya Idul Fitri, tanggal 1 Syawal.  Kami, para jamaah mesjid baru saja 
terlibat dalam sebuah diskusi, dalam sebuah musyawarah, tentang bagaimana 
menyikapi kenyataan bahwa hari raya tahun ini kembali terpecah. Sebagian akan 
merayakannya sesudah selesai dengan 29 hari berpuasa, sementara sebagian yang 
lain akan menggenapkan bilangan puasa mereka menjadi 30 hari.  Seperti 
tahun-tahun lalu ketika hal yang sama muncul, sebagian dari jamaah berkeyakinan 
bahwa mereka wajib mentaati ’ulil amri’ alias pemerintah yang berkuasa. Yang 
lain beralasan bahwa perhitungan matematis yang dilakukan oleh ahli hitung 
lebih patut ditaati karena ahli hitung itu tidak mungkin mengada-ada, ditambah 
pula oleh ketentuan agama bahwa
 berpuasa pada tanggal 1 Syawal haram hukumnya. Kedua-dua pendapat itu sah-sah 
belaka. 
 
Dalam hal seperti ini aku selalu berusaha menempatkan diri di tengah-tengah. 
Tidak memihak kemanapun, meski aku tentu saja mempunyai pilihanku sendiri. Aku 
selalu mempersilahkan setiap pribadi mengikuti jalan mana yang mereka yakini, 
mau berhari raya besok atau mau menambah puasa satu hari lagi. Anak muda itu 
masih sekali-sekali mencuri pandang kepadaku. Sepertinya dia menginginkan agar 
aku, sebagai ketua pengurus mesjid, lebih tegas dalam bersikap. Tapi aku memang 
tidak mau  bergeser dari tempatku berpijak. Aku tidak akan memutuskan sesuatu 
secara sefihak, yang justru akan memperuncing perselisihan.
 
Dalam musyawarah yang nyaris agak emosional dan baru saja selesai, masih 
terngiang di telingaku, betapa kerasnya keyakinan pak Daud yang mengatakan 
bahwa perintah mentaati ’ulil amri min kum’ itu adalah perintah al Quran. Dan 
dia menyitir ayat itu, Yaa ayyuhallatziina aamanuu, athii'ulLaaha wa athii'ur 
rasuula wa ulil amri minkum. (Surah An Nisaa ayat 59). Namun alasan yang 
diberikan pak Suhaili tidak kalah bernasnya. Katanya, ’ulil amri’ kita terkesan 
tidak konsisten. Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan hari-hari besar agama, 
dan tentu saja termasuk hari besar Islam, dalam kalender resmi. Ketetapan atas 
hari-hari besar itu dikeluarkan dengan surat keputusan menteri agama. Artinya 
pemerintah sudah membuat perhitungan atau menghisab jauh hari sebelumnya. Tapi 
selalu saja, setiap akan memulai awal bulan puasa atau hari raya, pemerintah 
mengakomodir kembali metoda rukyat. Tidak ada yang salah dengan metoda rukyat 
itu kecuali bahwa me’rukyat’
 atau melihat anak bulan yang ukurannya super mini, waktunya hanya beberapa 
puluh detik, di langit yang hampir selalu ditutupi awan adalah pekerjaan yang 
lebih banyak kemungkinan gagalnya. Dan biasanya lagi, pemerintah akan 
mengumumkan bahwa berhubung karena anak bulan belum terlihat maka perhitungan 
bulan baru ditunda menjadi keesokan harinya. Arti menunda sampai besok itu sama 
saja dengan menyesuaikan dengan yang sudah tertera di penanggalan, seperti yang 
juga terjadi pada tahun ini.
 
Musyawarah kami tadi diakhiri dengan kesepakatan bahwa masing-masing jamaah 
bebas untuk memilih. Mau berhari raya besok atau lusa silahkan. Silahkan 
disesuaikan dengan keyakinan hati nurani masing-masing. Inilah yang ditentang 
oleh anak muda ketua ROHIS. 
 
Anak muda itu akhirnya datang mendekatiku dan kami terlibat lagi dalam 
perbincangan.
 
’Maaf, pak. Bapak sendiri, seperti bapak katakan akan berhari raya besok 
bukan?’ katanya memulai.
 
’Benar. Insya Allah begitu,’ jawabku. 
 
’Bapak sependapat dengan pak Suhaili?’ tanyanya pula.
 
’Saya sependapat dengan hasil hisab,’ jawabku pula.
 
’Bukankah keterangan pak Suhaili lebih masuk di akal? Dan ternyata bapakpun 
sependapat untuk mempercayai hasil perhitungan. Kenapa bapak tidak menetapkan 
saja, bahwa mesjid kita ini berhari raya besok? Bapak berikan alasan seperti 
yang diberikan pak Suhaili, insya Allah jamaah akan mengikuti bapak,’ desaknya.
 
’Tidak bisa demikian. Kenyataannya, kebanyakan jamaah cenderung menunggu 
keputusan pemerintah. Bukankah telah kamu lihat bahwa kita bermusyawarah secara 
baik-baik dan masing-masing pihak mempunyai alasan dan keyakinan yang berbeda? 
Dan disamping itu pula, ini adalah masalah keyakinan, dan saya tidak boleh 
melawan keyakinan mayoritas jamaah. Kita semua sudah mendengar semua alasan dan 
keterangan maka sekarang terpulang kepada hati nurani kita masing-masing,’ aku 
mencoba menjelaskan.
 
’Kalau menurut bapak bagaimana hukumnya seandainya kita masih berpuasa besok?’ 
tanyanya lagi.
 
’Bagi saya, yang berkeyakinan bahwa besok adalah tanggal 1 Syawal, haram 
hukumnya berpuasa.’
 
’Nah, buat jamaah yang lain itu? Kalau besok mereka berpuasa, apakah tidak 
haram hukumnya?’
 
’Kalau menurut keyakinan mereka besok belum tanggal 1 Syawal, lalu mereka 
berpuasa tidak ada masalah buat mereka.’
 
’Tapi ada yang berkeyakinan bahwa besok memang sudah tanggal 1 Syawal, tapi 
mereka masih saja mau taat kepada ’ulil amri’. Yang seperti ini bagaimana 
menurut bapak?’ tanyanya setengah menjebak.
 
’Apakah kamu yakin ada yang seperti itu? Yang saya simak adalah pernyataan pak 
Daud bahwa kita tidak mempunyai keahlian, maka kita serahkan saja kepada 
petugas ’ulil amri’ dan kita taati ’ulil amri’. Seperti itu yang saya dengar.’
 
’Tapi bukankah dengan demikian kita tidak tegas? Kita tidak punya keahlian. Ada 
orang yang mempunyai keahlian, mereka melakukan hisab atau perhitungan, tapi 
kita tidak mau menerima hasil perhitungan mereka. Tapi mau menerima keputusan 
’ulil amri’ yang berdalih  karena hilal tidak terlihat sebab tertutup awan?’
 
’Untuk diri saya, maka saya sependapat dengan kamu. Saya percaya kepada 
perhitungan ahli hisab itu. Itu sebabnya saya berhari raya besok,’ jawabku pula.
 
’Dan bapak tidak mau mengajak jamaah mesjid ini mengikuti bapak?’
 
’Saya sudah menyatakan terang-terangan bahwa besok saya tidak akan puasa lagi. 
Tapi saya tidak bisa memaksa-maksa atau memprovokasi jamaah lain agar mengikuti 
saya. Tidak mungkin itu saya lakukan. Tapi kalau ada di antara mereka mau ikut, 
silahkan. Saya tidak mungkin pula melarangnya.’
 
’Sayang sekali, pak. Apakah umat Islam di negeri kita akan begini terus? Selalu 
sulit dipersatukan?’ ungkapnya kecewa.
 
’Mudah-mudahan satu saat nanti akan ada perubahan. Mudah-mudahan ada jalan 
keluarnya,’ jawabku asal-asalan.
 
’Apakah bapak melihat jalan keluar itu?’ tanyanya lagi.
 
’Mungkin suatu saat nanti pemerintah bisa lebih tegas. Misalnya, diawali dengan 
mengajak para ahli hisab untuk bersama-sama menghitung peredaran bulan dalam 
satu tahun. Persis seperti yang dilakukan pemerintah ketika akan menetapkan 
hari-hari besar. Pemerintah seyogianya melibatkan sebanyak mungkin ahli hisab 
yang mewakili setiap organisasi massa umat Islam. Sesudah dimusyawarahkan 
seperti itu, baru dituntaskan dan ditetapkan dengan sebuah ketetapan pemerintah 
yang tidak boleh lagi dibatalkan. Tentu saja pemerintah harus pula 
mensosialisasikan kenyataan bahwa untuk melihat bulan di penghujung setiap 
bulan qamariah itu, lebih banyak kemungkinan gagalnya karena negeri kita sangat 
berawan. Nah, kalau sudah ditetapkan begitu, tidak boleh ada lagi perhitungan 
susulan. Tidak boleh ada lagi yang membatalkan ketetapan itu. Dengan demikian 
barulah semua orang harus benar-benar tunduk kepada keputusan pemerintah. 
Keputusan ’ulil amri’. Begitu pendapat
 saya,’ aku mencoba menjelaskan panjang lebar.
 
’Wah. Bukankah itu sebuah jalan keluar yang sangat elok pak. Kenapa tidak bapak 
usulkan saja langsung kepada pemerintah agar melakukan seperti itu?’  
 
’Nantilah, kalau saya sudah berkenalan dengan salah seorang menteri,’ jawabku 
tersenyum.
 
’Betul, pak. Pendapat bapak itu sangat masuk akal. Dan mudah-mudahan dengan 
cara seperti itu tidak akan ada lagi jamaah dalam satu mesjid berhariraya di 
hari yang berbeda,’ tambahnya bersemangat.
 
Malam harinya, sesudah shalat isya, aku meninggalkan mesjid ketika jamaah 
bersiap-siap akan melakukan shalat tarawih. Shalat tarawih mereka yang 
terakhir. Ada beberapa orang jamaah lain yang juga ikut keluar. Aku 
menggumamkan takbir dalam hati disela-sela langkahku menuju rumah. Allaahu 
Akbar Allaahu Akbar Allaahu Akbar,  Laa ilaaha illa ‘Llaahu wAllahu Akbar – 
Allaahu Akbar waliLlaahil  hamd. Allaahu Akbar – Allaahu Akbar – Allaahu Akbar 
Allaahu Akbar Kabiiran, walhamdu liLlaahi katsiiran, wa subhanaLlaahi bukratan 
wa ashiila, Laa ilaaha illa ‘Llaahu wAllaahu Akbar – Allaahu Akbar waliLlaahil  
hamd.
 
Allah Maha Besar, segala puji hanya kepunyaan Allah. Takbir yang menggema, kali 
ini hanya dalam rongga dadaku saja
 
Jatibening, awal Syawal 1428H.
 
 
                                                               *****
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 
St. Lembang Alam
http://lembangalam.multiply.com
http://360.yahoo.com/stlembang_alam



----- Original Message ----
From: Khairul Yanis <[EMAIL PROTECTED]>
To: RantauNet@googlegroups.com
Sent: Saturday, October 13, 2007 5:33:20 AM
Subject: [EMAIL PROTECTED] Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1428H

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1428H, semoga di hari yang fitri ini kita sama-sama 
kembali kepada fitrahnya, suci lahir dan bathin. 

Mohon maaf atas kesalah dan kekhilafan yang telah diperbuat selama ini.

Wassalam, 
-- 
Khairul Yanis
--------------------
0813 861 48475
http://www.creatingsmartkids.com
http://www.ayoberbagi.blogspot.com 


       
____________________________________________________________________________________
Be a better Globetrotter. Get better travel answers from someone who knows. 
Yahoo! Answers - Check it out.
http://answers.yahoo.com/dir/?link=list&sid=396545469
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti (unsubscribe), kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke