Assalammualaikum Wr Wb
   
  Ma kasih atas kiriman tulisan ini.
  Tapi koreksi dikit. Salah satu yang dikirim Bank Nasional ba guru ka Bung 
Hatta bukan Damhoeri, tapi Damanhuri. Baliau papa hanifah. Papa sangaik 
mangagumi bapak Anwar dan satu satu no Jas papa nan hanifah tau adolah jas WOL 
paragiahan bapak Anwar dun. Nan bapakai taruih di papa kalau papa pai baralek 
di kampuang.
   
  Wass
   
  Hanifah Damanhuri

[EMAIL PROTECTED] wrote:
  
Anwar St. Saidi   Sejarah Entrepreneurship Minangkabau: Anwar St. Saidi Putra 
Minang penggagas Bank Nasional   Orang Minang memang pedagang tulen dari dulu, 
tapi mereka pakai sistem tradisional: uang dan emas disimpan dalam peti atau 
karung, disembunyikan di tempat yang aman di kedai atau di rumah. Jarang yang 
mau berurusan dengan bank dan asuransi. Jika terjadi kebakaran, misalnya, uang 
dan harta benda mereka bisa licin tandas dilalap “sigulambai”, seperti dicatat 
dalam Kitab Sjair Pasar Kampoeng Djawa Padang terbakar pada 5 Juli 1904 oleh 
Mohamad Thahar galar Radja Mangkoeta (Padang: De Volharding, 1906): Habis 
segala barang dagangan / oeang dan emas beriboe etongan / tidak berapa dapat 
pertoeloengan / menjadi aboe sampai bilangan (hal.2). Namun, di tahun 1930-an 
muncul gagasan dari seorang putra Minang untuk mendirikan bank guna memajukan 
usaha perdagangan dan perekonomian urang awak. Siapa dia kalau bukan Anwar St. 
Saidi.   Lahir di Sungai Puar tanggal 19 April 1910,
 pendidikan formal Anwar St. Saidi tidaklah tinggi benar: setelah tamat sekolah 
dasar 5 tahun (Goevernement 2de klas) di Payakumbuh, Anwar, sebagaimana 
biasanya para pemuda Sungai Puar, terjun ke dalam usaha dagang dan kerajinan. 
Ia berdagang kain di kota Bukittinggi.         Usaha dagang Anwar beroleh 
kemajuan. Pada tahun 1920-an ia sudah ulang-alik ke Jawa mengurus bisnisnya. 
Angin nasionalisme yang sedang berhembus kencang pada waktu itu juga membakar 
jiwa Anwar. Pada masa itu semangat nasionalisme bisa menghinggapi jiwa kaum 
muda yang berpikiran maju, baik mereka yang berpendidikan akademis maupun yang 
bergerak di jalur swasta, misalnya perdagangan, seperti yang ditunjukkan oleh 
pemuda Awar.         Sambil mengurus bisnisnya ke Jawa, Anwar berhubungan 
dengan Dr. Soetomo yang pada tahun 1929 mendirikan Maskapai Dagang Indonesia 
dan Bank Nasional Indonesia di Surabaya yang bertujuan memajukan perekonomian 
rakyat yang tertindas di bawah penjajahan Belanda. Anwar belajar
 kepada Dr. Soetomo mengenai seluk-beluk dunia perbankan, dan ingin 
mengaplikasikannya di kampung halamannya sendiri di Sumatra Barat. Untuk 
mewujudkan cita-citanya itu, anwar lalu menghubungi para saudagar anggota 
H.S.I. (Himpunan Saudagar Indonesia) di Bukittinggi. Kepada mereka Anwar 
mengutarakan maksudnya untuk mendirikan bank, mengikut model yang dibuat Dr. 
Soetomo di Jawa.   H.S.I. menyetujui ide Anwar itu. Lalu dibentuklah Panitia 
Sementara (Voorlopig Committee) yang terdiri dari 10 orang, yaitu  H. Mohd. 
Jatim, M. Dt. Mangulak Basa, H. Sjamsuddin, H. Mohd. Thaher, H.M.S. Sulaiman, 
Djamin Tk. Mudo, H. Sjarkawi Chalidi, Rasjid St. Tumanggung, Malin Sulaiman, 
dan Anwar sendiri yang berusia paling muda. Tugas panitia itu mempersiapkan dan 
membentuk bank yang dicita-citakan itu. Anwar mengusulkan semua anggota 
Voorlopig Committee langsung menjadi pendiri (oprichter) bank itu, dengan 
menyetor modal masing-masing sebanyak Rp.5000,- sehingga terkumpul modal 
sebanyak Rp.
 50.000,- uang masa itu. Rupanya anggota Panitia yang lain tidak menyanggupi. 
Namun, Anwar tetap pada pendiriannya: sebanyak itulah minimal modal awal untuk 
mendirikan sebuah bank—yang sebenarnya jauh lebih kecil dari jumlah modal milik 
bank-bank bangsa asing ketika itu yang punya modal ratusan ribu dan jutaan 
rupiah. Dalam salah satu rapat Panitia malah terlihat kecurigaan generasi tua 
terhadap generasi muda.   Akhirnya dicapai suatu konsensus: diusulkan buat 
sementara mendirikan Abuan Saudagar, menjelang didapat modal sebanyak yang 
dibutuhkan. Anwar setuju, paling tidak sebagai langkah awal menuju pendirian 
bank yang dicita-citakannya. Abuan Saudagar segera terbentuk, sekalian dengan 
pengurusnya: 5 orang dari kalangan Panitia 10, termasuk Anwar yang menjadi 
sekretaris, sedangkan seorang komisaris bukan berasal dari pendiri, yaitu 
Buyung St. Burhaman.         Bank yang dicita-citakan Anwar akhirnya terbentuk 
juga, yang  diberi nama Bank Nasional, seperti nama bank yang
 dibentuk Dr. Soetomo di Jawa. Bank milik urang awak itu resmi berdiri tanggal 
27 Desember 1930 di Bukittinggi, yang direstui oleh Dr. Soetomo dan juga oleh 
Bung Hatta. Ketika beliau kembali dari pembuangan di Bandaneira, Bung Hatta 
bersedia mendidik tiga kader Bank Nasional, yaitu Munir, Bachtul Nazar, dan 
Damhoeri.         Tahun 1930-an Anwar berkali-kali diangkat menjadi direktur 
Bank Nasional yang dirintisnya itu. Tahun 1938 ia memprakarsai berdirinya empat 
perusahaan yaitu, P.T. Inkorba, P.T. Bumi Putera, P.T. Andalas, dan P.T. Fort 
de Kock. Dalam usaha memajukan perekonomian nasional, Anwar didampingi oleh 
Chatib Sulaiman, Mr. Nasrun, dll.         Anwar juga mendirikan sekolah Taman 
Siswa di Bukittinggi. Gedungnya diberi nama  Balairung Nasional (letaknya di 
komplek S.a.A. dulu), yang diresmikan oleh pantolan gerakan nasional,  M. 
Yamin.         Bank Nasional dan bisnis Anwar beroleh kemajuan. Tetapi pilitik 
mengalami instabilitas lagi menyusul meletusnya Perang Dunia
 ke-2. Jepang menyerbu Indonesia, termasuk Bukittinggi. Mereka menangkapi para 
pemimpin pergerakan nasional, termasuk Anwar St. Saidi. Namun kemudian Anwar 
dibebaskan atas bantuan Bung Karno yang kebetulan waktu itu berada di Sumatra 
Barat.         Di zaman perang itu kegiatan Bank Nasional terus berlanjut. 
Karena ancaman inflasi di zaman Jepang, modal Bank Nasional coba diselamatkan 
dengan menjadikannya emas dan benda tetap (bangunan, tanah, dll). Pilihan itu 
ternyata tepat; inflasi melambung dan banyak bank swasta gulung tikar.         
Anwar bersikap anti Jepang. Ketika teman-temannya, seperti M. Sjafei dan Khatib 
Sulaiman, mendirikan Gyugun (Laskar Rakyat) yang membantu Jepang, Anwar menolak 
untuk ikut. Tetapi setelah Gyugun diubah menjadi  Tentara Keamanan Rakyat (TKR) 
setelah proklamasi, Anwar dan Bank Nasional aktif memberikan dukungan moral dan 
keuangan. Selepas Jepang pergi, Anwar duduk sebagai Eksekutif Komite Nasional 
Indonesia (KNI) Sumatra Barat, mendampingi Dr.
 Djamil dan Mr. St. Mohd. Rasjid.             Pada masa revolusi fisik Anwar 
terjun ke dalam bisnis percetakan: ia mendirikan Percetakan Nusantara. 
Percetakan ini antara lain menerbitkan buku-buku Tan Malaka, bekerja sama 
dengan Bagian Penerangan Divisi Banteng.         Anwar juga pernah diculik oleh 
sekelompok Pembanteras Anti Kemerdekaan Indonesia (PAKI), tapi kemudian 
dibebaskan oleh TNI atas perintah Kolonel Ismail Lengah. Penculikan itu 
dilakukan atas hasutan Buya Saalah St. Mangkuto, yang kemudian diadili karena 
kesalahaannya itu. Waktu itu terjadi perselisihan tajam di antara 
kelompok-kelompok laskar pejuang republik di Sumatra Barat, yang puncaknya 
dikenal sebagai Peristiwa 3 Maret (lihat: Audrey R. Kahin, “Some Preliminary 
Observations on West Sumatra during the Revolution”, Indonesia 18 [October 
1974]: 77-117 [pada hal.95-8]). Namun, kemudian laskar-laskar pejuang bersatu 
lagi menghadapi Agresi Militer Belanda I. Anwar dan Buya Saalah St. Mangkuto 
malah
 bahu-membahu melawan Belanda yang hendak menjajah Indonesia kembali.   Setelah 
Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Anwar kembali membenahi Bank 
Nasional, dibantu oleh Dt. Pamuncak. Tahun 1951 bank itu sudah beroperasi 
kembali, dan menunjukkan perkembangan: neraca Ban Nasional per Desember 1957 
mencatat angka sebanyak kurang lebih Rp. 66 juta. Anwar juga membenahi 
badan-badan usaha yang dikelola Bank Nasional: N.V. Inkorba dijadikan 
perusahaan induk yang membawahi N.V. Candi Minang dan N.V. Nusantara.   Anwar 
juga membangun Hotel Minang di Bukittinggi dan di tepian Danau Singkarak. 
Walaupun punya banyak uang ia tidak membeli tanah rakyat di tepian danau itu; 
ia tetap menyewanya dari penduduk, agar ekonomi rakyat tetap hidup (Sastri 
Sunarti, email 10-07-2006). Anwar juga membenahi Percetakan Nusantara dengan 
menyertakan saham-saham bumiputera. Percetakan ini kemudian menjadi yang 
terbesar di Sumatra Tengah.         Instabilitas politik kembali terjadi di 
Sumatra
 Barat menyusul peristiwa PRRI, yang berdampak kepada bisnis Anwar dan Bank 
Nasional. Jika instabilitas politik terjadi, Anwar biasanya ‘meloncat’ ke 
bidang politik. Tahun 1960 Anwar ditunjuk menjadi angota DEPERNAS (Dewan 
Perancang Nasional) sebagai tenaga ahli. Karena keahliannya di bidang ekonomi, 
Anwar kemudian diangkat pula menjadi anggota MPRS. Namun, naluri bisnisnya 
tetap hidup: tahun 1964 ia terjun ke bisnis tekstil, antara lain dengan 
mengaktifkan kembali pabrik tenun TPA (Tenun Padang Asli) yang sudah lama 
ditutup.   Pada akhir 1990-an, di zaman Gubernur Hasan Basri Durin, aset Bank 
Nasional yang dirintis Anwar diakuisisi Grup Bakrie; namanya berubah menjadi 
Bank Niaga. Di salah satu situs internet urang awak saya baca sebuah surat 
pembaca: ‘inilah salah satu “dosa besar” Hasan Basri Durin’: merestui akuisisi 
Bank Nasional oleh Grup Bakrie.         Gelombang ekonomi dan politik telah 
menarik sebagian besar hidup Anwar St. Saidi. Sumbangsihnya terhadap Indonesia,
 Sumatra Barat khususnya, cukup besar, baik di bidang ekonomi maupun politik 
(lihat: Audrey R. Kahin, “Repression and Regroupment: Religious and Nationalist 
Organizations in West Sumatra in the 1930s”, Indonesia 38 [October 1984]: 
39-54).     Anwar St. Saidi adalah pengusaha yang rendah hati: di ulang 
tahunnya ke-60 tahun 1970 di kartu undangan ditulisnya: “tak usah membawa 
karangan bunga”. Menikah dengan Ramayan binti Zaini tahun 1927 (atau 1929?) 
beliau dikaruniai 4 orang anak (3 perempuan; 2 laki-laki): Rustam Anwar 
(meninggal thn. 2000), Sukarni Anwar (meninggal thn. 2005), Wardiati Anwar, 
Wardiana Anwar, dan Rinaldhy Anwar. Anak pertama mereka (kakak Rustan) 
meninggal ketika baru dilahirkan.   Anwar St. Saidi meninggal di Padang bulan 
Juni 1976. Penulisan biografi singkat beliau ini, dan juga fotonya ini, 
sebagian besar merujuk kepada tulisan Aziz Thaib dkk., Buku Peringatan 40  
Tahun P.T. Bank Nasional (Bukittinggi: P.T. Bank Nasional, 1970:349-51), dengan 
tambahan
 informasi dari Rinaldhy Anwar.   Anwar St. Saidi dan Bank Nasional yang 
dirintisnya adalah bagian dari jejak sejarah entrepreneurship Minangkabau yang 
perlu didokumentasikan.   Suryadi, pengajar di Fakultas Sastra, dan kandidat 
doctor di CNWS Leiden University, Belanda   Sumber : www.padangmedia.com 




       
---------------------------------
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

<<image/gif>>

<<image/gif>>

Kirim email ke