Mamak Khaidir,
Tulisan tu ambo tulis dulu dengan menyigi berbagai buku dan majalah2 lamo di 
Leiden dan ado juo tambahan informasi dri anak alm. Anwar St. Saidi nan 
bermukim di Jakarta. Itu hanyo artikel saja (pernah dimuek di Padang Ekspres 
dan kemudian dimuek pulo di Ranah Minang com). Memang salut kito jo urang tuo2 
kito dulu. Entrepreneurshipnyo betul2 habat.

salam,
Suryadi


----- Pesan Asli ----
Dari: chaidir latief <[EMAIL PROTECTED]>
Kepada: RantauNet@googlegroups.com; rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Sabtu, 8 Desember, 2007 1:22:38
Topik: [EMAIL PROTECTED] Re: Anwar St. Saidi : Ditulis oleh Suryadi


Dima ambo dapek mambali buku ko
Tariko kasih
Ch N Latief

[EMAIL PROTECTED] wrote:

Anwar St. Saidi 
Sejarah Entrepreneurship Minangkabau: Anwar St. Saidi Putra Minang penggagas 
Bank Nasional 
Orang Minang memang pedagang tulen dari dulu, tapi mereka pakai sistem 
tradisional: uang dan emas disimpan dalam peti atau karung, disembunyikan di 
tempat yang aman di kedai atau di rumah. Jarang yang mau berurusan dengan bank 
dan asuransi. Jika terjadi kebakaran, misalnya, uang dan harta benda mereka 
bisa licin tandas dilalap “sigulambai”, seperti dicatat dalam Kitab Sjair Pasar 
Kampoeng Djawa Padang terbakar pada 5 Juli 1904 oleh Mohamad Thahar galar Radja 
Mangkoeta (Padang: De Volharding, 1906): Habis segala barang dagangan / oeang 
dan emas beriboe etongan / tidak berapa dapat pertoeloengan / menjadi aboe 
sampai bilangan (hal.2). Namun, di tahun 1930-an muncul gagasan dari seorang 
putra Minang untuk mendirikan bank guna memajukan usaha perdagangan dan 
perekonomian urang awak. Siapa dia kalau bukan Anwar St. Saidi. 
Lahir di Sungai Puar tanggal 19 April 1910, pendidikan formal Anwar St. Saidi 
tidaklah tinggi benar: setelah tamat sekolah dasar 5 tahun (Goevernement 2de 
klas) di Payakumbuh, Anwar, sebagaimana biasanya para pemuda Sungai Puar, 
terjun ke dalam usaha dagang dan kerajinan. Ia berdagang kain di kota 
Bukittinggi. 
    
Usaha dagang Anwar beroleh kemajuan. Pada tahun 1920-an ia sudah ulang-alik ke 
Jawa mengurus bisnisnya. Angin nasionalisme yang sedang berhembus kencang pada 
waktu itu juga membakar jiwa Anwar. Pada masa itu semangat nasionalisme bisa 
menghinggapi jiwa kaum muda yang berpikiran maju, baik mereka yang 
berpendidikan akademis maupun yang bergerak di jalur swasta, misalnya 
perdagangan, seperti yang ditunjukkan oleh pemuda Awar. 
    
Sambil mengurus bisnisnya ke Jawa, Anwar berhubungan dengan Dr. Soetomo yang 
pada tahun 1929 mendirikan Maskapai Dagang Indonesia dan Bank Nasional 
Indonesia di Surabaya yang bertujuan memajukan perekonomian rakyat yang 
tertindas di bawah penjajahan Belanda. Anwar belajar kepada Dr. Soetomo 
mengenai seluk-beluk dunia perbankan, dan ingin mengaplikasikannya di kampung 
halamannya sendiri di Sumatra Barat. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, anwar 
lalu menghubungi para saudagar anggota H.S.I. (Himpunan Saudagar Indonesia) di 
Bukittinggi. Kepada mereka Anwar mengutarakan maksudnya untuk mendirikan bank, 
mengikut model yang dibuat Dr. Soetomo di Jawa. 
H.S.I. menyetujui ide Anwar itu. Lalu dibentuklah Panitia Sementara (Voorlopig 
Committee) yang terdiri dari 10 orang, yaitu  H. Mohd. Jatim, M. Dt. Mangulak 
Basa, H. Sjamsuddin, H. Mohd. Thaher, H.M.S. Sulaiman, Djamin Tk. Mudo, H. 
Sjarkawi Chalidi, Rasjid St. Tumanggung, Malin Sulaiman, dan Anwar sendiri yang 
berusia paling muda. Tugas panitia itu mempersiapkan dan membentuk bank yang 
dicita-citakan itu. Anwar mengusulkan semua anggota Voorlopig Committee 
langsung menjadi pendiri (oprichter) bank itu, dengan menyetor modal 
masing-masing sebanyak Rp.5000,- sehingga terkumpul modal sebanyak Rp. 50.000,- 
uang masa itu. Rupanya anggota Panitia yang lain tidak menyanggupi. Namun, 
Anwar tetap pada pendiriannya: sebanyak itulah minimal modal awal untuk 
mendirikan sebuah bank—yang sebenarnya jauh lebih kecil dari jumlah modal milik 
bank-bank bangsa asing ketika itu yang punya modal ratusan ribu dan jutaan 
rupiah. Dalam salah satu rapat Panitia malah terlihat
 kecurigaan generasi tua terhadap generasi muda. 
Akhirnya dicapai suatu konsensus: diusulkan buat sementara mendirikan Abuan 
Saudagar, menjelang didapat modal sebanyak yang dibutuhkan. Anwar setuju, 
paling tidak sebagai langkah awal menuju pendirian bank yang dicita-citakannya. 
Abuan Saudagar segera terbentuk, sekalian dengan pengurusnya: 5 orang dari 
kalangan Panitia 10, termasuk Anwar yang menjadi sekretaris, sedangkan seorang 
komisaris bukan berasal dari pendiri, yaitu Buyung St. Burhaman. 
    
Bank yang dicita-citakan Anwar akhirnya terbentuk juga, yang  diberi nama Bank 
Nasional, seperti nama bank yang dibentuk Dr. Soetomo di Jawa. Bank milik urang 
awak itu resmi berdiri tanggal 27 Desember 1930 di Bukittinggi, yang direstui 
oleh Dr. Soetomo dan juga oleh Bung Hatta. Ketika beliau kembali dari 
pembuangan di Bandaneira, Bung Hatta bersedia mendidik tiga kader Bank 
Nasional, yaitu Munir, Bachtul Nazar, dan Damhoeri. 
    
Tahun 1930-an Anwar berkali-kali diangkat menjadi direktur Bank Nasional yang 
dirintisnya itu. Tahun 1938 ia memprakarsai berdirinya empat perusahaan yaitu, 
P.T. Inkorba, P.T. Bumi Putera, P.T. Andalas, dan P.T. Fort de Kock. Dalam 
usaha memajukan perekonomian nasional, Anwar didampingi oleh Chatib Sulaiman, 
Mr. Nasrun, dll. 
    
Anwar juga mendirikan sekolah Taman Siswa di Bukittinggi. Gedungnya diberi nama 
 Balairung Nasional (letaknya di komplek S.a.A. dulu), yang diresmikan oleh 
pantolan gerakan nasional,  M. Yamin. 
    
Bank Nasional dan bisnis Anwar beroleh kemajuan. Tetapi pilitik mengalami 
instabilitas lagi menyusul meletusnya Perang Dunia ke-2. Jepang menyerbu 
Indonesia, termasuk Bukittinggi. Mereka menangkapi para pemimpin pergerakan 
nasional, termasuk Anwar St. Saidi. Namun kemudian Anwar dibebaskan atas 
bantuan Bung Karno yang kebetulan waktu itu berada di Sumatra Barat. 
    
Di zaman perang itu kegiatan Bank Nasional terus berlanjut. Karena ancaman 
inflasi di zaman Jepang, modal Bank Nasional coba diselamatkan dengan 
menjadikannya emas dan benda tetap (bangunan, tanah, dll). Pilihan itu ternyata 
tepat; inflasi melambung dan banyak bank swasta gulung tikar. 
    
Anwar bersikap anti Jepang. Ketika teman-temannya, seperti M. Sjafei dan Khatib 
Sulaiman, mendirikan Gyugun (Laskar Rakyat) yang membantu Jepang, Anwar menolak 
untuk ikut. Tetapi setelah Gyugun diubah menjadi  Tentara Keamanan Rakyat (TKR) 
setelah proklamasi, Anwar dan Bank Nasional aktif memberikan dukungan moral dan 
keuangan. Selepas Jepang pergi, Anwar duduk sebagai Eksekutif Komite Nasional 
Indonesia (KNI) Sumatra Barat, mendampingi Dr. Djamil dan Mr. St. Mohd. Rasjid. 
    
    
Pada masa revolusi fisik Anwar terjun ke dalam bisnis percetakan: ia mendirikan 
Percetakan Nusantara. Percetakan ini antara lain menerbitkan buku-buku Tan 
Malaka, bekerja sama dengan Bagian Penerangan Divisi Banteng. 
    
Anwar juga pernah diculik oleh sekelompok Pembanteras Anti Kemerdekaan 
Indonesia (PAKI), tapi kemudian dibebaskan oleh TNI atas perintah Kolonel 
Ismail Lengah. Penculikan itu dilakukan atas hasutan Buya Saalah St. Mangkuto, 
yang kemudian diadili karena kesalahaannya itu. Waktu itu terjadi perselisihan 
tajam di antara kelompok-kelompok laskar pejuang republik di Sumatra Barat, 
yang puncaknya dikenal sebagai Peristiwa 3 Maret (lihat: Audrey R. Kahin, “Some 
Preliminary Observations on West Sumatra during the Revolution”, Indonesia 18 
[October 1974]: 77-117 [pada hal.95-8]). Namun, kemudian laskar-laskar pejuang 
bersatu lagi menghadapi Agresi Militer Belanda I. Anwar dan Buya Saalah St. 
Mangkuto malah bahu-membahu melawan Belanda yang hendak menjajah Indonesia 
kembali. 
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia, Anwar kembali membenahi 
Bank Nasional, dibantu oleh Dt. Pamuncak. Tahun 1951 bank itu sudah beroperasi 
kembali, dan menunjukkan perkembangan: neraca Ban Nasional per Desember 1957 
mencatat angka sebanyak kurang lebih Rp. 66 juta. Anwar juga membenahi 
badan-badan usaha yang dikelola Bank Nasional: N.V. Inkorba dijadikan 
perusahaan induk yang membawahi N.V. Candi Minang dan N.V. Nusantara. 
Anwar juga membangun Hotel Minang di Bukittinggi dan di tepian Danau Singkarak. 
Walaupun punya banyak uang ia tidak membeli tanah rakyat di tepian danau itu; 
ia tetap menyewanya dari penduduk, agar ekonomi rakyat tetap hidup (Sastri 
Sunarti, email 10-07-2006). Anwar juga membenahi Percetakan Nusantara dengan 
menyertakan saham-saham bumiputera. Percetakan ini kemudian menjadi yang 
terbesar di Sumatra Tengah. 
    
Instabilitas politik kembali terjadi di Sumatra Barat menyusul peristiwa PRRI, 
yang berdampak kepada bisnis Anwar dan Bank Nasional. Jika instabilitas politik 
terjadi, Anwar biasanya ‘meloncat’ ke bidang politik. Tahun 1960 Anwar ditunjuk 
menjadi angota DEPERNAS (Dewan Perancang Nasional) sebagai tenaga ahli. Karena 
keahliannya di bidang ekonomi, Anwar kemudian diangkat pula menjadi anggota 
MPRS. Namun, naluri bisnisnya tetap hidup: tahun 1964 ia terjun ke bisnis 
tekstil, antara lain dengan mengaktifkan kembali pabrik tenun TPA (Tenun Padang 
Asli) yang sudah lama ditutup. 
Pada akhir 1990-an, di zaman Gubernur Hasan Basri Durin, aset Bank Nasional 
yang dirintis Anwar diakuisisi Grup Bakrie; namanya berubah menjadi Bank Niaga. 
Di salah satu situs internet urang awak saya baca sebuah surat pembaca: ‘inilah 
salah satu “dosa besar” Hasan Basri Durin’: merestui akuisisi Bank Nasional 
oleh Grup Bakrie. 
    
Gelombang ekonomi dan politik telah menarik sebagian besar hidup Anwar St. 
Saidi. Sumbangsihnya terhadap Indonesia, Sumatra Barat khususnya, cukup besar, 
baik di bidang ekonomi maupun politik (lihat: Audrey R. Kahin, “Repression and 
Regroupment: Religious and Nationalist Organizations in West Sumatra in the 
1930s”, Indonesia 38 [October 1984]: 39-54).   
Anwar St. Saidi adalah pengusaha yang rendah hati: di ulang tahunnya ke-60 
tahun 1970 di kartu undangan ditulisnya: “tak usah membawa karangan bunga”. 
Menikah dengan Ramayan binti Zaini tahun 1927 (atau 1929?) beliau dikaruniai 4 
orang anak (3 perempuan; 2 laki-laki): Rustam Anwar (meninggal thn. 2000), 
Sukarni Anwar (meninggal thn. 2005), Wardiati Anwar, Wardiana Anwar, dan 
Rinaldhy Anwar. Anak pertama mereka (kakak Rustan) meninggal ketika baru 
dilahirkan. 
Anwar St. Saidi meninggal di Padang bulan Juni 1976. Penulisan biografi singkat 
beliau ini, dan juga fotonya ini, sebagian besar merujuk kepada tulisan Aziz 
Thaib dkk., Buku Peringatan 40  Tahun P.T. Bank Nasional (Bukittinggi: P.T. 
Bank Nasional, 1970:349-51), dengan tambahan informasi dari Rinaldhy Anwar. 
Anwar St. Saidi dan Bank Nasional yang dirintisnya adalah bagian dari jejak 
sejarah entrepreneurship Minangkabau yang perlu didokumentasikan. 
Suryadi, pengajar di Fakultas Sastra, dan kandidat doctor di CNWS Leiden 
University, Belanda 
Sumber : www.padangmedia.com 


Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now.


      
________________________________________________________ 
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru! 
http://id.yahoo.com/
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke