Tarimo kasih atas masukkannya bundo. Tapi kenapa email ibu dianggap spam
yach ?



On Dec 27, 2007 8:11 PM, Lies Suryadi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

>
>
> *Padang Ekspres, Minggu, 1 Juli 2007*
>  STEMPEL DATUAK KATUMANGGUNGAN DAN DATUAK PARPATIAH NAN 
> SABATANG<http://mantagisme.blogspot.com/2007/10/stempel-datuak-katumanggungan-dan.html>
>
> OLEH Suryadi
>
>
>
> Umumnya orang Minangkabau – bukan *Minang* *kerbau* seperti acap kali
> ditulis dalam koran *Soenting* *Melajoe* pimpinan Mahyuddin Dt. St.
> Maharadja – mengenal nama Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan
> Sabatang. Mereka termasuk *founding* *father* orang Minang. Nama keduanya
> disebut-sebut dalam berbagai wacana kebudayaan Minangkabau – dalam *tambo*,
> dalam cerita rakyat, dalam *pidato* *adat* *dan* *pasambahan*, dalam *kaba
> *, dan mungkin juga dalam mimpi para *datuak* kita. Konon jejaknya juga
> dapat dilacak dalam *material* *culture* Minangkbau: ada *Batu* *Batikam*di 
> Batusangkar, sebagai 'bukti arkeologis' percanggahan ideologis yang amat
> prinsipil antara kedua *mamak* *muyang* orang Minang itu: yang satu hendak
> menegakkan sistem otokratis (*ketek* *babingkah* *tanah*, *gadang* *
> balingkuang* *aua* [*Laras* *Koto* *Piliang*]), yang lain hendak
> menerapkan sistem demokratis (*titiak* *dari* *ateh*, *bosek* *dari* *bumi
> * [*Laras* *Bodi* *Caniago*]). Kata pakar pernaskahan Minangkabau dari
> Universitas Andalas, Dra. Zuriati M.Hum, kepada saya, tongkat kedua *
> datuak* kita itu ditemukan di Solok. Tongkat itu sudah berdaun. *Ondeh*!
> Sedangkan almarhum Anas Navis dalam salah satu artikelnya di *
> www.ranah-minang.com* <http://www.blogger.com/www.ranah-minang.com>menulis 
> bahwa kuburan kedua
> *datuak* kita itu yang juga ditemukan di Solok. *Wallahualam*! Ini 
> *kaba*orang yang saya kaba(r)
> kan, dusta orang saya tak serta.
>
>
>
> Lepas dari bukti-bukti setengah mengawang di atas tentang Datuak
> Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang, dalam tulisan ini saya
> membicarakan 'bukti' yang lain yang jarang dibicarakan orang Minang. Bukti
> itu adalah stempel kedua *datuak*-*muyang* kita itu.
>
> Stempel? Jadi, kedua *datuak* kita itu pandai menulis? Pandai membaca?
> Kalau *mamak* *muyang*nya tidak pandai tulis-baca, tentu anak cucunya
> pandai *maota* saja. Cerita yang kita dengar selama ini mengatakan bahwa
> Datuak Katumanggungan dan Datuak Parpatiah nan Sabatang memang pintar:
> pandai *mambaco* *dalam* *raik*, *pandai* *manyurek* *manilantang*.
>
>
> <http://bp0.blogger.com/_wAqIU6vMTlM/RycLO8fAfhI/AAAAAAAAATg/OZ8OQWEy1Vg/s1600-h/fotostempel.JPG>Stempel
> Datuak Katumanggungan (*a*) dan Stempel Datuak Parpatiah Nan Sabatang (*b*
> ).
>
> (Sumber: Leiden University Library Cod.Or. 1745, hal. ii & iii)
>
> (Konon) kedua stempel yang gambarnya disajikan di sini adalah stempel
> (cap) Datuak Katumanggungan dan stempel Datuak Parpatiah Nan Sabatang.
> Bentuknya serupa tapi tak sama, seolah mencerminakan ideologi politik
> keduanya yang *sarantak* *balain* *dagam*. Sumber stempel *a* dan *b*adalah 
> naskah
> *Tambo* *Minangkabau* yang kini tersimpan di Perpustakaan Universitas
> Leiden, Belanda, di bawah kode Cod. Or. 1745, halaman ii dan iii.
> Kemungkinan naskah ini sudah pernah diresek oleh Edwar Djamaris dan M.
> Yusuf, dua orang pakar pernaskahan Minangkabau. Kolofonnya mengatakan bahwa
> *Tambo* ini disalin oleh Bagindo Tanalam [(Su)tan Alam?] Sikutare [Si
> Kutar?] pada tahun 1824 (Di Pariaman, misalnya, nama Sikutar biasa
> didengar, sebagai peminangan dari nama Mukhtar; juga kata Ahmad yang menjadi
> [Si] Amaik; Sahrul yang menjadi [Si] Arun, dll.) Tak disebutkan dimana
> tempat penyalinan naskah ini (Lihat Wieringa 1998:103). Menurutnya, *Tambo
> * ini dimulai dengan cerita tentang nenek moyang orang Minang, Sri
> Maharaja Diraja, yaitu keturunan Iskandar Zulkarnain, dilanjutkan kemudian
> dengan kisah tentang kedua *originators* Minangkabau: Datuak
> Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang. "*On pp. ii-iii the
> seals of these two rulers are to be found*" (*Ibid*.) Abstrak naskah ini
> juga dapat dilihat dalam Iskandar (1995: 14); Haji Wan Ali Wan Mamat (1885:
> 20); dan Juynboll (1899: 245-46). Semula naskah ini adalah koleksi Akademi
> Delft. Akademi ini ditutup pada tahun 1864, dan koleksi naskah Nusantara
> yang ada disana dipindahkan ke Perpustakaan Universitas Leiden.
>
>
>
> Inskripsi stempel *a* (Aksara Arab-Melayu/Jawi) adalah sebagai berikut: 
> "*Inilah
> cap Datuk Katemanggungan nan banama Maharaja Diraja*." Di atas dan di
> bawah stempel terdapat anotasi (keterangan): "*Matlab Datuk Katemanggungan
> jua adanya nan bergelar Sultan Paduka Besar; adapun Datuk Katemanggungan itu
> ialah nan tuah pada Laras **Kota** Piliang adanya. Inilah cap besar kepada
> segala anak cucu Datuk Katemanggungan pada tiap2 lu*[*h*]*ak dan laras dan
> pada tiap2 batang rantau, lalu ke laut nan sedidis, ombak nan be*[*r*]*
> debur*."
>
> Inskripsi stempel *b*, yang juga ditulis dalam aksara Jawi, adalah sebagai
> berikut: "*Inilah Cap Datuk Parpatih Sebatang nan bernama Si Manang Sutan*".
> Di atas dan di bawah cap terdapat anotasi: "*Matlab Datuk Perpatih
> Sebatang jua adanya nan bernama Si Manang Sutan adanya. Adapun Datuk
> Perpatih Sebatang itu ialah nan tuah di dalam Laras Bodi Caniago jua adanya.
> Inilah cap besar kepada segala anak cucu Datuk Perpatih Sebatang pada
> lu[h]ak dan laras dan pada tiap2 batang rantau, lalu ke laut nan sedidis dan
> ombak nan be*[*r*]*debur jua adanya*." (Lihat juga Wieringa 1998: 104;
> Gallop 2002: part 1, vol. II, 133).
>
>
>
> Teks inskripsi kedua stempel itu, beserta anotasinya, menarik untuk
> dibahas lebih lanjut. Mudah-mudahan para pakar pernaskahan Minangkabau akan
> tertarik menelitinya. Saya hanya pandai *manatiang*kan ide-ide dan
> persoalan. Misalnya, ada kata *matlab* yang cukup arkhais. Ternyata juga
> nama yang disebut adalah "Datuak Perpatih Sebatang", tanpa kata *nan* yang
> umum dikenal oleh orang Minang. Inskripsi stempel itu juga menyebutkan nama
> lain Datuak Katumanggungan, yaitu Maharaja Diraja ([tak] sama dengan Sri
> Maharaja Diraja?), dan juga ada gelarnya yang lain, yaitu Sultan Paduka
> Besar. Sedangkan nama lain Datuk Parpatih Nan Sabatang adalah Si Manang
> Sutan. Jadi, yang satu punya nama dan gelar lebih banyak daripada yang
> lain. Boleh jadi ini merefleksikan gradasi otoritas keduanya? Yang jelas
> dalam wacana budaya Minangkabau memang disebutkan bahwa Datuak
> Katumanggungan lebih tua daripada Datuak Parpatiah nan Sabatang.
>
>
>
> Akan tetapi, yang paling menarik adalah keterangan "*Inilah cap besar
> kepada segala anak cucu* [*datuak* nan berdua itu] *pada* *lu*[*h*]*ak* *dan
> laras pada tiap2 batang rantau, lalu ke laut nan sedidis dan ombak nan be*
> [*r*]*debur*…". Interpretasi saya yang daif: *redaksi* stempel ini tidak
> diubah-ubah dan sudah turun temurun digunakan dari generasi ke generasi.
> Stempelnya sendiri (fisiknya) mungkin sudah berkali-kali diganti (stempel
> pastilah tidak begitu dapat tahan lama). Kata "cap besar" juga
> mengindikasikan bahwa stempel ini pernah memiliki otoritas dan wibawa yang
> tinggi, baik di luhak (*laras* yang tiga) dan rantau yang membentang
> sampai ke "laut nan sedidis dan ombak nan be[r]debur".
>
>
>
> Seperti telah disebut di atas, *Tambo* tempat stempel ini ditemukan
> ditulis tahun 1824. Dengan demikian, umurnya baru kurang lebih 183 tahun.
> Jadi, kurang logis bahwa stempel ini adalah stempel yang asli yang pernah
> dipakai oleh *datuak* kita nan berdua itu. Masa hidup Datuak
> Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Sabatang pastilah berasal dari periode
> yang jauh lebih lama daripada tarikh itu, setidaknya ketika Gunung Merapi
> sudah sedikit lebih besar dari telur itik. Timbul pertanyaan lain: bagaimana
> otoritas stempel itu di masa lalu? Apakah stempel itu dipegang oleh satu
> otoritas saja atau boleh dipegang oleh beberapa otoritas di Minankabau?
> Kenapa hanya Or. 1745 saja yang punya stempel itu? Apakah ini dapat membantu
> kita menelusuri kira-kira dimana Cod.Or. 1745 ditulis atau disalin?
> Silakan para pakar filologi
>
> Minangkabau lebih lanjut memikirkannya.
>
>
>
> Ada banyak hal seputar stempel ini yang bisa didiskusikan, namun tidak
> mungkin dilakukan dalam artikel yang pendek ini. Yang jelas, Datuak
> Katumanggungan dan Datuak Parpatiah Nan Sabatang tetap penuh misteri. Dunia
> ilmiah belum dapat memberikan lebih banyak bukti yang meyakinkan mengenai
> banyak hal seputar sejarah hidup kedua *originators* sukubangsa
> Minangkabau itu.***
>
>
>
> Suryadi, kandidat doktor di CNWS Leiden University, Belanda
> Dimuat di *Padang* *Ekspres*, Minggu, 1 Juli 2007
>
>
>
>
>

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke