Assalamu Alaikum W. W.
  Berkat ampuhnya internat bundo mengetahui latar belakang nanda Suryadi dalam 
beberapa detik tanopa harus menanya kepada yang bersangkutan. Coba lihat apa 
yang bundo temukan klau sudah mengetahui harap delete saja. Selama ini bundo 
hanya kenal Mestika Zed saja sekarang rupanya kita mempunyai kekayaan yang 
tersembunyi.
  Kompas Selasa, 03 Agustus 2004 
   
  Suryadi, Kekayaan Minangkabau di Negeri Orang     SETIAP kali pulang ke Ranah 
Minang, Sumatera, isi tas ransel Suryadi selalu saja tambah padat. Ia seakan 
tak peduli dengan isi tas yang beratnya hampir setara dengan bobot badannya. Ia 
mau berberat-berat karena isi tasnya sesuatu yang amat berharga dan boleh 
dikatakan langka, yaitu sejumlah hasil penelitiannya tentang "kekayaan" 
Minangkabau di negeri orang.
  Terakhir, ketika bersua Suryadi di Gedung Genta Budaya, Jalan Diponegoro, 
Padang, Sabtu (24/7), ia membawa sejumlah hasil penelitiannya yang telah dimuat 
di jurnal ilmiah terbitan Indonesia, Malaysia, Amerika Serikat, Singapura, dan 
Belanda.   Dia juga membawa hasil penelitian berjudul Syair Sunur: Suntingan 
Teks, Konteks, dan Pengarang. Hasil penelitian yang membawanya meraih gelar 
master of art di Universiteit Leiden, Belanda, tahun 2002, itu ingin 
diterbitkan dalam bentuk buku, dibiayai sendiri dari uang tabungannya, hasil 
"menularkan" ilmu di Faculteit der Letteren (Fakultas Sastra) Universiteit 
Leiden.
  "Sebagai orang Indonesia dan cinta kekayaan kebudayaan Indonesia, hanya hasil 
penelitianlah yang dapat saya sumbangkan. Kalau penelitian itu tidak saya 
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan tidak diterbitkan dalam bentuk buku, 
kapan lagi kita dapat mengetahui, mendalami, dan memaknai sendiri kekayaan kita 
tersebut. Kita memang tak punya dokumen aslinya, tetapi setidak-tidaknya hasil 
penelitian yang dilakukan ke sejumlah negara dapat memperkaya khazanah ilmu 
pengetahuan kita bila diterbitkan dalam bentuk buku," ungkap Suryadi yang 
mendapat bantuan dana dari Toyota Foundation, Ford Foundation, Universiteit 
Leiden, dan lembaga ilmu pengetahuan Belanda untuk melakukan penelitian naskah 
kuno tersebut.
  Ia melukiskan, untuk berbagai penelitian itu, dia berburu naskah kuno ke 
berbagai perpustakaan terkenal di Eropa, seperti ke Belanda dan Inggris. Di 
Indonesia naskah-naskah kuno tersebut tidak ada lagi.
  Dalam Syair Sunur: Suntingan Teks, Konteks, dan Pengarang, Suryadi yang juga 
ahli transliterasi (penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad yang satu ke 
abjad yang lain dan dalam hal ini dari abjad Arab (Melayu) ke abjad Latin) coba 
merekonstruksi imbas gerakan Paderi (sekitar tahun 1803-1838) di pantai barat 
Sumatera, khususnya di rantau Pariaman, jantung pertahanan kaum konservatif 
(tarekat Syattariyah atau ordo Ulakan, sekitar 1785 dan 1790) di Minangkabau.
  "Pengaruh gerakan Paderi ditelusuri melalui biografi Syekh Daud Sunur, ulama 
dari rantau Pariaman (wilayah pantai). Sejak awal keulamaannya, faham keagamaan 
Syekh Daud Sunur sudah berseberangan dengan ordo Ulakan. Ulama ini sudah 
mengarang dua syair terkenal, yaitu Syair Mekah dan Madinah atau Syair Rukun 
Haji dan Syair Sunur," kata Suryadi menjelaskan.
  Menurut dia, syair-syair karya Syekh Daud Sunur bernilai estetis cukup 
tinggi. Selain itu, Syair Sunur adalah syair yang cukup tua berciri 
otobiografis yang pernah ditulis orang Minangkabau, yang dalam konstruksi 
puitisnya masih memperlihatkan ciri sastra lisan (pantun) Minangkabau di satu 
sisi dan pengaruh sastra Arab (Islam) di sisi lain.
  
  SURYADI yang kelahiran Pariaman, 15 Februari 1965, ini tertarik dengan naskah 
Nusantara klasik, khususnya syair Melayu, karena naskah pendek selama ini 
kurang mendapat perhatian.
  Menurut dia, kecenderungan para peneliti Barat maupun peneliti Indonesia 
lebih pada teks panjang atau prosa sejarah. Epos besar dan historiografi 
tradisional atau hikayat kerajaan sudah banyak diteliti dengan hasil, antara 
lain, berupa sejumlah disertasi di berbagai universitas di dalam dan luar 
negeri.
  "Kecenderungan itu menyebabkan kurangnya perhatian pada naskah pendek, 
apalagi yang terkait dengan Islam. Dari berbagai katalog naskah Nusantara yang 
sudah terbit dapat dilihat bahwa naskah pendek seperti itu juga tidak sedikit 
jumlahnya. Memang kebanyakan naskah pendek tidak banyak berkaitan dengan kisah 
di seputar pusat kekuasaan dan genealogi raja-raja lokal. Namun, baik sebagai 
artefak sejarah maupun sebagai hasil karya sastra klasik, sebenarnya nilai 
naskah pendek tidak lebih rendah dari naskah panjang," papar Suryadi.
  Sikap mengabaikan naskah yang tidak memunculkan informasi seputar pusat 
kekuasaan menimbulkan efek kurang menguntungkan terhadap tradisi kajian naskah 
klasik Nusantara. Di Jawa, misalnya, sudah lama terdengar keluhan tentang 
kurangnya perhatian terhadap naskah pesisiran karena anggapan bahwa naskah 
pesisiran yang beraksara pegon dinilai lebih rendah nilainya daripada naskah 
keraton wilayah Yogyakarta dan Solo yang dinilai adiluhung.
  Dewasa ini, lanjutnya, di kalangan peneliti naskah Nusantara klasik, 
khususnya kalangan filolog, naskah "pinggiran" seperti syair Melayu dan genre 
singir yang berkembang di kalangan masyarakat santri di pantai utara Jawa, 
belum dikenal luas. "Alasan ini pulalah yang membuat saya tertarik meneliti 
Syair Sunur, atau naskah Nusantara klasik jenis syair Melayu," tambah dia.
  SEBAGAI orang Minang, di sela-sela kesibukan meneliti naskah Nusantara 
klasik, Suryadi masih menyempatkan diri meneliti hal lain guna menggali 
kekayaan dan kejayaan Minang dulunya. Banyak data dan dokumen penting tentang 
Minangkabau disimpan di Belanda.
  "Saya beruntung studi di Belanda. Ide-ide penelitian tak habis-habisnya 
karena didukung perpustakaan yang lengkap dan memiliki koleksi langka. Di 
samping itu, setelah menjadi dosen tamu sejak akhir tahun 1998, terhitung tahun 
2001 saya diminta menjadi dosen tetap/tanpa batas kontrak oleh Dekan Fakultas 
Sastra Universitas Leiden," ujar suami Nurlismaniar dan ayah dari Raisa 
Mahesvara Niadilova (3 tahun) yang untuk disertasi doktornya meneliti tentang 
signifikansi budaya industri regional di Sumbar.
  Setamat dari Universitas Andalas (1991), Suryadi pernah menjadi asisten dosen 
di almamaternya dan di Universitas Bung Hatta, Padang. Karena tak pernah 
diangkat menjadi dosen tetap, akhir tahun 1994 dia pindah mengajar ke Fakultas 
Sastra Universitas Indonesia (UI). Setelah beberapa tahun menjadi asisten dosen 
di UI, ia pun tak diangkat menjadi dosen tetap.
  Berkat kerja sama Prof Dr MHJ Maier dari Universiteit Leiden dan Dekan 
Fakultas Sastra UI (waktu itu) Prof Dr Sapardi Djoko Damono, akhir tahun 1998 
Suryadi menjadi dosen tamu untuk program studi bahasa dan kebudayaan Indonesia 
di Universiteit Leiden. Pengetahuan dan dedikasinya pada sastra Nusantara 
akhirnya mengantarkan dia mengajar tetap di Leiden. (YURNALDI)

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
Website: http://www.rantaunet.org 
=============================================================== 
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply. 
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku. 
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: 
[EMAIL PROTECTED] 

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe 
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke