Ini bahayanya kalau beripikir secara skripturalis. Kita lupa bahwa bahasa itu 
hidup. Sebuah kata atau frase mengalami proses amelioratif (pelebaran makna) 
atau, sebaliknya, peyortif (mengalami penyempitan makna). Kesan saya, di 
Indonesia (entah kalau di Malaysia), frase "Insya Allah" sudah mengalami proses 
amelioratif. Ia tidak lagi asosiatif dengan Islam semata. ia sudah menjadi 
frase budaya, tidak semata2 frase agama. Ini 'lelebihan' kita di Indonesia 
daripada di Malayasia. Dulu kata WIRID lebar sekali maknayanya: dalam sebuah 
iklan obat di tahun 1920-an yang saya baca di sebuah koran tua dituliskan: 
"Obat ini haroes DIWIRIEDKAN makannja" (artinya: jangan lupa jadwal makan 
obatnya, mungkin setiap hari, setiap 2 hari, dst.). Kini kata WIRID artinya 
cuma: ngaji ke surau sertiap minggu, seoran2 kata itu identik dg Islam. Posting 
soal bahasa ini mengingatkan saya pada nenek saya di tahun 70-n (kebetulan 
beliau buta huruf). Suatu hari beliau mendapatkan
 secarik kertas bertuliskan arab di jalan. Dia ambil lalu disimpan. Katanya itu 
ayat al-Quran. Berdosa kita kalau dibiarkan tercampak di pinggir jalan. Setelah 
kertas itu saya baca, rupanya itu sobekan dari sebuah naskah tentang kaba 
Cindua Mato.
Betul kata orang, eksklusivisme itu bisa muncul dari mana saja. Kini mulai pula 
merambah ke soal klaim bahwa kata tertentu hanya milik orang Islam dan yang 
lain tidak. Betul bahwa mungkin kata tertentu memang milik umat Islam, tapi 
soal kata "Allah" atau "God" janganlah kita kapling2 juga. Bakal bubar juga 
'negara2 mode[r]n' di Asia Tenggara ini kalau cara berpikir kita begini terus.
 
Salam,
Suryadi

On Dec 31, 2007 8:46 AM, auliah azza <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> Kalau di tompek tingga ambo, sudah mangganti kata Allah ke Alloh, sesuai
> ucapan dalam bahasa Arabnya.
>
> Sudah hampir 2 tahun, ughang Nasrani didoko rumah ambo oco mangecek Insya
> Allah, Astagfirullah, Subhanallah.
>
>  Maunya mereka apo kok mangecek sapati itu tapi mudah-mudahan doain aja
> masuk agama Islam.
>

Mungkin mereka sekadar ikut-ikutan karena mengira itu sekadar
kebiasaan. Kalau memungkinkan coba diterangkan makna ucapan-ucapan
tersebut agar tidak dianggap ringan dan sekadar budaya. Semoga bisa
jadi jalan sampainya hidayah kepada mereka.

-- 
Ahmad Ridha bin Zainal Arifin bin Muhammad Hamim
(l. 1400 H/1980 M)


      ________________________________________________________ 
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK SELALU DIPERHATIKAN:
- Selalu mematuhi Peraturan Palanta RantauNet lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-palanta-rantaunet
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Posting email besar dari >200KB akan di banned, sampai yang bersangkutan 
menyampaikan komitmen akan mematuhi Tata Tertib yang berlaku.
- Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di
https://www.google.com/accounts/NewAccount

-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke